Sederet Kesaksian Zara Senior PPDS Undip di Sidang Kasus Kematian dr Aulia

Sederet Kesaksian Zara Senior PPDS Undip di Sidang Kasus Kematian dr Aulia

Tim detikJateng - detikJateng
Kamis, 07 Agu 2025 10:22 WIB
Terdakwa Zara Yupita Azra memberi kesaksian dalam sidang kasus PPDS Anestesi Undip, di PN Semarang, Kecamatan Semarang Barat, Kota Semarang, Rabu (6/8/2025).
Terdakwa Zara Yupita Azra memberi kesaksian dalam sidang kasus PPDS Anestesi Undip, di PN Semarang, Kecamatan Semarang Barat, Kota Semarang, Rabu (6/8/2025). Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng
Semarang -

Senior mendiang dr Aulia, Zara Yupita Azra, dihadirkan sebagai saksi kasus perundungan dan pemerasan di PPDS Anestesi Undip di RSUP dr Kariadi. Dalam kesaksiannya, Zara membenarkan adanya pungutan hingga tekanan dari senior terhadap junior.

Zara dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa untuk Terdakwa Taufik Eko Nugroho dan Sri Maryani di PN Semarang, Rabu (6/8/2025). Diketahui Zara merupakan Angkatan 76 yang merupakan senior langsung mendiang dr Aulia yang ada di Angkatan 77.

Zara mengungkap adanya budaya perundungan di PPDS Anestesi Undip di RSUP dr Kariadi. Dihimpun detikJateng, berikut sederet kesaksiannya:

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jam Kerja Melelahkan

Jaksa mulanya menanyakan terkait kondisi emosional Zara saat menjadi mahasiswa PPDS. Di sana, Zara menyatakan jika dirinya sendiri sebenarnya trauma karena jam kerja pandang dan beban kerja tinggi. Selain itu, dia juga merasa sering ditekan secara emosional.

"Saya ada trauma sih. Kondisinya kita jam kerja panjang, beban kerja tinggi. Jadi kalau saya seperti itu, saya lelahnya luar biasa," kata Zara di hadapan ketua majelis hakim Djohan Arifin.

ADVERTISEMENT

"Capeknya luar biasa. Ditekan secara emosional. Pasti yang keluar kan nggak mungkin sesuatu yang bagus," lanjut Zara sambil menangis.

Senior Langsung Oper Tugas ke Junior

Zara menceritakan angkatan baru PPDS langsung mendapat operan tugas dari angkatan di atas mereka. Hal itu juga dia rasakan saat baru menjadi residen.

"Kebetulan kita operannya sesuai divisi, ada divisi logistik, transportasi, ilmiah, keagamaan, olahraga. Kebetulan saya di divisi ilmiah. Di divisi ilmiah ada beberapa operan tugas yang dioperkan ke kita, adik-adik," ungkapnya.

Tugas-tugas itu dikerjakan dengan memakai jasa joki yang bisa memakan biaya Rp 25-40 juta per semester. Dia merasa harus menggunakan joki karena membutuhkan waktu istirahat.

"Kita pakai jasa joki karena kita mau istirahat. Saya sama teman saya, tugas ilmiahnya kami lempar ke joki. (Berapa biayanya?) Per semester Rp 25-40 juta, satu residen per bulan," kata Zara.

Ada Pungutan Rp 80 Juta

Ia juga mengakui adanya biaya operasional pendidikan (BOP) sebagai pungutan dana tak resmi sebesar Rp 80 juta. Ia mengklaim tidak tahu aliran uang tersebut disampaikan ke mana setelah dikumpulkan oleh bendahara angkatan.

"Katanya untuk biaya CBT, OSCE, komprehensif, penelitian, publikasi, sampai tesis. Kalau ada sisanya dikembalikan," tutur Zara.

Angkatan Semester 2 Juga Dihukum Seniornya

Zara juga mengakui sebagai senior dirinya pernah marah-marah terhadap juniornya. Dia menyebut bukan hanya dirinya yang melakukan itu.

"Jujur saya nggak pernah marah-marah, teriak. Emang ngomongnya kasar, 'jangan diulangi lah, jangan bodoh, jangan goblok'. Kalau laki-laki mungkin ada yang marah-marah," ujarnya.

Ia menyebut dalam sistem PPDS anestesi, jika seorang junior melakukan kesalahan, maka seniornya ikut menanggung akibat.

"Hukumannya untuk semester 2 biasanya paling sering tambah jaga dan jaga full tiap harinya, atau last man (keluar terakhir), atau menanggung pekerjaan semester 1 kalau tidak beres," kata dia.

"Biasanya dari senior meminta untuk membereskan adik-adik, artinya dikumpulkan, dievaluasi bersama, itu mengurangi istirahat kami, jadi sama-sama dihukum," lanjutnya.

Evaluasi dilakukan secara rutin, bahkan tengah malam. Evaluasi berlangsung sekitar 1-2 jam. Kata Zara, para residen akan diminta berdiri dan difoto.

"Marah-marah itu pasti ada," tambahnya.

Jelaskan soal Makan Prolong

Kepada majelis hakim, Zara juga menjelaskan soal praktik makan prolong. Dia mengatakan makanan untuk seluruh residen PPDS semester 1-8 ditugaskan kepada residen semester 1 termasuk soal biaya.

"Pembiayaan nggak pernah kita arahkan, tugasnya saja, semester satu siapkan makan prolong. Faktualnya dari kantong mahasiswa semester satu untuk membiayai seluruh residen semester 1-8," ungkapnya.

Zara akui beri tekanan ke junior di halaman selanjutnya...

Akui Beri Tekanan ke Junior

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Sandhy Handika juga menyampaikan bukti jika Zara menekan juniornya. Bukti isi pesan dari grup WhatsApp yang pernah dikirimkan Zara itu turut dibacakan di persidangan.

"'Sudah pada pintar sampai berani nggak respon. 4 tahun kalian sama aku. Kalian senggol aku, kalian respon masih jelek. Kupersulit hidup kalian selama masih di anastesi'," kata Sandhy.

"Ku persulit hidupmu sampai kamu keluar dari anastesi. Sampai bulan depan full biru satu bulan, semua mati nggak hanya Risma," ungkapnya.

Zara membenarkan isi pesan tersebut. Ia mengatakan pesan itu dikirimnya karena angkatan dr Aulia yang sering melakukan kesalahan.

"Ya, secara umumnya memang pasti waktu itu kondisinya saya semester 2 dan adik-adik saya sudah masuk semester 1-nya angkatan 77, yaitu Almarhum sama angkatannya. Almarhum dan angkatannya itu semuanya banyak yang melakukan kesalahan, nggak semuanya. Kebanyakannya melakukan kesalahan yang sudah berulang kali," tutur Zara.

"Kami sudah ajarin berulang kali dengan cara yang baik, tapi masih juga salah, salah, salah, salah. Setiap hari sampai kami bergantian dapat hukuman kakak-kakak angkatan kami," lanjutnya.

Ia menegaskan kesalahan angkatan 77 sudah terlampau banyak. Karena dirinya juga mendapat hukuman dari seniornya, lanjut Zara, kalimat itu pun keluar dalam kondisi marah dan tekanan mental tinggi.

"Angkatan saya juga kena hukum bertubi-tubi. Saya marah, itu hanya ucapan saya saat marah, tapi saya tidak ada maksud untuk mematikan. Tidak. Maksudnya kalau kalian capek, kami juga capek menanggung masalah kalian," kata dia.

Sebelumnya diberitakan, sidang perdana kasus PPDS Undip telah dilaksanakan Senin (26/5). Terdakwa Taufik Eko Nugroho dan Sri Maryani yang memungut BOP sebesar Rp 80 juta per mahasiswa didakwa melanggar Pasal 368 ayat (1) KUHP tentang Pemerasan dan Pasal 378 KUHP tentang penipuan.

Sementara Terdakwa Zara, yang merupakan senior sekaligus 'kambing' alias kakak pembimbing angkatan Aulia, didakwa melakukan pemaksaan dan pemerasan terhadap juniornya di PPDS Anestesi Undip. Atas perbuatannya, Zara didakwa melanggar Pasal 368 ayat (1) KUHP tentang Pemerasan dan Pasal 335 ayat (1) KUHP tentang Pemaksaan dengan Kekerasan.

Halaman 2 dari 2
(afn/ams)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads