Ribuan warga memadati kawasan Tugu Muda, Kota Semarang, malam ini. Mereka datang menyaksikan pementasan teatrikal Pertempuran Lima Hari di Semarang, mengenang perjuangan rakyat Semarang melawan pasukan Jepang pada Oktober 1945.
Acara dimulai dengan upacara di pelataran Tugu Muda, Kelurahan Mugassari, Kecamatan Semarang Selatan. Tepat pada detik-detik pertempuran, sirine meraung bersahutan dengan suara letusan senjata.
Suasana berubah mencekam ketika lampu di sekitar Tugu Muda dipadamkan dan cahaya obor menjadi satu-satunya penerang. Setelah doa bersama, drama teatrikal dimulai.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Para pemain yang telah berdandan ala masyarakat masa penjajahan mulai mengambil posisi. Mereka menggambarkan situasi Semarang setelah proklamasi kemerdekaan, saat semangat rakyat masih berkobar.
Cerita dibuka dengan kegembiraan masyarakat menyambut kabar kemerdekaan. Namun, suasana berubah ketika terdengar kabar tawanan Jepang melarikan diri dari Penjara Bulu.
Ketegangan kemudian memuncak saat reservoir air di daerah Candi diracun, serta Kampung Batik dan Sobokartti dibakar oleh tentara Jepang.
![]() |
Puncak drama kemudian terjadi ketika dr Kariadi, yang berusaha memeriksa kondisi reservoir Candi, dibunuh oleh pasukan Jepang. Peristiwa itu menjadi pemicu ledakan perlawanan rakyat Semarang yang berlangsung selama lima hari penuh.
Meski banyak korban berjatuhan, semangat juang rakyat tak pernah padam hingga akhirnya pertempuran berakhir dengan kemenangan di pihak rakyat Indonesia.
Aksi teatrikal berdurasi sekitar 50 menit itu ditutup dengan pesta kembang api yang memeriahkan langit Tugu Muda, melambangkan kemenangan rakyat Semarang mempertahankan kemerdekaan. Kembang api itu menghiasi langit Semarang dengan warna merah, putih, dan emas.
Ada yang berbeda dari pementasan tahun ini. Tari dan musik orkestra hadir menutup drama teatrikal. Bendera merah putih dikibarkan dengan latar belakang Tugu Muda, membuat penampilan tampak semakin meriah.
Tahun ini, pementasan digarap oleh Stefanus Sukirno, yang sejak 2008 setia menghidupkan kisah heroik ini di setiap peringatan. Ia menyebut, kali ini ada sentuhan baru dengan adanya adegan tambahan serta penguatan penokohan Gubernur Wongsonegoro, tokoh penting yang menurutnya jarang diangkat dalam kisah pertempuran tersebut.
"Saya sebelum ini mengangkat top-nya dr Kariadi. Tapi kemudian ada Wongsonegoro, itu ternyata adalah gubernur benar-benar menurut saya," jelasnya.
"Orang-orang provinsi sendiri banyak yang nggak tahu. Saya tanya, foto di depan Wisma Perdamaian itu siapa? Mereka nggak ngerti. Padahal itu Wongsonegoro," lanjut Sukirno.
Ia memfokuskan cerita pada Gubernur Wongsonegoro untuk mengingatkan perannya kepada masyarakat. Terlebih, ia dinilai menjadi sosok yang mengupayakan perang dengan Jepang.
"Wongsonegoro itu hampir saja malah jadi korban pertempuran 5 hari. Padahal dia dilantik jadi gubernur 13 Oktober, 14 sudah mulai perang. Orang Jawa Tengah kok tidak merasa berutang gitu loh," kata Sukirno.
Bagi Sukirno, penggarapan naskah ini bukan pekerjaan ringan. Dari potongan sejarah sepanjang puluhan menit, ia harus memangkas dan merangkainya menjadi pementasan berdurasi kurang dari satu jam.
"Pertempuran 5 hari itu dulu saya hanya mendapat waktu 7,5 menit. Kita sampai berubah menjadi lama 46 menit dari Gubernur berdiri sebagai Inspektur Upacara sampai musiknya, ini bukan acara tambahan, ini acara peragaan," ujarnya.
Ia mengaku sering berdebat soal durasi. Menurutnya, memangkas cerita bukanlah hal yang mudah. Ia mengaku harus memutar otak setengah mati menyusunnya.
Bagi Sukirno, inti dari pementasan ini bukanlah panjang atau pendeknya waktu, melainkan bagaimana masyarakat memahami kembali makna perjuangan lokal.
"Banyak yang saudara-saudara tadi nggak ngerti jadi ngerti gara-gara ini. Yang ditunggu orang banyak itu bukan seni modernnya, tari-tariannya, tapi peragaannya," ujarnya.
Di tengah panggung, Hafidz Fadhlur Rohman kembali memerankan Wongsonegoro, peran yang ia tekuni bertahun-tahun. Dengan jas abu dan peci hitam khas tokoh Jawa tempo dulu, Hafidz tampil penuh penghayatan.
"Menurutku tahun ini paling berbeda. Ada orkestra dan tari itu jujur kayak nambah feel. Saya meranin Wongsonegoro pun agak kerasa di hati kayak wow, nge-feel banget," ungkapnya.
Ia mengaku sudah berlatih selama sebulan terakhir. Namun, kali ini ia lebih mencari tahu seperti apa sosok Wongsonegoro sehingga bisa lebih mendalami peran.
"Saya nyari tahu Wongsonegoro itu sosoknya seperti apa, referensinya kan memang Wasononegoro pakai penampilan yang seperti itu," ungkapnya.
Menurut Hafizh, tampil langsung di Tugu Muda memberi nuansa yang tak tergantikan. Tak hanya main teater, menurutnya, dengan bergabung dalam drama itu ia bisa belajar menghormati perjuangan.
"Sebagai generasi muda kita harus bisa meneladani sikap-sikap patriotisme. Seperti dr Kariadi yang rela berkorban demi bangsa, walaupun keluarganya atau istrinya itu tidak merelakannya," ujarnya.
Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Tengah, Sumarno, yang hadir malam itu, mengatakan pementasan ini bisa menjadi agenda kebanggaan warga Semarang.
"Dibanding tahun lalu ini jauh lebih meriah dan tadi saya sampaikan ke Bu Wali, ini mungkin juga menjadi salah satu yang bisa ditawarkan untuk destinasi wisata nanti kepada masyarakat dari luar Kota Semarang," tuturnya.
"Tadi malah ada ide juga bagaimana kalau kita mengadakan konser di sini, juga bagus ya, mungkin nanti entah itu jazz atau apa, nanti bisa nanti dengan Bu Wali nanti kita diskusikan lagi," lanjutnya.
Bukan hanya para pemain yang bersemangat. Ribuan warga Semarang turut hadir memenuhi pelataran Tugu Muda hingga trotoar di depan Museum Mandala Bhakti. Banyak yang datang membawa anak-anak mereka, berharap generasi muda mengenal perjuangan kotanya sendiri.
"Setiap tahun saya pasti datang," kata Indah (52), warga Semarang Barat, yang malam itu duduk bersama putrinya di barisan depan.
Ia bercerita, dulu peringatan sempat lebih khidmat dengan efek suara meriam besar yang menggema di seluruh kota.
"Kalau bukan kita yang menjaga ingatan ini, siapa lagi? Ini cara sederhana buat berterima kasih ke pahlawan," tuturnya.
"Yang penting anak-anak tahu. Tahu bahwa Semarang juga punya kisah heroik yang besar. Bukan cuma di Surabaya atau Bandung," lanjutnya.
Simak Video "Video: Kecelakaan Karambol di Tol Gayamsari Semarang, 8 Orang Terluka"
[Gambas:Video 20detik]
(dil/dil)