Dari pengamatan detikJateng, Sabtu (16/9/2023), deretan mesin pompa air terlihat berjejer di tepi telaga. Mesin pompa ini merupakan milik para petani kentang yang digunakan untuk menyedot air telaga.
Salah satunya pompa air milik petani kentang asal Desa Bakal, Kecamatan Batur, Supri. Saat kemarau tiba, ia selalu menyedot air dari Telaga Merdada untuk menyirami tanaman kentang miliknya.
"Mesin pompa ini untuk menyedot air dari telaga ke lahan pertanian kentang. Karena sudah sejak Juli kemarin sudah tidak hujan," ujar Supri saat ditemui di Telaga Merdada, Sabtu (16/9).
![]() |
Ia mengaku tidak punya pilihan lain dan terpaksa menyedot air dari Telaga Merdada untuk menyelamatkan tanaman kentangnya. Meskipun, biaya operasionalnya menjadi membengkak.
"Kalau tidak disiram bisa gagal panen. Jadi terpaksa harus menyedot air dari telaga. Kalau biaya ya pasti bertambah jika dibanding sebelumnya," kata dia.
Supri menyebut, satu hari menghabiskan sekitar lima liter bahan bakar solar untuk menghidupkan mesin pompa. Bahkan, beberapa petani bisa menghabiskan 10 liter jika lahan pertaniannya berada di atas bukit.
"Kalau saya sekitar lima liter solar per hari, jaraknya ya sekitar 1,5 kilometer. Tapi ada yang sampai 10 liter per hari karena kebun kentangnya tinggi, di atas bukit," sebutnya.
![]() |
Hal senada juga disampaikan petani kentang lainnya, Joko. Ia menyebut, air dari Telaga Merdada saat musim kemarau dimanfaatkan petani kentang dari yang berada di sekitarnya. Seperti petani dari Desa Karangtengah dan Bakal.
"Petani yang memanfaatkan air dari telaga ini ada dari Bakal, Karangtengah," sebutnya.
Dengan menyedot air dari telaga, sehingga banyak petani kentang tidak merasakan naiknya harga kentang saat ini. Mengingat biaya operasional saat ini pun ikut naik.
"Kalau harga kentang di pasaran saat ini memang sedang naik. Kisaran Rp 12 ribu sampai Rp 15 ribu per kilogram. Biasanya kan sekitar Rp 7 ribu sampai Rp 10 ribu per kilogram. Tapi sekarang kan ada tambahan biaya operasionalnya," tambahnya. (rih/ams)