Polda Jateng Periksa Tokoh Kendeng Gunretno Terkait Aduan Halangi Tambang

Polda Jateng Periksa Tokoh Kendeng Gunretno Terkait Aduan Halangi Tambang

Arina Zulfa Ul Haq - detikJateng
Kamis, 04 Des 2025 22:21 WIB
Polda Jateng Periksa Tokoh Kendeng Gunretno Terkait Aduan Halangi Tambang
Pemanggilan Ketua Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng, yang juga merupakan tokoh Sedulur Sikep, Gunretno diwarnai aksi di Ditreskrimsus Polda Jateng, Kecamatan Banyumanik, Kota Semarang, Kamis (4/12/2025). (Foto: Dok. LBH Semarang)
Semarang -

Polda Jateng memanggil Ketua Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng, yang juga merupakan tokoh Sedulur Sikep, Gunretno. Pemanggilan itu berdasarkan aduan dugaan penghalangan aktivitas pertambangan.

Kanit I/Subdit VI Ditreskrimsus Polda Jateng Kompol Hepy Pria Ambara mengatakan, kasus itu berdasarkan pengaduan resmi seseorang yang tak bisa diungkap identitasnya.

"Pasal yang diadukan Pasal 162 tentang menghalangi dan merintangi penambangan Undang-Undang Minerba seperti itu," Hepy saat dihubungi awak media, Kamis (4/12/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia menyebut pihaknya sudah meminta keterangan pelapor dan berkoordinasi dengan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), termasuk mengecek lokasi tambang yakni di Desa Gadudero, Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati.

"Dan tadi kami memeriksa Pak Gunretno, terlapornya. Hasil pemeriksaan sampai saat ini sih masih berproses. Kami nggak bisa jelaskan detailnya seperti apa," ungkapnya.

ADVERTISEMENT

Dalam surat laporan yang sudah tersebar di media sosial tersebut, Gunretno disebut diduga menghalang-halangi kegiatan usaha pertambangan yang memiliki izin.

"(Apa bentuk menghalanginya?) Menghalang-halangi truk yang turun dari lokasi tambang. Saat ini itu yang diadukan, proses penyelidikan masih berjalan," ungkapnya.

"Masih proses penyelidikan, belum penyidikan. Karena yang beredar sudah proses penyidikan, bahkan ada bilang 'sudah ditangkap Polda' itu nggak," lanjutnya.

Ia juga menyebut belum mengetahui kerugian yang dirasakan perusahaan dengan penghalangan truk tambang tersebut. Hepy mengatakan, jika keterangan masih kurang, bukan tak mungkin akan dilakukan pemanggilan kembali.

"(Ancaman hukuman?) Kurungan paling lama 1 tahun, denda maksimal Rp 100 juta. Kita belum bisa memutuskan (Gunretno) seperti dituduhkan atau nggak, kami masih berproses," tuturnya.

"Nanti tergantung fakta yang di lapangan, ketika kita selesai proses penyelidikan. Yang diperiksa baru dua orang, kita belum berani menyimpulkan," aambungnya.

Sementara itu, Gunretno yang hadir dalam pemeriksaan di Kantor Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jateng hari ini, menyebut telah diperiksa dan dilontari pertanyaan terkait penghalang-halangan kegiatan tambang yang disebut sudah memiliki izin.

"Materi pertanyaan perihal tentang menghalang-halangi kegiatan tambang legal. Lah, ya aku ora ngerumangsani (saya itu tidak merasa begitu)," kata Gunretno di Ditreskrimsus, Kecamatan Banyumanik.

Tidak Setuju Tambang

Gunretno mengaku memang tidak setuju dengan tambang tersebut dan paham tambang itu dinyatakan legal oleh Dinas ESDM. Namun menurutnya, soal legalitas, terdapat 60 persyaratan yang harus dipenuhi.

"Lah apa 60 item itu dipenuhi apa ora kan aku kudu weruh lokasi (aku harus tahu lapangan). Satu fakta, satu item tentang papan nama ora ana (tidak ada). Patok titik koordinat yang dikeluarkan izin juga ora weruh (tidak lihat)," ujarnya.

Ia juga menyebut praktik 'kucing-kucingan' dalam menggunakan solar bersubsidi untuk kepentingan tambang itu juga sering terjadi dan disebut berdampak terhadap warga yang berhak mendapatkan subsidi, karena bisa jadi jatahnya berkurang.

"Banyak hal dari 60 item sing kene (yang masih kami) raba-raba. Maka butuh kerja sama polisi dan ESDM untuk terbuka, mengawal 60 item itu dilakukan," tuturnya.

"Tapi apakah aku setuju legal itu? Nggak setuju, karena legal tanpa menyejahterakan semuanya itu kepentingannya siapa? Tambang legal-ilegal itu ngeduk podo wae, merugikan yang lain," tegasnya.

Gunretno mencontohkan salah satu tambang di Gedong Winong yang disebut ESDM ilegal, tetapi berdampak besar pada warga hingga mengakibatkan petani tak bisa menggarap.

"Ada korban 4 hektare lahan yang ambrol. Petani sudah tidak punya lahan, tidak bisa menggarap. Katanya harus dimone (ditindaklanjuti) kabupaten," katanya.

"Kabupaten tugase pengawasan, ngawasi ora tau (tidak pernah). Akhire koyok ngene iki sopo sing tanggung jawab? (Seperti ini siapa yang bertanggung jawab?)," imbuhnya.

Ia menyebut kondisi Kendeng saat ini rawan karena izin yang dikeluarkan tidak transparan. Polisi disebut menyampaikan hanya ada satu titik izin tambang, tetapi warga menemukan aktivitas di dua titik di kawasan Gaduh Duru dengan luas hampir 9 hektare.

"Ini harus terbuka ESDM. Kami minta ESDM menyiapkan bukti-bukti perizinan yang dikeluarkan di Pegunungan Kendeng. Luasnya berapa 2 titik itu? Kami mencatat hampir 9 hektare. Aktivitas terus tidak pernah berhenti," tegasnya.

Ia juga meminta ESDM, pemerintah, dan polisi turun bersama ke lokasi. Saat ditanya apakah dirinya menghalang-halangi aktivitas tambang, ia menyebut itu pertanyaan sulit.

"Pertanyaan itu sulit kami jawab. Tepatnya ke mereka. Karena kami diam saja kalau dia nggak cocok bisa dianggap menghalang-halangi. Faktanya seperti itu. Tapi kami sampaikan, kami memang tidak senang tambang," tegasnya.

Ratusan warga yang tergabung dalam Sedulur Sikep pun kompak mendatangi Ditreskrimsus Polda Jateng guna merespons pemanggilan Gunretno. Mereka menyatakan pemeriksaan Gunretno merupakan bentuk kriminalisasi dan pembungkaman rakyat yang menolak tambang.

"Kami justru yang seharusnya melaporkan mereka (pengusaha tambang) dan polisi seharusnya menindak mereka, ini terbalik. Hukum ini lucu bagi kami yang merupakan petani," kata Koordinator Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK) Rembang, Joko Prianto.

"Kalau kasus ini terus berlanjut dan misal kang Gun sampai ditangkap, siap-siap, orang seluruh Kendeng akan turun," lanjutnya.

Hal senada dikatakan Pengacara Publik LBH Semarang, Cornelius Gea. Ia menyebut pasal yang dikenakan untuk menjerat Gunretno adalah pasal karet.

"Pasal merintangi ini pasal karet yang digunakan oleh pemilik tambang sesuka hati. Selama pemilik tambang merasa aktivitas warga dianggap mengganggu, termasuk yang dilakukan Kang Gun yang hanya melakukan aksi damai, bisa dianggap merintangi," jelasnya.

"Bisa saja polisi tidak menerima laporan ini. Kalau dia tidak menemukan ada bukti yang cukup kuat. Kalau dari peristiwa yang dilakukan Kang Gun, sama sekali tidak ada perbuatan pidana. Jadi seharusnya nggak diterima oleh polisi laporan ini," sambungnya.

Menurutnya, perlindungan terhadap partisipasi masyarakat untuk melindungi lingkungan hidupnya, termasuk keberatan terhadap aktivitas tambang itu tidak hanya berlaku untuk tambang ilegal.

"Legal pun masyarakat punya hak dijamin oleh undang-undang untuk berpartisipasi, seperti yang dilakukan oleh sedulur, melakukan audiensi, penolakan terhadap tambang. Bukan berarti karena legal terus masyarakat nggak punya hak menyampaikan kritiknya terhadap tambang," ujarnya.

Halaman 2 dari 2
(aap/afn)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads