Pada suatu hari nanti, karya Mas Tonny di Festival Film Melbourne

Pada suatu hari nanti, karya Mas Tonny di Festival Film Melbourne

Tim detikJateng - detikJateng
Jumat, 18 Feb 2022 04:24 WIB
Poster film pada suatu hari nanti karya Tionny Trimarsanto di Melbourne Short Film Festival 2022.
Poster film 'pada suatu hari nanti' di Melbourne Short Film Festival 2022. Foto: Tangkapan Layar
Solo -

Dari 33 poster film yang nangkring di Official Selections Melbourne Short Film Festival 2022 Edition, ada satu film yang tak asing bagi pecinta film dokumenter Indonesia. Judulnya, pada suatu hari nanti (SOMEDAY). Film itu tampak mencolok karena satu-satunya yang menggunakan judul berbahasa Indonesia.

pada suatu hari nanti (SOMEDAY) adalah film karya Tonny Trimarsanto. Sineas asal Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, yang akrab dipanggil Mas Tonny ini dikenal sebagai pendiri Rumah Dokumenter, salah satu lembaga di bidang produksi, jejaring, dan pendidikan film dokumenter di Indonesia.

Tak sekadar lolos seleksi, pada suatu hari nanti juga masuk dalam daftar nominasi film dokumenter pendek terbaik di ajang film bergengsi tingkat internasional itu. Film berdurasi 30 menit tersebut akan bersaing dengan empat film lain dalam festival yang diselenggarakan pada 4-6 Februari mendatang.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam sinopsisnya yang dikutip detikJateng dari situs web festival tersebut, pada suatu hari nanti mengangkat kisah Farah, seorang transpuan yang menyandang disabilitas dan ODHA (orang dengan HIV/AIDS).

Meski menanggung tiga hal yang selama ini masih sering mendapat stigma, Farah terus berjuang agar hidupnya tetap bermanfaat untuk orang lain, terutama untuk teman-temannya sesama transpuan.

ADVERTISEMENT

Dalam trailer yang diunggah di Youtube Rumah Dokumenter, Farah bercerita tentang hidupnya yang selalu terasa sulit. "Sekalipun hidup di kota yang indah, hidupku tak selamanya indah," kata Farah dalam trailer berdurasi 1 menit 8 detik itu.

Dalam narasi trailer itu, Farah membuka kisahnya dengan kenangan masa lalu. Farah tidak pernah mengenal ibunya sejak kecil. Dia juga merasa telah membuat kecewa keluarganya. Tak hanya itu, Farah juga mengungkapkan kerasnya hidup yang dia jalani sebagai transpuan.

"Di jalan kami sering diancam, dihajar, dipukuli, aku dianggap berbeda. Sulit bagi kami untuk hidup," kata Farah dengan suara lirih, mengesankan dia sudah terlalu lama menimbun perih.

Di pengujung trailer, Farah menyatakan salah satu harapan terbesarnya dalam hidup. "Aku ingin sekali bertemu ibuku, berkumpul lagi dengan bapak, pada suatu hari nanti."

Sebagai media promosi yang menampilkan cuplikan film, trailer memang sengaja dibuat tak utuh. Meski demikian, narasi sekaligus visualisasi singkat itu sudah begitu menyentuh. Jadi penasaran ingin menonton film pada suatu hari nanti? Simak perjalanan film itu di Melbourne Short Festival 2022 yang akan disiarkan secara online di platform Endavo.




(dil/dil)


Hide Ads