Siswa Baru SMAN 1 Purwokerto Diduga Jadi Korban Bullying Saat MPLS

Siswa Baru SMAN 1 Purwokerto Diduga Jadi Korban Bullying Saat MPLS

Anang Firmansyah - detikJateng
Jumat, 08 Agu 2025 20:46 WIB
Orang tua murid baru SMAN 1 Purwokerto diduga korban bullying saat ditemui di rumahnya, Kecamatan Purwokerto Selatan, Banyumas, Jumat (8/8/2025).
Orang tua murid baru SMAN 1 Purwokerto diduga korban bullying saat ditemui di rumahnya, Kecamatan Purwokerto Selatan, Banyumas, Jumat (8/8/2025). Foto: Anang Firmansyah/detikJateng
Banyumas -

Seorang siswa baru SMAN 1 Purwokerto, Kabupaten Banyumas, berinisial DP (16), diduga jadi korban bullying atau perundungan. Peristiwa ini disebut terjadi pada saat Massa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) pertengahan bulan Juli lalu.

Orang tua DP, Asiyah (48), mengatakan peristiwa ini bermula saat anaknya pulang sekolah pada Selasa (15/7) lalu. Sepulang sekolah DP masih bisa berkomunikasi.

"Setelah pulang sekolah hari Selasa (15/7) masih normal. Tapi ini dia malamnya aneh ga mau ngomong, kayak ketakutan gitu tahu-tahu," kata Asiyah saat ditemui di kediamannya Kecamatan Purwokerto Selatan, Jumat (8/8/2025) sore.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut dia, anaknya merupakan anak yang periang. Hanya saja sepulang sekolah itu anaknya jadi berbeda. Saat diajak komunikasi tidak merespons dan seolah ketakutan.

ADVERTISEMENT

"Biasanya ditanya suruh makan itu menjawab, tapi ini nggak jawab. Terus paginya sempat muntah. Tak tanyain kenapa malah menggigil, nggak kayak biasanya, tidak ceria," terangnya.

Saat ditanya oleh dirinya DP tidak mau menjawab. Tapi saat berkomunikasi dengan budenya, DP sempat memberikan jawaban kalau telah menjadi korban pemukulan rekan kelompoknya di sekolah.

"Waktu ditanya sama budenya Rabu pagi. Itu nangis, terus ngomongnya habis dipukul bagian perut sama teman kelompoknya 3 orang waktu MPLS. Dalam satu kelompok itu ada 36 orang," jelas dia.

Karena khawatir terjadi apa-apa, Asiyah memutuskan untuk membawa anaknya ke RS DKT Purwokerto. Di situ anaknya harus menjalani rawat inap selama 4 hari.

"Dibawa ke DKT waktu Rabu malam. Kondisinya kayak ketakutan, cemas. Setelah diperiksa diagnosisnya ada radang otak," ungkap dia.

Usai dilakukan perawatan selama 4 hari, kondisi DP tidak berubah. Ia kemudian dirujuk ke RSUD Margono Soekarjo Purwokerto untuk menjalani perawatan lebih intensif.

"Tapi waktu diperiksa Margono katanya tidak ada apa-apa. Di Margono ke poli anak. Waktu di sana dia berontak terus. Dirawat 12 hari dan baru pulang hari Sabtu (2/8) kemarin," ujarnya.

Dengan adanya kejadian ini, pihak sekolah menurut Asiyah sudah pernah menengok beberapa kali. Seperti saat dirawat di RS DKT, tapi saat gurunya datang malah teriak ketakutan.

"Waktu di DKT sempat ditengok guru. Tapi dia malah takut teriak-teriak kayak gitu," akunya.

Ia menduga kondisi anaknya seperti ini karena mengalami trauma. Sebab DP tidak memiliki riwayat penyakit sebelum kejadian ini.

"Di SMP tidak pernah ada masalah juga. Kalau riwayat penyakit, waktu kecil paling itu dia pernah kejang. Tapi, setelah itu nggak ada keluhan sampai sekarang. Ini setelah dirawat kata dokter suruh pulih dulu. Jangan ketemu banyak orang. Dia kayak trauma gitu," kata dia.

Dengan adanya peristiwa ini, ia meminta agar pihak sekolah bisa mengusut dugaan tindakan bullying. Ia meminta keadilan agar anaknya bisa kembali pulih.

"Saya minta keadilan buat anak saya. Untuk dilacak sama pelakunya," tegasnya.

Sementara itu, Kepala SMAN 1 Purwokerto, Tjaraka Tjunduk Karsadi, menyatakan pihaknya akan mengusut kasus ini. Hanya saja pihak sekolah terkendala komunikasi dengan DP.

"Ini yang buat kita kebingungan untuk melangkah. Karena anaknya tidak bisa ditanya. Kami masih mau mencari informasi apakah terjadi bullying atau tidak. Sampai saat ini kami belum bisa menyimpulkan apapun," ujarnya.

Sejauh ini pihak sekolah telah melakukan upaya mencari informasi dengan meminta keterangan dari panitia MPLS maupun guru-guru.

"Sampai saat ini tidak ada yang merasa melakukan dan melihat kejadian itu. Ini tidak ada yang harus ditutup-tutupi. Ini posisinya tidak mudah. Karena anak juga tidak bisa ditanyai," katanya.

Selain itu pihak sekolah juga telah memeriksa sejumlah CCTV. Tapi pihaknya kesulitan karena minimnya informasi kejadian ini.

"Kami juga sudah cek CCTV, cuma kami kan memiliki keterbatasan waktu dan kemampuan. Sejauh ini setelah dicek itu kami tidak menemukan (adanya dugaan bullying)," jelasnya.

Tjaraka menjelaskan pada saat kegiatan MPLS seluruh siswa dikumpulkan jadi satu di bangsal. Mereka dibagi menjadi beberapa kelompok dan mengikuti kegiatan materi.

"Kegiatan hari pertama dan kedua itu, secara umum kegiatannya ceramah-ceramah. Misal dari kepolisian tentang hukum, ada materi juga soal bebas perundungan. Acaranya jadi 1 tempat di bangsal dibagi per kelompok. Itu acaranya 5 hari," pungkasnya.




(apu/afn)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads