Industri rambut palsu di Kabupaten Purbalingga dinilai potensial untuk meningkatkan perekonomian masyarakat. Hal itu disampaikan Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan saat mengunjungi pabrik rambut palsu PT Victoria Beauty Industrial di Purbalingga.
"Perusahaan ini sangat strategis, potensial, karena orientasinya ekspor, kedua menyerap tenaga kerja cukup banyak ini baru 6 bulan sudah menyerap lima ribu tenaga lokal. Targetnya 20 ribu kalau ini terus di dukung mudah-mudahan Indonesia menjadi ekspor nomor satu wig ke seluruh dunia," kata Zulkifli, Jumat (4/11/2022).
Zulhas, sapaannya, menyebut salah satu tugasnya adalah memberi dukungan kepada perkembangan dunia usaha dan UMKM. Dia berharap, ke depan, dengan dukungan dari pemerintah iklim usaha di Indonesia terus mengalami perkembangan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tugas kami mendukung dan men-support agar perusahaan seperti ini tambah maju, kalau perusahaan maju UMKM maju berarti sukses," ujarnya.
Sementara itu Kepala Dinperindag Kabupaten Purbalingga Johan Arifin menyebut saat ini di daerahnya terdapat 30 industri rambut palsu. Dengan adanya perusahaan semacam itu di daerahnya, disebut telah membantu dalam hal penyerapan tenaga kerja.
"Saat ini di Purbalingga ada 30 pabrik rambut palsu, 23 milik PMA (penanam modal asing) dan tujuh milik PMDN. Ini nilai plus bagi kita," kata Johan.
Ditanya soal nilai ekspor yang rambut palsu dari seluruh pabrik rambut palsu di Kabupaten Purbalingga, pihaknya tidak memerinci. Namun, kata dia, nilai ekspor rambut palsu dari Kabupaten Purbalingga cukup besar.
"Nilai ekspor untuk Victoria saja per bulannya 1 juta US dolar, atau 309.949.000 piece rambut palsu, ini dengan tenaga kerja lima ribu orang kalau sudah sesuai target 20 ribu orang sangat berpotensi menjadikan Indonesia nomor satu eksportir rambut palsu," ujarnya.
Namun, dia mengakui di tengah maraknya industri rambut palsu di daerahnya, diperlukan upaya agar memberikan dampak pada perkembangan UMKM di Purbalingga. Pihaknya mengaku tengah berkoordinasi agar muncul sinergitas antara industri dengan UMKM.
"Tantangannya adalah bagaimana menghilirisasi industri besar ini ke UMKM, IKM, karena selama ini industri besar ini bahannya kan impor. Nah bagaimana agar UMKM diberi kesempatan untuk memasok, kotaknyalah atau lemnya," tuturnya.
(rih/sip)