Kepala Bidang Preservasi I BPJN Jawa Tengah-DIY, Tri Bakti Mulianto, mengatakan, BPJN sangat memahami dan memperhatikan persoalan banjir rob yang sudah berlangsung bertahun-tahun, khususnya di Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak.
"Kondisi ini tidak hanya mengganggu kelancaran lalu lintas, tetapi juga berdampak pada aktivitas sosial dan ekonomi masyarakat," kata Tri saat dihubungi detikJateng, Selasa (27/5/2025).
BPJN juga menanggung kerugian cukup besar akibat rob yang terus terjadi, mulai dari kerusakan jalan hingga peningkatan biaya pemeliharaan. Kerusakan jalan nasional imbas rob itu akhirnya membebani anggaran pemeliharaan jalan nasional.
"Ada kerusakan struktur jalan akibat genangan air laut yang korosif dan merusak aspal, peningkatan biaya pemeliharaan karena genangan membuat jalan cepat rusak dan berlubang, gangguan lalu lintas berdampak pada eifisiensi distribusi logistik nasional, dan percepatan kebutuhan rekonstruksi yang akhirnya membebani anggaran pemeliharaan jalan nasional," paparnya.
Namun, menurutnya, banjir rob bukan hanya persoalan jalan rusak atau genangan semata, melainkan masalah kompleks yang membutuhkan penanganan lintas sektor. Secara teknis, kata Tri, banjir rob disebabkan kombinasi dari penurunan muka tanah, kenaikan muka air laut, dan terbatasnya kapasitas drainase.
"Di kawasan pesisir seperti Sayung, penurunan muka tanah bisa mencapai lebih dari 10 sentimeter (cm) per tahun, sedangkan kenaikan muka air laut terus berlangsung akibat perubahan iklim global," jelasnya
"Kontur wilayah Semarang bagian selatan yang berupa perbukitan turut menjadi faktor, karena saat hujan lebat, air dari atas mengalir dengan sangat cepat ke bawah atau pesisir, yang memperbesar beban debit air di wilayah dataran rendah, seperti Sayung," lanjutnya.
Tri menuturkan, BPJN telah melakukan sejumlah upaya seperti peninggian jalan di titik-titik kritis, pemasangan pompa air, perbaikan drainase, hingga penggunaan material beton yang lebih tahan air.
"Peninggian badan jalan di titik-titik kriris, seperti ruas Jalan Kaligawe (Semarang) secara bertahap kita lakukan peninggian, begitu juga di Demak," tuturnya.
"Pemasangan pompa air bekerjasama dengan DPU Kota Semarang dan Balai Besar Wilayah Sungai Pemali Juana, dan perbaikan drainase jalan juga sudah," imbuh dia.
Upaya tersebut diakui belum cukup. Sebab, masalah rob bukan hanya urusan jalan nasional. Kendala utamanya, yakni kompleksitas permasalahan yang tidak hanya tanggung jawab satu instansi.
"Tidak hanya tanggung jawab satu instansi saja. Penanganan banjir rob memerlukan kolaborasi lintas sektor dari infrastruktur jalan, sistem polder, normalisasi sungai, tanggul laut, tata ruang wilayah," urainya.
"Di sisi lain, keterbatasan anggaran, pembebasan lahan, dan kondisi sosial masyarakat juga menjadi tantangan dalam percepatan penyelesaian," sambungnya.
Terkait warga yang terdampak, Tri menyebut hingga saat ini belum ada skema kompensasi khusus bagi warga korban rob, kecuali yang lahannya terdampak pembangunan dan memang memerlukan relokasi atau pembebasan lahan.
Saat ini, salah satu solusi jangka panjang yang sedang berjalan adalah pembangunan Jalan Tol Semarang-Demak Seksi 1, yang terintegrasi dengan tanggul laut. Dia berharap proyek ini bisa menjadi penanganan permanen banjir rob di kawasan Pantura bagian timur.
(afn/apu)