Pandemi COVID Jadi Titik Balik, Warga Klaten Cuan Lewat Kerajinan Teraso

Pandemi COVID Jadi Titik Balik, Warga Klaten Cuan Lewat Kerajinan Teraso

Achmad Hussein Syauqi - detikJateng
Minggu, 17 Nov 2024 15:32 WIB
Teraso berbagai jenis produk di rumah Hari Purwanto di Klaten, Minggu (17/11/2024).
Teraso berbagai jenis produk di rumah Hari Purwanto di Klaten, Minggu (17/11/2024). (Foto: Achmad Hussein Syauqi/detikJateng)
Klaten -

Pandemi COVID-19 tahun 2020 lalu ternyata mengubah jalan hidup Hari Purwanto (34) warga Desa Taji, Kecamatan Juwiring, Klaten. Pria jebolan SMK itu kini panen cuan usai memutuskan menekuni kerajinan teraso saat pandemi merebak.

"Awal mulanya ikut orang di Yogyakarta sebelum COVID-19. Kemudian belajar sendiri, waktu COVID-19 lima tahun lalu baru buat sendiri," tutur Hari kepada detikJateng di rumahnya, Sabtu (16/11/2024) siang.

Hari menceritakan, dari pengalamannya di Yogyakarta itu dirinya melihat peluang kerajinan teraso yang ngetren saat COVID-19. Saat pandemi COVID-19, banyak orang merehab rumah dan hobi bertaman.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Teraso adalah bahan gabungan marmer dan semen putih. Material itu dibentuk Hari menjadi berbagai macam barang seperti pot hingga wastafel.

"Banyak orang merehab rumah dan hobi bertaman, juga ada dari kantor pemerintah banyak butuh wastafel waktu itu. Seiring waktu sekarang buat juga pot, wastafel, bathup, kursi, meja taman, pedestal, lantai dan lainnya," kata Hari.

ADVERTISEMENT

Dari waktu ke waktu, lanjut Hari, produknya bisa merambah hotel dan perkantoran. Tidak hanya di Jawa, konsumen juga datang dari luar Jawa.

"Pernah kirim ke Bali, Kalimantan sampai Manado. Untuk harga kadang tergantung jenis dan ukurannya, ya paling rendah pot Rp 150.000 tapi bathtub bisa Rp 3,5 juta dengan jaminan retak saya ganti," papar Hari.

Teraso berbagai jenis produk di rumah Hari Purwanto di Klaten, Minggu (17/11/2024).Teraso berbagai jenis produk di rumah Hari Purwanto di Klaten, Minggu (17/11/2024). Foto: Achmad Hussein Syauqi/detikJateng

Konsumen barang produknya, kata Hari, saat ini dari kalangan pemerintah, hotel, resto, vila dan lainnya. Barang produknya dijamin tanpa campuran.

"Kalau yang lebih murah ada tapi biasanya dalamnya pasir dan semen, tempat saya full semen putih dan serpihan marmer. Untuk omset sebulan sekarang kotor sekitar Rp 10 juta, ya tidak mesti sih," imbuh Hari yang lebih banyak memasarkan produknya lewat media sosial itu.

Hari mengatakan jumlah item yang terjual tidak pasti karena tergantung permintaan. Untuk melayani skala besar dirinya masih terkendala tenaga kerja dan tempat.

"Saya cuma bertiga, ini garap proyek di Solo sebulan bisa 2 truk. Pernah diminta proyek IKN tapi saya tidak berani karena targetnya terlalu tinggi, jumlah besar, nggak berani risiko, pot sampai 1.000 unit," ucap Hari.

Selain itu, kata Hari, pernah proyek tol minta pot tapi diberi waktu dua minggu untuk 100 pot dan ditolaknya. Penyebabnya teraso produknya masih mengandalkan sinar matahari.

"Satu item sampai selesai bisa 4-5 hari, pengeringan juga dengan sinar matahari jadi tidak mungkin untuk pesanan sedemikian besar," pungkas Hari yang belajar autodidak itu.

Supri, seorang tenaga kerja mengatakan kelebihan produknya karena full teraso dengan marmer dari Jawa Timur. Satu produk bisa empat hari.

"Satu pot saja bisa tiga sampai empat hari. Ini full teraso, tidak ada campuran pasir semen, jadi butuh waktu," kata Supri.




(aku/apl)


Hide Ads