Warga Dukuh Timbulsloko, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak, memperingati Hari Kemerdekaan RI ke-80 dengan cara berbeda. Mereka menggelar upacara rakyat di tengah genangan rob yang sudah bertahun-tahun menenggelamkan kampungnya.
Rangkaian kegiatan dimulai sejak Sabtu (16/8/2025) dengan rembug pesisir yang membahas strategi bertahan hidup di tengah kampung yang tenggelam akibat krisis iklim dan pembangunan yang timpang. Acara dilanjutkan dengan video mapping, penampilan teatrikal kondisi kampung, hingga perlombaan rakyat.
Puncaknya pada Minggu (17/8), warga menggelar upacara kemerdekaan di atas gladak kayu dan tanah kampung yang sudah terendam air laut. Meski sederhana, prosesi upacara tetap berlangsung khidmat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam upacara tersebut, warga juga membacakan 'Proklamasi Rakyat Timbulsloko' yang menegaskan hak mereka atas kehidupan yang layak, bebas dari rob, serta menolak segala bentuk kebijakan yang merampas ruang hidup masyarakat pesisir.
Asisten Pengabdi Bantuan Hukum LBH Semarang, Bagas Budi Santoso, menyebut warga menilai penyebab utama tenggelamnya kampung bukan hanya krisis iklim, tapi juga tata kelola pesisir yang dinilai timpang.
Mereka menyoroti pembangunan infrastruktur seperti Tol Tanggul Laut Semarang-Demak (TTLSD), proyek pelabuhan, reklamasi, hingga industri pesisir yang memperparah kondisi lingkungan.
"Tata kelola pesisir yang memilih bergerak maju untuk orang-orang kaya dan bergerak mundur untuk perlindungan lingkungan hidup dan rakyat kecil, dinilai telah mengubah ekosistem kampung secara drastis," kata Bagas dalam keterangan tertulisnya, Minggu (17/8/2025).
"Selain itu juga merampas ruang hidup, dan akhirnya membuat warga Dukuh Timbulsloko harus hidup di tengah genangan air laut yang kian hari kian tinggi," lanjutnya.
![]() |
Bagas menegaskan perlawanan warga Timbulsloko bukan sekadar simbolis. Dia mengatakan hal ini sebagai seruan agar pemulihan pesisir dilakukan secara adil, partisipatif, dan menjunjung nilai-nilai kemanusiaan.
"Dalam Upacara Rakyat Dukuh Timbulsloko ini, warga juga melantunkan proklamasi perjuangan rakyat Dukuh Timbulsloko yang menuntut supaya pemerintah memperhatikan betul keadaan kampung yang sudah lama tenggelam ini," tuturnya.
Secara kompak, warga turut menyanyikan lagu 17 Agustus yang berbait 'kita tetap setia, tetap sedia, mempertahankan Indonesia, kita tetap setia, tetap sedia membela negara kita'.
"Nyanyian yang dilantunkan secara tulus oleh warga itu, justru berbanding terbalik dengan perlakuan negara terhadap warga yang kerap mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak pada kepentingan warga dan merampas ruang hidup warga Dukuh Timbulsloko," ujarnya.
Adapun, berikut teks lengkap Proklamasi Perjuangan Rakyat Dukuh Timbulsloko yang menyoroti keadaan warga selama ini:
Kami, warga Dukuh Timbulsloko, Kecamatan Sayung, Kab. Demak, menyatakan bahwa kami berhak atas kehidupan yang layak dan bebas dari banjir rob.
Segala bentuk tindakan, kebijakan, atau kegiatan yang mengakibatkan tenggelamnya kampung kami dan merampas ruang hidup kami harus segera dihentikan.
Dengan seluruh kekuatan, keberanian, dan tekad yang kami miliki, kami berjuang menyelamatkan diri dari ancaman banjir rob yang kian nyata.
Kami tidak akan menyerah pada ketidakadilan yang membuat kampung kami perlahan tenggelam. Kami menyerukan agar setiap upaya pemulihan lingkungan dan penyelamatan kampung-kampung pesisir dilakukan secara adil, partisipatif, dan menjunjung nilai-nilai kemanusiaan. Kami menolak segala bentuk pengabaian, diskriminasi, dan ketidakadilan terhadap masyarakat pesisir.
(ams/ams)