Tanah Musnah di Pesisir Semarang-Demak Bikin Nelayan Waswas Tak Bisa Melaut

Arina Zulfa Ul Haq - detikJateng
Selasa, 28 Jan 2025 12:21 WIB
Ilustrasi abrasi di pesisir Demak. (Foto: Antara Foto/Aji Styawan)
Semarang -

Para nelayan di pesisir Kota Semarang dan Kabupaten Demak resah dengan tanah musnah yang telah mereka jual. Mereka terbayang-bayang ada penggusuran jika ada rencana reklamasi maupun proyek di atas tanah musnah itu.

Hal ini diungkapkan salah satu nelayan Tambakrejo sekaligus koordinator Aliansi Rakyat Miskin Semarang-Demak (ARMSD), Ahmad Marzuki. Ia menyebut kawasan laut yang bersertifikat tak hanya ada di perairan Kabupaten Tangerang tapi juga di Semarang dan Demak.

Menurutnya, sebagian area laut yang bersertifikat itu juga sempat dipasang pagar misterius sehingga nelayan tak bisa melaut.

"Pagar laut misterius ternyata tidak hanya di Tangerang, tapi Semarang juga banyak," kata Marzuki saat dihubungi detikJateng, Senin (27/1/2025).

Ia menceritakan mulanya pada 2016 ada abrasi parah di perairan Kecamatan Tugu, area daratan habis dan menjadi tanah musnah. Warga yang kebingungan lalu menjual tanah yang musnah gegara abrasi itu dengan harga murah, mulai dari Rp 5-6 ribu per meter. Belakangan warga baru tahu ada rencana reklamasi, sehingga tak sedikit warga yang menyesal.

"Warga tidak tahu ada rencana proyek tanggul laut dan reklamasi di laut. Nelayan di sekitar situ nasibnya tidak ada yang memperhatikan," tegasnya.

Sempat Ada Pagar Laut Misterius

Setelahnya mulai berdiri pagar misterius di laut yang didirikan pemilik sertifikat yang tak diketahui identitasnya itu. Namun, pagar laut misterius itu akhirnya habis karena kalah kuat dari abrasi.

Jika melihat dari laman resmi Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), bhumi.atrbpn.go.id, tampak pesisir di Semarang-Demak memang sudah dipetak-petakkan. Hal ini membuat nelayan khawatir jika pesisir di Semarang-Demak dikuasai pengusaha dan membuat mereka harus digusur.

"Hal itu terjadi di Timbulsoko (Kabupaten Demak) dan Trimulyo (Kota Semarang), mereka kesulitan melaut karena tertutup tol laut. Kita tidak tahu apakah sama kepentingan dengan PIK 2 (Pantai Indah Kapuk), tapi pesisir di sepanjang Pantura (pantai utara) itu sudah terpetak-petak semua," jelasnya.

"Kotak-kotak itu membayangi kita, karena kita membuka deliniasi peta, itu membayangi kita bahwa ke depan itu ada pola pembangunan yang menggusur kita," lanjut Marzuki.

Peneliti Yayasan Amerta Air Indonesia, Eka Handriana, yang bergabung dalam ARMSD menambahkan terdapat bekas sawah dan tambak di Desa Timbulsloko, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak. Hal itu baru diketahui saat bedah kasus untuk mengusulkan Reforma Agraria Mei 2024 lalu.

"Lahan tersebut telah dibeli orang-orang asing melalui perantara. Kawan-kawan kami tidak tahu secara langsung pembelinya, tapi penjualnya mengonfirmasi telah melepas lahan, harganya antara Rp 6-12 ribu per meter pesegi. Lahan itu masih bisa dipakai penduduk, tapi tidak tahu sampai kapan," kata Eka saat dihubungi detikJateng.

Ia mengkhawatirkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Demak, diketahui telah ada rencana perluasan kawasan industri di Kecamatan Sayung. Sementara itu, lahan musnah di Kecamatan Tugu juga muncul dalam rencana reklamasi yang tercantum dalam Rencana Detil Tata Ruang Kecamatan (RDTRK) Tugu.

Sayangnya, kata Eka, masih belum diketahui siapa pemilik hak alas di pesisir Semarang-Demak itu. Sebab, nama dalam sertifikat HGB dan SHM itu masih atas nama para warga sebelumnya.

"Belum diketahui (pemiliknya) karena secara legal formal belum balik nama. Secara faktual sudah ada jual beli. Jika suatu saat nanti pemilik mau pakai, maka harus dilepaskan," tuturnya.



Simak Video "Video: Kecelakaan Karambol di Tol Gayamsari Semarang, 8 Orang Terluka"

(ams/ams)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork