Setiap Hari Raya Lebaran, Wonogiri menjadi salah satu daerah paling ramai di Jawa Tengah. Ribuan warga yang pergi merantau, biasa disebut sebagai kaum boro, ramai-ramai mudik menengok kampung halaman.
Sejak puluhan tahun silam warga di Wonogiri memilih merantau meninggalkan kampung halamannya yang dahulu dikenal gersang. Meski kini kabupaten itu memiliki Waduk Gajah Mungkur yang cukup besar, tradisi merantau tetap berlanjut.
Ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) Komisariat Wonogiri, Dennys Pradita, mengatakan kaum Boro ini ada sejak puluhan tahun yang lalu. Mereka merantau karena adanya tuntutan ekonomi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Itu kan karena ada tuntutan ekonomi. Jadi ketika daerah asal tidak bisa memberikan kehidupan yang layak, mereka bekerja ke tempat lain, dan mencari kehidupan yang layak," kata Dennys saat dihubungi detikJateng, Kamis (27/3/2025).
Dennys mengaku pernah membuat riset mengenai Kaum Boro. Kebanyakan warga merantau di usia yang cukup belia. Saat mereka telah lulus dari SMA, mereka akan merantau, mayoritas ke Jakarta dan sekitarnya.
"Pemuda-pemudanya tertarik untuk merantau ketika lulus SMA atau setelah perguruan tinggi. Memilih untuk merantau daripada bertahan hidup di daerahnya," ucapnya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan, para pemuda di Wonogiri memilih untuk mengadu nasib di kota lain ketimbang dianggap pasrah menerima nasib.
"Kalau pemuda tidak merantau di daerahnya ada pergeseran, ada anggapan pemuda menerima nasib," ungkapnya.
Adapun warga Wonogiri yang merantau di kota lain ada yang bekerja di sektor formal. Namun kebanyakan dari mereka memilih berwirausaha dengan menjadi pedagang bakso dan mi ayam. Hal itu membuat bakso dan mi ayam Wonogiri cukup terkenal di Jakarta.
"Itu tergantung skill, bagian dia merantau sudah mendapat pekerjaan di sektor formal. Sektor nonformal menjadi pedagang atau usaha lainnya. Ya salah satunya Bakso dan Mie Ayam Wonogiri, di satu sisi kaum boro membuat identitas memperkenalkan Wonogiri di dunia luar," bebernya.
Sementara itu, Ketua Umum Paguyuban Wonogiri Manunggal Sedyo (Pawon Mas), Agus Suparyanto, mengatakan memilih kota-kota besar sebagai lokasi perantauan. Ia mengatakan kota-kota yang dijadikan tempat perantauan di Jabodetabek, Lampung, dan Surabaya.
"Karena market share kemungkinan mencari pekerjaan, kita paham potensi alam tidak mendukung secara optimal keberlanjutan ekonomi, dan kita harus merantau di kota besar, dan Jakarta perputaran (uang) di sana," bebernya.
(apl/ams)