Tasyakuran pernikahan putra bungsu Presiden Joko Widodo (Jokowi), Kaesang Pangarep dengan Erina Sofia Gudono akan digelar di Puro Mangkunegaran Solo akhir pekan ini. Salah satu larangan yang ditetapkan Puro Mangkunegaran adalah panggung pelaminan dilarang membelakangi pringgitan. Apa alasannya?
Hal itu disampaikan Asmoro Dekorasi selaku vendor yang dipercaya untuk mendekorasi acara pernikahan Kaesang dan Erina di Puro Mangkunegaran.
"Secara layout tidak boleh membelakangi pringgitan ada long table itu untuk VVIP itu juga lenggahnya (duduknya) tidak boleh membelakangi pringgitan," kata Pemilik Asmoro Dekorasi, Ranu Asmoro kepada wartawan, Selasa (29/12/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lantas apa alasan pelaminan Kaesang tak boleh membelakangi pringgitan Puro Mangkunegaran? Begini penjelasan pakar sejarah Universitas Sebelas Maret (UNS).
Terkait Adat Rumah Jawa Masa Lalu
Pakar Sejarah UNS Insiwi Febriary Setiasih menjelaskan aturan atau larangan tersebut berkaitan dengan tata aturan rumah-rumah Jawa pada masa lalu.
"Sebetulnya ini juga ada kaitannya dengan tata aturan rumah-rumah Jawa pada masa lalu, bahwa sebetulnya filosofisnya atau ngunduh mantunya Kaesang besok itu sebetulnya Mangkunegaran tidak dalam posisi untuk memperbolehkan pihak penyelenggara acara untuk sampai ke dalam," kata Insiwi saat dihubungi via telepon, hari ini.
"Yang diperbolehkan hanya di pendopo, melampaui pringgitan pun tidak boleh apalagi menyentuh dalem ageng, karena di situlah tempat duduk atau singgasana Kanjeng Gusti," kata Insiwi.
Secara filosofi, kata Insiwi, peletakan panggung pelaminan dilarang membelakangi pringgitan itu artinya dilarang membelakangi pemilik rumah. Dalam hal ini adalah Kanjeng Gusti Adipati Arya Mangkunegoro X.
"Jadi kalau besok (acara pernikahan Kaesang) itu panggung tidak boleh membelakangi pringgitan sebetulnya filosofinya adalah memang tidak boleh membelakangi yang punya rumah karena ada larangan ini," kata Insiwi.
Menurut Insiwi, hal ini sama halnya dengan aturan rakyat dilarang masuk sampai ke pringgitan atau hanya diterima di pendopo saja. Sedangkan, tamu pejabat boleh diterima di pringgitan atau di teras Dalem Ageng.
"Seperti halnya kalau rakyat itu tidak boleh (masuk) sampai di pringgitan, hanya diterima di pendopo. Kemudian pejabat (sama halnya) di masa Mangkunegaran I sampai VIII, apabila ada tamu diterima di pringgitan atau diterima di teras dalem ageng," kata Insiwi.
Hal ini, kata Insiwi, juga menunjukkan adanya kedekatan khusus atau terdapat strata sosial pada tamu agar bisa diterima di bagian-bagian tertentu Puro Mangkunegaran.
"Nah artinya ada kedekatan khusus atau ada stratifikasi sosial yang tinggi yang menunjukkan tamu itu akan diterima," tutup Insiwi.
(ams/ahr)