Viralnya video 'Pabrik Elit Bayar Lembur Syulit' mendapat banyak respons dari berbagai pihak. Pembuat video, yang juga buruh pabrik PT SAI Apparel Industries, Erma Oktavia pun buka suara.
Erma menyebut video itu terjadi pada Kamis (2/2/2023) sore usai jam kerja di pabriknya. Saat itu, Erma ingin menanyakan terkait kejadian di hari sebelumnya di mana dia merasa dilecehkan saat hendak melakukan perekrutan serikat pekerja.
"Di video itu saya bertanya 'salah saya di mana dan kesalahan saya apa Pak?'. Karena satu hari sebelum video itu, saya di luar jam kerja juga, di luar ruang kerja juga nih saya merekrut anggota organisasi serikat saya dipersulit, manajer yang ada di video itu keluar dan membentak," ujar Erma saat ditemui di sela aksi di Balai Kota Semarang, Senin (6/2/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski berada di luar jam kerja, buruh yang tengah mendaftar serikat pekerja itu dipaksa untuk kembali bekerja. Kemudian Erma diusir dan disebut gila oleh manajernya.
"Yang mau daftar ke saya dan mengisi formulir dibentak, dipaksa untuk masuk lagi kerja padahal itu udah di luar jam kerja. Kemudian saya diusir dan dia memanggil sekuriti bilang 'keluarin dia dari sini, dia orang gila'," ujarnya.
Oleh karena itu, dia membuat video yang rencananya hendak menanyakan kelakuan manajernya itu. Sebab, pihak perusahaan pernah menjamin kebebasan buruh untuk berserikat.
Namun, menurut Erma, hal itu berlainan dengan fakta. Dia mengaku banyak mendapat intimidasi.
"Buktinya selama saya di situ diintimidasi, dimutasi bahkan saya dikatain gila ketika merekrut anggota," ujarnya.
Selengkapnya di halaman berikut.
Curhat Lembur Tak Dibayar
Dia akhirnya ikut menyoroti sistem kerja di PT SAI Apparel Industries, Grobogan, yang dinilai menyalahi aturan. Pabrik garmen itu, sering tidak membayar lembur dengan dalih simpan jam kerja. Terakhir, lembur hanya dibayar sebagian.
Di momen-momen tertentu, lembur itu berlangsung 24 jam di mana buruh harus menunggu kontainer tutup baru diperbolehkan pulang. Meski baru bekerja selama setahun, Erma mengaku banyak menerima keluhan dari rekan-rekannya.
"Apalagi shipment impor setiap Sabtu-Minggu past 1, 2, 3 kali kita mengalami sistem kerja paksa, harus kontainer tutup dulu berangkat baru kita boleh pulang," katanya.
Menurut Erma, sebenarnya banyak buruh yang mengeluh terkait sistem kerja di sana. Tetapi, tak banyak yang berani mengungkapkannya karena takut sumber penghasilannya hilang karena dipecat.
"Takut diintimidasi karena setiap ada aspirasi, setiap ada yang ingin mengungkapkan keluh kesahnya dipanggil manajer, kurang tau apa yang dibicarakan tetapi intinya kalau mau bekerja di sini harus mengikuti aturan di sini," ujarnya.
Dia juga menyampaikan bahwa dua orang sudah menjadi korban. Ada dua orang rekannya di serikat buruh yang terkena PHK dan kontraknya tidak diperpanjang karena diduga menyuarakan aspirasinya.
Erma juga belum puas dengan sikap Pemprov Jateng yang justru mengembalikan semuanya kepada perusahaan. Dia mengaku akan terus memperjuangkan penghapusan sistem simpan jam kerja itu. Sebab, dia yakin di luar sana banyak yang bernasib sama seperti dirinya.
"Respons dari pemerintah karena kan pemerintah ini kan urusan internal perusahaan, lagi-lagi pemerintah menyerahkan semuanya kepada kebijakan perusahaan," katanya.
"Harapan saya, saya tahu ini akan menjadi pro dan kontra saya tidak peduli yang suka atau tidak suka kepada saya, intinya saya harap jangan sampai ada lagi sistem kerja simpan jam seperti yang di apparel itu, saya tidak ingin yang tidak ada aturan, di undang-undang, diada-adakan sehingga takutnya semua perusahaan menggunakan sistem seperti itu," ungkapnya.
Ikuti berita lainnya dari detikJateng di Google News.