Kesetiaan Sukirno Rawat Sejarah Pertempuran 5 Hari Semarang di Atas Panggung

Arina Zulfa Ul Haq - detikJateng
Rabu, 15 Okt 2025 09:37 WIB
Sutrada Pertempuran Lima Hari di Semarang, Stephanus Sukirno, di Tugu Muda, Kecamatan Semarang Selatan, Kota Semarang, Selasa (14/10/2025). Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng
Semarang -

Di balik megahnya pementasan Pertempuran Lima Hari di Semarang, ada sosok yang selama hampir dua dekade tak henti menghidupkan semangat itu di atas panggung. Adalah Stephanus Sukirno (74), sutradara yang telah menggarap pertunjukan ini sejak 2008.

Malam semakin larut di kawasan Tugu Muda Semarang, Kecamatan Semarang Selatan, yang disulap jadi panggung sejarah. Di bawah cahaya lampu sorot, sorak sorai para pemain yang diiringi orkestra makin memeriahkan suasana.

Pentas Pertempuran Lima Hari di Semarang kembali digelar guna merawat ingatan soal kisah perjuangan rakyat Semarang melawan penjajah Jepang pada Oktober 1945 silam.

Sang sutradara yang mengenakan pakaian hitam malam itu didorong di atas kursi rodanya menuju para pemain teater yang berkumpul di belakang panggung.

"Yang nonton kan kalian. Saya nggarap ini itu sudah mulai sekira-kiranya saya punya data 2008. Jadi kalau sekarang ya 18 tahun," kata Sukirno membuka kisahnya usai pementasan, Selasa (14/10/2025).

Dengan suaranya yang lirih ia menuturkan, setiap tahunnya selalu ada hal baru yang ia tambahkan. Ia tak ingin pentas ini berhenti hanya sebagai ritual tahunan, melainkan terus tumbuh bersama riset dan data sejarah yang ia gali.

"Setiap tahun itu saya berusaha untuk menambahi. Misalnya sekarang saya dapat informasi ternyata pasukan yang diturunkan lewat Gajahmungkur itu dihadang sama pejuang namanya Toyib. Dan Toyib itu masih 80-an. Nah, itu kan juga diangkat. Itu orang sini," ujarnya.

Baginya, tokoh-tokoh kecil yang tidak tercatat dalam buku sejarah justru harus mendapat tempat. Salah satunya Oei Tiong Djoe, tokoh yang dulu memberi logistik bagi para pejuang selama lima hari.

"Terus lagi ada eyangnya dr. Grace Merby (Oei Tiong Djoe), dulu ternyata memberi logistik pada semua pejuang. Sekarang orang yang memberi logistik pada waktu itu siapa sih? Yang mau memberi makan itu siapa? Ternyata ada kok. Lima hari kalau nggak ada yang ngasih makan, kan nggak mungkin," tutur Sukirno.

Menurutnya, orang-orang yang menjaga dapur perjuangan dan memberi makan para pejuang juga adalah pahlawan sejati yang juga tak boleh dilupakan.

"Orang-orang kayak gitu itu menurut saya nggak boleh dilupakan, ya," ujarnya tegas.

Dalam prosesnya, Sukirno juga menggali banyak nama besar yang pernah berjasa di masa awal berdirinya Jawa Tengah (Jateng). Jika beberapa tahun lalu ia menonjolkan sosok dr. Kariadi, tahun ini ia memusatkan cerita pada Kanjeng Raden Mas Tumenggung Wongsonegoro, mantan Gubernur Jateng periode 1945-1949.




(apu/ahr)

Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork