SPPG Blora Jelaskan soal MoU Minta Sekolah Rahasiakan Keracunan MBG

SPPG Blora Jelaskan soal MoU Minta Sekolah Rahasiakan Keracunan MBG

Achmad Niam Jamil - detikJateng
Jumat, 19 Sep 2025 19:42 WIB
Pembagian Makan Bergizi Gratis (MBG) di salah satu SMP di Blora. Foto diunggah Jumat (19/9/2025).
Pembagian Makan Bergizi Gratis (MBG) di salah satu SMP di Blora. Foto diunggah Jumat (19/9/2025). Foto: Achmad Niam Jamil/detikJateng
Blora -

Adanya perjanjian antara Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) dan sekolah di Blora untuk menjaga kerahasiaan jika terjadi insiden keracunan program makan bergizi gratis (MBG) menjadi sorotan. Koordinator SPPG di Blora, Artika Diannita, memastikan surat perjanjian atau MoU (Memorandum of Understanding) itu sudah direvisi.

"Mou tersebut itu dari awal SPPG yang mengeluarkan. Tapi sudah ada juknis terbaru, isi sudah diubah untuk 2 poin yang dibacakan bapak itu (Subroto)," ucapnya saat diminta konfirmasi detikJateng, Jumat (19/9/2025).

Dia menjelaskan surat itu akan diedarkan SPPG kepada sekolah sasaran sebelum dapur berjalan. Hal itu dilakukan sembari berkoordinasi terkait teknis pelaksanaan distribusi MBG.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"MoU diberikan oleh kepala dapur yang bertugas di SPPG tertentu, datang ke sekolah yang menjadi sasarannya. Untuk konfirmasi data siswa dan disertai MoU. Masuk jam berapa, terkait pengiriman, itu disesuaikan dari pihak sekolah," bebernya.

ADVERTISEMENT
Surat perjanjian terbaru tanpa pasal merahasiakan keracunan jika terjadi MBG.Surat perjanjian terbaru tanpa pasal merahasiakan keracunan jika terjadi MBG. Foto: Dok Koordinator SPPG Blora Artika Diannita

Namun, saat ini surat MoU itu sudah direvisi dengan mengganti sejumlah poin yang ada. Artika juga mengirim surat MoU terbaru itu kepada detikJateng.

Surat itu tertuang dalam SK Nomor 63 Tahun 2025 Tentang Juknis Banper Program MBG yang ditandatangani oleh Kepala Badan Gizi Nasional Dadan Hidayana per 1 September. Tak ada lagi pasal kerahasiaan. Poin itu diganti dengan klausul:

Apabila terjadi kejadian luar biasa seperti keracunan, ketidaklengkapan, atau kondisi lain yang dapat mengganggu kelancaran pelaksaanaan program ini, maka Pihak Pertama dan Pihak Kedua berkomitmen untuk menyelesaikan secara internal dan menemukan solusi terbaik untuk menyelesaikan masalah tersebut. Kedua belah pihak sepakat untuk saling berkomunikasi dan bekerjasama untuk mencari solusi terbaik demi kelangsungan program ini.

Artika menyatakan telah meminta kepada seluruh SPPI untuk mengganti MoU sesuai dengan juknis terbaru. Artika juga menyebut selama ini tak ada kasus keracunan yang terjadi di Blora.

"Di MoU terbaru, tidak merahasiakan, melainkan adalah diselesaikan secara internal antara pihak sekolah dan SPPI apabila terjadi KLB (kejadian luar biasa) kita langsung membawanya ke layanan kesehatan," jelasnya.

"Aku sebagai korwil sudah menginstruksikan ke seluruh SPPI untuk mengganti MoU sesuai dengan format terbaru di juknis. Isi sudah dirubah untuk 2 poin yang dibacakan bapak itu," sambungnya.

Selain itu, pasal agar sekolah mengganti Rp 80 ribu jika alat makan rusak juga sudah diganti. Dalam format terbaru tak diterangkan nominal harga, namun tetap harus mengganti sesuai dengan harga alat makan yang rusak atau hilang.

"MoU bayar 80 ribu. MoU sudah ada format terbaru, sudah direvisi, kita sudah ada penarikan dan menggantikan dengan MoU yang terbaru," jelasnya.

Diberitakan sebelumnya, terdapat sebuah Video yang menampilkan adanya perjanjian agar sekolah di Blora merahasiakan keracunan dari program Makan Bergizi Gratis (MBG) beredar di media sosial. Video itu diambil saat rapat di DPRD Blora.

Dalam video yang beredar, nampak Ketua Komisi D DPRD Blora Subroto mengkritik adanya perjanjian antara SPPG dan pihak sekolah. Perjanjian yang dimaksud di antaranya ialah sekolah yang diminta mengganti Rp 80 ribu jika ada tempat makan rusak dan agar sekolah merahasiakan jika ada risiko termasuk keracunan dalam program MBG.

Subroto mengkritik beberapa poin dalam surat perjanjian tersebut. Terdapat isi perjanjian yang dinilai tidak pantas yaitu ketika adanya terjadi problem tidak diperbolehkan diviralkan. Harus diselesaikan secara internal.

"Kemudian perjanjian, apabila ada komplain, ada keracunan, basi, ada makanan yang tidak dimakan dan tidak layak itu tidak diperbolehkan diunggah di medsos, tidak boleh difoto. Cukup dibicarakan secara kekeluargaan. Terus yang bicara itu harus siapa? Karena tidak ada pengawasannya," bebernya.

Baca selengkapnya di halaman berikutnya...

Sebagaimana informasi yang diterima detikJateng, ada 3 dari 9 poin yang dinilai bermasalah yakni poin 5, 6, dan 7, yakni:

5. Apabila terdapat kerusakan dan atau kehilangan alat makan (tutup, dan tray tempat makan) Pihak Kedua diwajibkan untuk mengganti atau membayar seharga satu paket tempat makan (Rp. 80.000,-/pcs) sesuai dengan jumlah kerusakan atau kehilangan.

6. Apabila terjadi force majeure, pengiriman makanan dan proses pengembalian alat serta tempat makan dilakukan setelah situasi stabil.

7. Apabila terjadi Kejadian Luar Biasa / force majeure, seperti keracunan, ketidaklengkapan paket makanan, atau kondisi lain yang dapat mengganggu kelancaran pelaksanaan program ini, Pihak Kedua berkomitmen untuk menjaga kerahasiaan informasi hingga Pihak Pertama menemukan solusi terbaik untuk menyelesaikan masalah tersebut. Kedua belah pihak sepakat untuk saling berkomunikasi dan bekerja sama dengan mencari solusi terbaik demi kelangsungan program ini.

Halaman 2 dari 2
(afn/apl)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads