Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (PPK) Universitas Sebelas Maret (UNS) masih melakukan pemeriksaan kasus dugaan pelecehan seksual modus gim truth or dare. Ketua Satgas PPKS, Ismi Dwi Astuti mengatakan pemeriksaan dilakukan terhadap pelapor, korban, terduga pelaku dan saksi.
"Sesuai mekanisme yang diatur dalam permendikbudristek 55/2024 dan peraturan rektor nomor 7 tahun 2025, tata urut pemeriksaan adalah mulai pelapor, kemudian korban, kemudian saksi, baru terlapor," katanya melalui pesan WhatsApp kepada detikJateng, Kamis (4/12/2025).
Ismi mengatakan, pihaknya juga masih meminta keterangan kepada sejumlah pihak yang terlibat dalam dugaan kekerasan seksual. Sejumlah nama-nama yang disampaikan kepada Satgas PPKS juga akan diperiksa. Namun dia belum menyebutkan jumlah pasti terperiksa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sedang dalam proses (meminta keterangan). Nama-nama yang disampaikan dalam laporan ke Satgas akan diperiksa dan dikonfirmasi kebenarannya," ucapnya.
Di sisi lain, pihaknya juga melakukan penanganan korban. Sesuai mekanisme, kata Ismi, pihaknya masih menunggu permintaan dari korban bila membutuhkan psikolog atau tidak.
"Di mekanisme kami, korban bisa dirujuk ke direktorat konseling mahasiswa jika yang bersangkutan menyatakan membutuhkan layanan konseling psikolog," pungkasnya.
Viral Kekerasan Seksual
Sebelumnya diberitakan, kasus dugaan kekerasan seksual dilakukan mahasiswa Universitas Sebelas Maret (UNS) viral. Dugaan tersebut sempat diunggah ke akun media sosial.
Dugaan kekerasan seksual itu dibagikan oleh akun instagram @kentingansantuy yang menceritakan kronologi kejadian kekerasan seksual.
Dari akun tersebut, awalnya korban berada di kos temannya untuk mengerjakan tugas bersama dua orang lainnya. Namun karena teman korban enggan diajak mengerjakan di luar, ia bersama temannya tetap mengerjakan tugas di kos.
"Pada malam hari yang sama, anak-anak dari acara voli ***** ***** yang baru selesai bertanding malam itu datang ke kos tersebut yang merupakan tempat yang sama dimana korban dan teman- temannya sedang kumpul," tulis akun tersebut seperti dikutip detikJateng, Rabu (3/12).
Namun karena sudah terlalu lama dan merasa tidak nyaman mengerjakan skripsi, mereka memutuskan untuk bermain game. Ia mengatakan permainan tersebut dilakukan dalam kondisi sadar.
"Dikarenakan sudah terlalu ramai dan sudah tidak nyaman untuk mengerjakan skripsi, mereka memutuskan bermain game agar suasana tidak terlalu membosankan. Hal ini juga dilakukan tanpa alkohol maupun obat2-an terlarang. Game yang dipilih adalah Truth or Dare (ToD), yang pada ya adalah permainan biasa. Namun tanpa alasan yang jelas, dan tanpa diketahui korban sebelumnya, arah permainan ToD malah berubah menjadi 'dare' yang bernuansa seksual dan mesum," tulisnya.
Dalam cerita tersebut, korban sudah menolak berkali-kali untuk game tersebut. Tapi para pelaku tetap memaksa dan dibuat kalah terus. Para pelaku melecehkan korban dengan dalih sportivitas. Korban yang merasa dilecehkan sempat melawan, namun tetap dipaksa oleh para pelaku.
(aap/apu)











































