Menjelang Hari Suci Nyepi, masyarakat Hindu Bali akan mengadakan upacara Ngerupuk sehari sebelumnya. Masyarakat di luar Bali mungkin tidak familier dengan apa itu Ngerupuk, tetapi lebih mengenalnya sebagai pawai ogoh-ogoh.
Dikutip dari Sistem Informasi Pariwisata Kabupaten Badung, pawai ogoh-ogoh adalah puncak dari upacara Ngerupuk itu sendiri. Anak-anak muda Bali pun antusias dalam membuat ogoh-ogoh dengan desain yang kreatif dan unik, menjadikannya sebagai ajang unjuk keterampilan serta pelestarian budaya. Prosesi ini tidak hanya menjadi hiburan, tetapi juga memiliki makna mendalam sebagai simbol pengusiran Bhuta Kala atau energi negatif.
Penasaran dengan apa itu upacara Ngerupuk? Mari simak penjelasan lengkap dihimpun dari buku Pendidikan dan Nilai Agama Hindu tulisan Ni Wayan Budiasih dkk serta Kebudayaan dan Pariwisata Bali tulisan Reni Widiastuti berikut ini!
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Apa Itu Ngerupuk?
Ngerupuk, Pangrupukan, atau Tawur Agung Kesanga adalah sebuah upacara dalam rangkaian Hari Raya Nyepi yang dilakukan oleh masyarakat Hindu Bali sebagai bagian dari Bhuta Yadnya, yaitu persembahan suci kepada unsur alam atau Bhuta Kala. Upacara ini bertujuan untuk menyeimbangkan hubungan manusia dengan alam semesta serta mengusir pengaruh negatif dari lingkungan sekitar. Ngerupuk dilakukan sehari sebelum Nyepi, bertepatan dengan 'ponglong ping 14 sasi kesanga' dalam kalender Bali.
Dalam pelaksanaannya, Ngerupuk menjadi bagian dari prosesi penyucian lingkungan, baik di rumah, desa, maupun perempatan jalan utama. Pada tahap awal, umat Hindu terlebih dahulu menggelar upacara Caru, yang merupakan persembahan dalam bentuk sajian makanan kepada para Bhuta Kala.
Setelah itu, dilanjutkan dengan berbagai ritual Ngerupuk, seperti menaburkan nasi tawur, membakar obor, dan membunyikan berbagai alat untuk menciptakan suara gaduh. Semua tindakan ini memiliki tujuan simbolis untuk mengusir kekuatan negatif dari kehidupan manusia.
Makna Ngerupuk dalam Kehidupan Umat Hindu
Ngerupuk bukan sekadar ritual, tetapi memiliki makna mendalam dalam kehidupan umat Hindu Bali. Upacara ini mencerminkan kepercayaan bahwa keseimbangan antara manusia dan alam harus selalu dijaga agar kehidupan tetap harmonis. Dengan memberikan persembahan kepada Bhuta Kala, umat Hindu meyakini bahwa energi negatif yang dapat mengganggu kehidupan manusia dapat ditenangkan dan dikendalikan.
Selain itu, Ngerupuk juga mencerminkan proses pembersihan, baik secara fisik maupun spiritual. Secara fisik, rumah, pekarangan, dan lingkungan dibersihkan melalui penyebaran nasi tawur serta penyemburan mesui (abu atau air kunyit).
Secara spiritual, Ngerupuk menjadi simbol pengusiran sifat-sifat buruk dalam diri manusia, seperti amarah, keserakahan, dan kesombongan, yang diibaratkan sebagai Bhuta Kala. Dengan menjalani ritual ini, umat Hindu diharapkan siap memasuki Hari Raya Nyepi dengan hati yang lebih suci dan pikiran yang lebih tenang.
Tradisi dan Prosesi Ngerupuk
Pelaksanaan Ngerupuk di Bali sangat meriah dan khas. Salah satu elemen yang paling menonjol adalah pawai ogoh-ogoh, yaitu patung raksasa berwujud menyeramkan yang melambangkan Bhuta Kala. Patung ini diarak keliling desa dengan iringan tabuhan gamelan dan sorak-sorai masyarakat sebelum akhirnya dibakar. Pembakaran ogoh-ogoh memiliki makna simbolis sebagai penghancuran unsur-unsur negatif agar tidak lagi mengganggu kehidupan manusia.
Selain pawai ogoh-ogoh, Ngerupuk juga dilakukan dengan cara membuat kegaduhan di lingkungan sekitar. Umat Hindu membunyikan kentongan, memukul benda-benda seperti panci atau lesung, serta membakar obor untuk mengusir roh-roh jahat.
Prosesi ini dilakukan dari dalam rumah hingga ke luar pekarangan, menunjukkan bahwa pembersihan harus dimulai dari lingkungan terkecil sebelum meluas ke tempat yang lebih besar. Setelah ritual ini selesai, umat Hindu bersiap menjalani Hari Raya Nyepi dengan penuh ketenangan dan kesucian batin.
Jadwal Ngerupuk 2025
Berdasarkan Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 16 Tahun 2024 tentang Hari Libur Nasional, Cuti Bersama, dan Dispensasi Hari Raya Suci Hindu di Bali Tahun 2025, Hari Raya Nyepi jatuh pada tanggal 29 Maret 2025. Sehari sebelumnya, yaitu pada 28 Maret 2025, umat Hindu di Bali melaksanakan Hari Raya Suci Tawur Kesanga, yang merupakan bagian dari rangkaian upacara menyambut Nyepi.
Dalam tradisi Hindu-Bali, upacara Ngerupuk atau Mebuu-buu selalu dilaksanakan pada malam sebelum Nyepi, tepat setelah upacara Tawur Kesanga berlangsung. Oleh karena itu, pada tahun 2025, Ngerupuk akan dilaksanakan pada malam tanggal 28 Maret 2025.
Demikian penjelasan mengenai apa itu Ngerupuk dan jadwal pelaksanaannya pada tahun 2025. Semoga bermanfaat!
(sto/afn)