Curhat Pilu dr Aulia soal Bullying PPDS Undip: Maafkan Aku yang Menyerah

Curhat Pilu dr Aulia soal Bullying PPDS Undip: Maafkan Aku yang Menyerah

Tim detikJateng - detikJateng
Kamis, 07 Agu 2025 11:46 WIB
Terdakwa Zara Yupita Azra memberi kesaksian dalam sidang kasus PPDS Anestesi Undip, di PN Semarang, Kecamatan Semarang Barat, Kota Semarang, Rabu (6/8/2025).
Terdakwa Zara Yupita Azra memberi kesaksian dalam sidang kasus PPDS Anestesi Undip, di PN Semarang, Kecamatan Semarang Barat, Kota Semarang, Rabu (6/8/2025). Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng
Solo -

Curahan hati dr Aulia Risma, residen Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Prodi Anestesi Universitas Diponegoro (Undip), dalam diiarinya dibacakan dalam persidangan. Terungkap dalam salah satu tulisannya, dia menyatakan keinginan untuk menyerah terkait dugaan perundungan (bullying) yang dialami.

Diari itu dibacakan JPU dalam sidang kasus dugaan perundungan dan pemerasan PPDS Undip di Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Kecamatan Semarang Barat, Kota Semarang. Sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Djohan Arifin itu menghadirkan Terdakwa Zara sebagai saksi mahkota.

Dalam diari itu, dr Aulia menulis dirinya selalu bersabar dan berharap kepada pertolongan Tuhan. Namun, dia merasa bahwa Tuhan membiarkannya. Bahkan, dia mengucapkan permintaan maaf dan keinginannya menyerah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Apa Tuhan membenciku? Aku sudah bersabar, Tuhan. Aku selalu menjerit mohon pertolongan karena tapi kenapa aku dibiarkan? Aku hanya manusia biasa. Tulang terasa amat sangat sakit setiap pulang," urai dr Aulia seperti dibacakan JPU, Rabu (6/8/2025).

ADVERTISEMENT

"Aku tidak sanggup lagi meneruskan sakit ini. Aku mohon maafkan aku. Maafkan aku yang menyerah. Aku sudah berjuang, aku sudah sangat berusaha. Aku mohon, aku mohon aku sudah tidak sanggup lagi bila harus menanggung lebih lama lagi," sambungnya.

Mendengar itu, Zara yang duduk di kursi saksi hanya bisa menunduk. Ia tampak terdiam saat mendengar tulisan dr Aulia yang menggambarkan penderitaan fisik maupun psikisnya selama menjalani pendidikan sebagai residen PPDS Anestesi Undip di RSUP Dr Kariadi Semarang.

"Aku lelah dengan semua kalau Mas tahu. Jalannya masih sangat panjang. Mas tahu ini sangat berat banget buat aku. Aku minta maaf. Aku yang terlalu lemah. Aku sudah berusaha semampuku, tapi sampai kapan aku harus pulang ataupun bekerja dengan berurai air mata? Aku sakit, aku sakit di pandang sebelah mata setiap hari," tutur Aulia dalam tulisan yang ia tujukan kepada seorang lelaki.

Ungkap Ingin Berhenti

Ia mengaku dalam tulisannya, dirinya tidak diperlakukan sebagai manusia dan tak disapa. Ia juga mengeluhkan punggungnya yang sakit, tetapi orang-orang tidak ada yang peduli.

"Aku yang menahan sakitnya, aku masih bisa, masih harus bekerja. Seperti seolah aku orang sehat. Aku ingin tenang. Aku ingin penyiksaan ini berakhir. Tuhan, ampuni hamba-Mu, Tuhan," kata JPU membacakan diari dr Aulia.

Masih dalam tulisan tersebut, Aulia mengaku dia menangis setiap malam karena harus menanggung rasa sakit tiap harinya. Ia juga berkata, dirinya lelah dan tidak bisa menunggu lebih lama lagi.

"Aku tidak bisa menunggu lebih lama lagi dengan berurai air mata. Kalau nanti aku nggak ada, maafkan perbuatanku selama ini. Aku sayang sama kamu. Maafin aku. Tolong jangan lupakan aku terlalu cepat. Semoga kamu mendapat penggantiku dengan lebih baik," kata JPU membacakan diari tersebut.

"Aku masih ingin melakukan banyak hal untuk hidupku, untuk Mas untuk keluargaku. Tetapi rasa sakitnya begitu besar. Setiap hari kadarnya tidak berkurang. Aku hanya ingin tidak sakit lagi. Aku hanya ingin tidak menangis lagi. Aku ingin hidup sebagai manusia biasa. Semoga kita dipertemukan lagi. Semoga Tuhan mengampuni aku," sambungnya.

Dalam tulisan bertanggal 5 Juli 2024, JPU membacakan kalimat bagaimana Aulia ingin menyudahi pendidikan PPDS yang dijalaninya, karena menurutnya sangat menyakitkan.

"Satu semester aku berjuang di sini, terlalu berat untukku. Sakit sekali, beban fisiknya begitu besar. Aku ingin berhenti. Sakit sekali, sungguh sakit. Rasanya masih sama, aku ingin berhenti. Aku tidak sanggup setiap hari bekerja seperti ini," kata dia.

Selengkapnya baca halaman berikutnya:

Pengakuan Zara

Seusai diari dibacakan, JPU Sandhy Handika bertanya mengenai kondisi sosial Aulia selama pendidikan kepada Zara. Termasuk, dugaan pengabaian seperti yang diuraikan almarhumah dalam tulisannya.

Zara menyebut mendiang cenderung kerap menarik diri dari teman-temannya.

"Almarhum cenderung menarik diri dan dia hanya curhat ke satu chief saja. Tidak dekat dengan teman-temannya," kata Zara.

Zara mengaku tidak tahu pasti apakah yang dirasakan Aulia sebagai pengabaian benar-benar terjadi atau tidak. Namun ia tidak menampik jika banyak residen lain juga mengalami tekanan psikis, bahkan sampai mengalami depresi.

"Karena beberapa teman saya ngobrol, kakak kelas saya di angkatan 74, di angkatan adik saya, ada (yang depresi). Bahkan saya pun pada saat skrining, saya jujur awal 2024 itu juga dikontak pihak rekam medis. Saya saya termasuk salah satu di situ," ugkapnya.

Sebelumnya diberitakan, sidang perdana kasus PPDS Undip telah dilaksanakan Senin (26/5/2025). Terdakwa Taufik Eko Nugroho dan Sri Maryani yang memungut BOP sebesar Rp 80 juta per mahasiswa didakwa melanggar Pasal 368 ayat (1) KUHP tentang Pemerasan dan Pasal 378 KUHP tentang penipuan.

Sementara Terdakwa Zara, yang merupakan senior sekaligus 'kambing' alias kakak pembimbing angkatan Aulia, didakwa melakukan pemaksaan dan pemerasan terhadap juniornya di PPDS Anestesi Undip. Atas perbuatannya, Zara didakwa melanggar Pasal 368 ayat (1) KUHP tentang Pemerasan dan Pasal 335 ayat (1) KUHP tentang Pemaksaan dengan Kekerasan.

Halaman 2 dari 2
(apu/ams)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads