Para nelayan di pesisir Kota Semarang dan Kabupaten Demak resah dengan tanah musnah yang telah mereka jual. Mereka terbayang-bayang ada penggusuran jika ada rencana reklamasi maupun proyek di atas tanah musnah itu.
Hal ini diungkapkan salah satu nelayan Tambakrejo sekaligus koordinator Aliansi Rakyat Miskin Semarang-Demak (ARMSD), Ahmad Marzuki. Ia menyebut kawasan laut yang bersertifikat tak hanya ada di perairan Kabupaten Tangerang tapi juga di Semarang dan Demak.
Menurutnya, sebagian area laut yang bersertifikat itu juga sempat dipasang pagar misterius sehingga nelayan tak bisa melaut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pagar laut misterius ternyata tidak hanya di Tangerang, tapi Semarang juga banyak," kata Marzuki saat dihubungi detikJateng, Senin (27/1/2025).
Ia menceritakan mulanya pada 2016 ada abrasi parah di perairan Kecamatan Tugu, area daratan habis dan menjadi tanah musnah. Warga yang kebingungan lalu menjual tanah yang musnah gegara abrasi itu dengan harga murah, mulai dari Rp 5-6 ribu per meter. Belakangan warga baru tahu ada rencana reklamasi, sehingga tak sedikit warga yang menyesal.
"Warga tidak tahu ada rencana proyek tanggul laut dan reklamasi di laut. Nelayan di sekitar situ nasibnya tidak ada yang memperhatikan," tegasnya.
Sempat Ada Pagar Laut Misterius
Setelahnya mulai berdiri pagar misterius di laut yang didirikan pemilik sertifikat yang tak diketahui identitasnya itu. Namun, pagar laut misterius itu akhirnya habis karena kalah kuat dari abrasi.
Jika melihat dari laman resmi Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), bhumi.atrbpn.go.id, tampak pesisir di Semarang-Demak memang sudah dipetak-petakkan. Hal ini membuat nelayan khawatir jika pesisir di Semarang-Demak dikuasai pengusaha dan membuat mereka harus digusur.
"Hal itu terjadi di Timbulsoko (Kabupaten Demak) dan Trimulyo (Kota Semarang), mereka kesulitan melaut karena tertutup tol laut. Kita tidak tahu apakah sama kepentingan dengan PIK 2 (Pantai Indah Kapuk), tapi pesisir di sepanjang Pantura (pantai utara) itu sudah terpetak-petak semua," jelasnya.
"Kotak-kotak itu membayangi kita, karena kita membuka deliniasi peta, itu membayangi kita bahwa ke depan itu ada pola pembangunan yang menggusur kita," lanjut Marzuki.
Peneliti Yayasan Amerta Air Indonesia, Eka Handriana, yang bergabung dalam ARMSD menambahkan terdapat bekas sawah dan tambak di Desa Timbulsloko, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak. Hal itu baru diketahui saat bedah kasus untuk mengusulkan Reforma Agraria Mei 2024 lalu.
"Lahan tersebut telah dibeli orang-orang asing melalui perantara. Kawan-kawan kami tidak tahu secara langsung pembelinya, tapi penjualnya mengonfirmasi telah melepas lahan, harganya antara Rp 6-12 ribu per meter pesegi. Lahan itu masih bisa dipakai penduduk, tapi tidak tahu sampai kapan," kata Eka saat dihubungi detikJateng.
Ia mengkhawatirkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Demak, diketahui telah ada rencana perluasan kawasan industri di Kecamatan Sayung. Sementara itu, lahan musnah di Kecamatan Tugu juga muncul dalam rencana reklamasi yang tercantum dalam Rencana Detil Tata Ruang Kecamatan (RDTRK) Tugu.
Sayangnya, kata Eka, masih belum diketahui siapa pemilik hak alas di pesisir Semarang-Demak itu. Sebab, nama dalam sertifikat HGB dan SHM itu masih atas nama para warga sebelumnya.
"Belum diketahui (pemiliknya) karena secara legal formal belum balik nama. Secara faktual sudah ada jual beli. Jika suatu saat nanti pemilik mau pakai, maka harus dilepaskan," tuturnya.
Ia mengungkap rencana-rencana proyek di pesisir Semarang-Demak tak pernah disosialisasikan kepada warga. Contohnya yakni rencana reklamasi di daerah Tugu hingga Tambakrejo.
"Artinya tanah warga terkumpul pada satu-dua orang tertentu. Ketika reklamasi, dapat menguntungkan orang tersebut," ucap Eka.
"Sama seperti di Bedono, Timbulsloko, tambak-tambak dijual murah akibat tenggelam rob. Kondisi seperti itu berpotensi mengkhawatirkan nasib teman-teman pesisir Demak," sambungnya.
Oleh karenanya, ARSMD pun mengajukan permohonan kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid. Tujuannya untuk mengkaji HGB dan SHM di laut di daerah Kecamatan Tugu, Kota Semarang, dan Kampung Timbulsloko, Kabupaten Demak, untuk kemudian membatalkan sertifikat di tanah musnah itu.
"Usulan kami ARMSD adalah agar Menteri juga membatalkan hak-hak di tanah-tanah tenggelam di Kecamatan Tugu dan Dukuh Timbulsloko, yang telah kami ajukan dalam skema Reforma Agraria Perkotaan," ucapnya.
"Kami juga mengusulkan agar lahan bekas tambak dan sawah yang tenggelam menjadi wilayah tangkap bagi nelayan. Area yang masih ada rumahnya di Dukuh Timbulsloko, dijadikan hak kolektif warga untuk ditinggali," imbuh dia.
Terpisah, Manajer advokasi dan Kampanye Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jateng, Iqbal Alma, mengatakan berdasarkan catatan Walhi, fenomena laut bersertifikat di Kabupaten Tangerang sudah menjadi aksi yang dilanggengkan selama berpuluh-puluh tahun.
"Sebenarnya wilayah di perairan Pantura itu sudah diswastanisasi oleh koroporasi dalam bentuk HGB dan SHM," ujar Iqbal.
Namun, yang menjadi persoalan adalah jika tanah yang telah tenggelam dan dimiliki perusahaan itu nantinya direklamasi. Sebab, reklamasi nantinya dapat menghilangkan wilayah tangkap nelayan.
"Model reklamasi pemagaran laut berpengaruh terhadap hilangnya wilayah tangkap nelayan. Contoh di Mangkang 750 hektare adalah wilayah tangkap nelayan dan itu akan hilang oleh reklamasi," paparnya.
Iqbal menduga ada pihak yang sengaja memanfaatkan ketidaktahuan warga pesisir dengan membeli tanah yang dijual murah lalu memanfaatkannya untuk proyek-proyek tertentu. Oleh karenanya, ia menuntut Menteri ATR/BPN Nusron Wahid untuk membatalkan sertifikat di tanah musnah itu.
"Kami mendorong tanah SHM yang berasal dari pembodohan masyarakat yang ketika itu ditipu sebagai tanah musnah tak ada harganya, segera dihapuskan dan ditetapkan sebagai wilayah laut kolektif yang bisa diakses dan diakui menjadi wilayah tangkap nelayan," tegasnya.
Ia pun menyayangkan BPN yang hanya mengungkap status lahan tanpa mengungkap status kepemilikan di pesisir Semarang-Demak itu. Warga hanya bisa mengetahui lahan itu dibeli orang 'titipan' perusahaan, sehingga bukan tak mungkin jika suatu saat kawasan itu dikuasai satu perusahaan.
"Kalau dugaan kami Semarang-Demak secara laut itu semuanya sudah punya kepemilikannya. BPN tidak bisa memberitahu kami status wilayah itu sehingga mempersulit. Sebenarnya laut-laut ini milik milik siapa, yang dikawatirkan ada privatisasi," ujarnya.
Respons BPN Jateng
Dimintai konfirmasi, Kepala Bidang (Kabid) Penataan dan Pemberdayaan Kanwil BPN Jateng Imam Nawawi, membenarkan pesisir Semarang-Demak banyak yang telah terkikis abrasi dan menjadi tanah musnah. Namun, BPN tak bisa mengungkap siapa pemilik tanah musnah tersebut.
"Sepertinya memang daerah situ banyak yang terkena abrasi, bisa dilihat dari Google maps. Banyak yang sudah ditetapkan menjadi tanah musnah," tutur Imam.
"Informasi daftar tanah, nama pemenang hak sesuai ketentuan, memang dikecualikan dari informasi publik," tutupnya.
Simak Video "Video: Kecelakaan Karambol di Tol Gayamsari Semarang, 8 Orang Terluka"
[Gambas:Video 20detik]
(ams/ams)