Terdakwa Zara Yupita Azra mengakui mengirim chat bernada ancaman terhadap angkatan dr Aulia Risma, mahasiswa PPDS Anestesi Undip yang telah meninggal. Chat itu mengancam akan mempersulit hidup dr Aulia dan angkatannya. Ini alasannya.
"Ya, secara umumnya memang pasti waktu itu kondisinya saya semester 2 dan adik-adik saya sudah masuk semester 1-nya angkatan 77, yaitu Almarhum sama angkatannya. Almarhum dan angkatannya itu semuanya banyak yang melakukan kesalahan, nggak semuanya. Kebanyakannya melakukan kesalahan yang sudah berulang kali," kata Zara dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Rabu (6/8/2025).
"Kami sudah ajarin berulang kali dengan cara yang baik, tapi masih juga salah, salah, salah, salah. Setiap hari sampai kami bergantian dapat hukuman kakak-kakak angkatan kami," sambungnya. Sidang itu dipimpin Ketua Majelis Hakim Djohan Arifin.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam sidang, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Sandhy Handika membacakan isi pesan dari grup WhatsApp yang pernah dikirimkan Zara. Dalam pesan yang ditujukan kepada angkatan 77 PPDS Anestesi Undip, Zara mengancam akan mempersulit hidup para juniornya.
"'Sudah pada pintar sampai berani nggak respon. 4 tahun kalian sama aku. Kalian senggol aku, kalian respon masih jelek. Kupersulit hidup kalian selama masih di anastesi'," ucap Sandhy menirukan pesan yang dikirimkan Zara sebagai Angkatan 76.
"Ku persulit hidupmu sampai kamu keluar dari anastesi. Sampai bulan depan full biru satu bulan, semua mati nggak hanya Risma," lanjut JPU Sandhy.
Zara Klaim Kesalahan Angkatan dr Aulia Terlampau Banyak
Zara mengklaim kesalahan Angkatan 77 sudah amat banyak. Zara mengaku kalimat tersebut keluar dalam kondisi dirinya marah dan tekanan mental tinggi karena dia mendapat hukuman dari para seniornya.
"Angkatan saya juga kena hukum bertubi-tubi. Saya marah, itu hanya ucapan saya saat marah, tapi saya tidak ada maksud untuk mematikan. Tidak. Maksudnya kalau kalian capek, kami juga capek menanggung masalah kalian," kata dia.
JPU Sandhy kemudian bertanya kondisi emosional Zara saat masih jadi mahasiswi PPDS Anestesi di mana dia kerap dimarahi senior. Zara mengungkapkan dirinya trauma.
"Saya ada trauma sih. Kondisinya kita jam kerja panjang, beban kerja tinggi. Jadi kalau saya seperti itu, saya lelahnya luar biasa," kata Zara.
"Capeknya luar biasa. Ditekan secara emosional. Pasti yang keluar kan nggak mungkin sesuatu yang bagus," lanjut Zara sambil menangis.
Kendati demikian, Zara mengaku tak ada mahasiswa yang menyampaikan hal tersebut kepada Kepala Program Studi, yakni Terdakwa Taufik Eko Nugroho.
"(Terdakwa Taufik tahu?) Saya tidak tahu," ungkapnya.
Kesalahan Junior Jadi Tanggung Jawab Senior
Zara melanjutkan, di PPDS Anestesi Undip, kesalahan yang diperbuat junior harus ditanggung senior setingkat di atasnya. Karena itu, senior pun turut merasakan hukuman.
"Hukumannya untuk semester 2 biasanya paling sering tambah jaga dan jaga full tiap harinya, atau last man (keluar terakhir), atau menanggung pekerjaan semester 1 kalau tidak beres," tuturnya.
"Biasanya dari senior meminta untuk membereskan adik-adik, artinya dikumpulkan, dievaluasi bersama, itu mengurangi istirahat kami, jadi sama-sama dihukum," lanjutnya.
Ia juga mengaku sempat memarahi adik tingkatnya, termasuk mendiang Aulia, tapi ia membantah telah melakukan kekerasan verbal berlebihan.
"Jujur saya nggak pernah marah-marah, teriak. Emang ngomongnya kasar, 'jangan diulangi lah, jangan bodoh, jangan goblok'. Kalau laki-laki mungkin ada yang marah-marah," ujarnya.
Sebelumnya diberitakan, sidang perdana kasus PPDS Undip telah dilaksanakan Senin (26/5/2025). Terdakwa Taufik Eko Nugroho dan Sri Maryani yang memungut BOP sebesar Rp 80 juta per mahasiswa didakwa melanggar Pasal 368 ayat (1) KUHP tentang Pemerasan dan Pasal 378 KUHP tentang penipuan.
Sementara Terdakwa Zara, yang merupakan senior sekaligus 'kambing' alias kakak pembimbing angkatan Aulia, didakwa melakukan pemaksaan dan pemerasan terhadap juniornya di PPDS Anestesi Undip. Atas perbuatannya, Zara didakwa melanggar Pasal 368 ayat (1) KUHP tentang Pemerasan dan Pasal 335 ayat (1) KUHP tentang Pemaksaan dengan Kekerasan.
(apu/dil)