Secuil Curhat dr Aulia Sebelum Tewas Bongkar Bullying di PPDS Undip

Kilas Balik Jateng 2024

Secuil Curhat dr Aulia Sebelum Tewas Bongkar Bullying di PPDS Undip

Tim detikJateng - detikJateng
Senin, 30 Des 2024 07:30 WIB
Sejumlah lilin menghiasi poster duka cita atas meninggalnya salah satu mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi berinisial ARL (30) dengan dugaan perundungan saat aksi lilin sebagai simbol berkabung Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Diponegoro (UNDIP) di Lapangan Widya Puraya UNDIP, Tembalang, Semarang, Jawa Tengah, Senin (2/9/2024). Aksi tersebut sebagai dukungan kepada pihak terkait dalam menyelesaikan kasus yang tengah terjadi di PPDS FK UNDIP berasaskan keadilan tanpa menyudutkan salah satu pihak, doa dan solidaritas kepada keluarga ARL, serta dukungan moril kepada Dekan FK UNDIP Yan Wisnu Prajoko selaku Dokter Spesialis Bedah dengan Subspesialis Bedah Onkologi dan dosen pendidikan dokter spesialis-subpesialis yang aktifitas klinisnya diberhentikan sementara di RSUP Kariadi Semarang. ANTARA FOTO/Aji Styawan/foc.
BEM Gelar Aksi Nyalakan Lilin untuk Kasus PPDS FK UNDIP. (Foto: ANTARA FOTO/AJI STYAWAN)
Solo -

Tewasnya mahasiswi yang sedang menempuh pendidikan dokter spesialis di Undip, dr Aulia Risma membuat banyak mata tertuju para perundungan di lingkungan dokter residen. Sayangnya, upaya membongkar kasus perundungan itu tak mudah.

dr Aulia Risma merupakan mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Prodi Anestesi Undip di RSUP dr Kariadi Semarang. Dia ditemukan tewas di kamar kosnya Kelurahan Lepongsari, Kecamatan Gajahmungkur, Kota Semarang, Senin (12/8/2024) malam.

Fakta bahwa dia tewas sendiri di dalam kamar kos yang terkunci dan ditemukannya obat-obatan penenang yang disuntikkan ke tubuhnya membuat banyak pihak menduga dia bunuh diri. Walaupun anggapan itu kemudian ditolak oleh keluarganya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Keluarga memilih menganggap dr Aulia Risma lalai dalam menyuntikkan obat penghilang rasa sakit ke tubuhnya sendiri. Pereda nyeri itu dikonsumsi Risma karena dirinya sedang sakit HNP atau saraf kejepit.

"Korban meninggal karena sakit, mungkin pas lagi kelelahan keadaan darurat, dia mungkin menyuntikkan anestesinya kelebihan dosis atau apa. Intinya dari keluarga menampik berita bahwa korban meninggal dunia karena bunuh diri," kata Susyanto yang saat itu merupakan pengacara keluarga korban kepada wartawan di Tegal, Jumat (16/8/2024).

ADVERTISEMENT

Diduga Jadi Korban Bullying

Terlepas dari penyebab tewasnya dr Aulia, catatan yang ditemukan di kamar kosnya tiba-tiba viral. Dalam catatan itu, dr Aulia mengeluhkan dirinya merasa sakit, dia juga mengeluh tak sanggup menjalani PPDS. Menurut polisi, ada 9 lembar catatan berisi seuil curhat dr Aulia.

"Dari TKP ditemukan ada beberapa catatan, setidaknya sembilan lembar catatan. Tetapi poin di sembilan lembar ini dapat kami sampaikan bahwa yang bersangkutan mengeluh kesakitan. Mengeluh kepada Tuhan, kesimpulan yang kami dapatkan. Kedua, kepada seseorang yang dia sayangi 'yang saya tidak kuat'. Kira-kira begitulah kurang lebih di catatannya," kata Kapolrestabes Semarang Kombes Irwan Anwar di Mapolrestabes Semarang.

Di media sosial, kasus perundungan dokter residen kemudian menjadi pembicaraan. Banyak korban perundungan itu buka suara dan menceritakan bahwa perundungan atau bullying di lingkungan dokter residen jamak terjadi. Lembaran potret curhatan itu juga banyak diunggah baik di Instagram atau di X.

Aksi nyalakan lilin untuk dr. ARL, peserta Pada Undip yang meninggal, Senin (2/9/2024).Aksi nyalakan lilin untuk dr. ARL, peserta Pada Undip yang meninggal, Senin (2/9/2024). Foto: Angling Adhitya Purbaya/detikJateng

Kemenkes, menanggapi itu dengan menyetop praktik PPDS Anestesi Undip di RS Kariadi pada 15 Agustus. Pembekuan aktivitas PPDS Anestesi di RS Kariadi itu diterbitkan dengan surat Nomor TK.02.02/D/44137/2024 tentang Penghentian Sementara Program Studi Anestesi Undip Semarang di RS Kariadi Semarang.

Kemenkes juga menggandeng Polda Jateng untuk mengusut kasus dugaan perundungan itu. Sejumlah orang kemudian diperiksa untuk mengusut kasus tersebut.

Di sisi lain, Undip buru-buru mengeluarkan pernyataan menolak kasus kematian dr Aulia Risma dikaitkan dengan perundungan. Pihak Undip menyebut telah melakukan investigasi dan mempersilakan kepolisian dan Kemenkes untuk melakukan investigasi terkait kasus tersebut.

"Mengenai pemberitaan meninggalnya almarhumah berkaitan dengan dugaan perundungan yang terjadi, dari investigasi internal kami, hal tersebut tidak benar," kata Manajer Layanan Terpadu dan Humas Undip, Utami Setyowati di kantornya, Semarang, Kamis (15/8/2024).

Investigasi yang dimaksud ialah mewawancarai sejawat hingga Kaprodi Anestesi Undip. Undip juga menjelaskan bahwa memang kuliah di prodi anestesi berat. Pihak Undip kemudian berkali-kali membantah adanya perundungan di kasus tewasnya dr Aulia.

Rekaman Curhat dr Aulia bisa dibaca di halaman selanjutnya...

Secuil Keluhan dr Aulia

Saat investigasi itu tengah berjalan, muncul rekaman pesan suara dr Aulia Risma yang dikirim untuk ayahnya. Rekaman suara itu menunjukkan keluhan dr Risma saat menjalani Pendidikan dokter spesialis.

Rekaman itu dibagikan mantan pengacara keluarga korban, Susyanto. Berikut isinya:

"Nggak Pah nggak ada yang hukum Pah,
Aku tuh Pah tiap pulang itu badanku Pah sakit semua,

Kakiku tuh kapalan,

Iya, aku mandi tuh juga jarang karena kalau pulang aku lebih milih makan banyak Pah daripada mandi,

Terus apa namanya (terdengar suara batuk) ya kayak aku batuk itu juga kan mau nggak bisa minum obat,

Ya diterusin sampai batuknya ilang sendiri,
Ya ini sudah mendingan batuknya tinggal sedikit,

Tiap aku bangun tidur itu Pah, badannya sakit semua Pah, punggungnya sakit Pah,

Bangun harus pelan-pelan, kalau nggak pelan-pelan nggak bisa bangun,

Aku aja tadi tuh mau minum susah,

Di bangsal kan minumnya pada habis kan,

Terus aku akhirnya minta tolong CS, aku kasih uang 50 ribu, aku minta nitip,

Minta nitip minum buat dia beliin minum, kan aku nggak boleh ke minimarket, nggak boleh ke kantin sama sekali,

Terus kembaliannya aku kasih dia pah, dia dikasih 30 ribu aja seneng banget loh,".

3 Hal Jadi Sorotan Keluarga

Pihak keluarga dr Aulia Risma baru melaporkan dugaan perundungan itu pada 4 September 2024. Ada tiga hal yang menjadi sorotan keluarga.

Pertama, adanya iuran yang mencapai puluhan juga di luar biaya akademik. Kedua, masalah waktu praktik yang hampir 24 jam dalam sehari. Terakhir ialah masalah pengancaman yang diterima korban oleh senior-seniornya.

"Almarhumah ini juga dalam menjalankan pendidikannya mendapatkan waktu pendidikan yang tidak lazim setiap hari itu dia harus bekerja atau menempuh proses pendidikannya mulai jam 3 pagi sampai dengan setengah 2 malam, itu setiap hari hingga drop, dari keluarga sudah memberi tahu ke kepada kepala prodi namun tidak mendapat tanggapan yang baik sehingga terjadilah hal yang tidak kita inginkan," ungkap pengacara keluarga dr Aulia, Misyal Achmad usai membuat laporan di Polda Jateng, Rabu (4/9/2024).

Ibunda dr ARL (baju hijau), adik dr ARL (baju putih), dan pengacara keluarga, Misyal Achmad (batik) usai membuat laporan di Polda Jateng, Rabu (4/9/2024).Ibunda dr ARL (baju hijau), adik dr ARL (baju putih), dan pengacara keluarga, Misyal Achmad (batik) usai membuat laporan di Polda Jateng, Rabu (4/9/2024). Foto: Afzal Nur Iman/detikJateng

Dia mengatakan dr Aulia mulai mengeluhkan pendidikannya sejak tahun 2022. Laporan kepada pihak kampus juga tak hanya sekali disampaikan.

"Setiap ananda Almarhum ini mengeluh dia melaporkan berkali-kali, ada beberapa kali, (mulai) 2022," ucap Misyal.

Pihak Undip kemudian mengakui dua hal yakni masalah iuran dan waktu praktik overload. Namun hal itu dinilai bukan perundungan melainkan masalah struktural akademik yang terjadi dalam pendidikan dokter spesialis. Undip berkali-kali membantah adanya perundungan.

Iuran itu disebut digunakan untuk uang rumah tangga seperti makan, biaya fotokopi, dll yang hanya dibayarkan untuk angkatan baru. Jadi, misalnya ada empat angkatan, angkatan pertama akan dikenakan iuran untuk membiayai makan seluruh angkatan.

Salah satu mahasiswa senior PPDS Anestesi Undip, Angga Rian, mengatakan pengelolaan uang makan menjadi vital bagi dokter residen anestesi terutama saat jaga malam. Sebab, ada kalanya dokter residen tidak bisa meninggalkan kamar operasi bahkan hanya sekadar untuk makan. Angga sendiri mengeluarkan uang iuran sebesar Rp 10 juta saat menjadi angkatan baru.

"Membeli makanan itu sistemnya gotong royong, kenapa? Karena program operasi Kariadi ini 24 jam, untuk makan malam kita tidak disediakan makan malam oleh rumah sakit. Nah sementara residen ini posisinya masih di kamar operasi menjalankan pembiusan, salah satu sistemnya adalah kita dibelikan makanan dan itu akan berlanjut seperti itu terus sampai program operasinya bisa selesai," kata Angga saat ditemui wartawan di FK Undip, Tembalang, Semarang, Senin (2/9/2024).

Sementara soal waktu praktik berlebihan dianggap Undip merupakan kewenangan RSUP dr Kariadi. Sebab, dokter residen mengikuti jadwal praktik dari RSUP dr Kariadi.

"Semuanya tertuju pada Undip dan hanya Undip. Bahkan meskipun pada kenyataannya, seperti jelas dalam berbagai dialog, jam kerja yang overload itu adalah kebijakan rumah sakit dan ini adalah ranah kebijakan Kementerian Kesehatan (Kemenkes)," ujar Wakil Rektor IV Undip Wijayanto dalam keterangannya.

"Mahasiswa PPDS belajar dengan cara yang tidak biasa, learning by doing dengan langsung praktik di rumah sakit. Seorang residen, julukan untuk mahasiswa PPDS yang tengah belajar di rumah sakit, mesti bekerja rata-rata lebih dari 80 jam seminggu. Tidur hanya 2-3 jam setiap hari. Kadang mesti bekerja hingga 24 jam alias sama sekali tidak tidur," sambung dia.

Undip juga meminta kasus itu diusut. "Agar Undip tidak terus-terusan menjadi sitting duck yang dihujani hukuman tanpa bukti dan tanpa pengadilan," ujar Wijayanto.

Pengakuan hingga Maaf Undip dan RSUP dr Kariadi di halaman selanjutnya...

Maaf hingga Pengakuan Undip dan RSUP dr Kariadi

Sebulan kasus perundungan pendidikan dokter spesialis menjadi perbincangan baik di media massa dan media sosial, Undip dan RSUP Kariadi akhirnya mengakui bahwa perundungan. Kedua pihak juga meminta maaf kepada publik.

Hal tersebut terjadi saat kunjungan kerja Anggota Komisi IX DPR RI, Irma Suryani Chaniago. Dalam momen itu, Dekan FK Undip Yan Wisnu Prakojo dan Direktur Layanan Operasional RS Kariadi, Mahabara Yang Putra duduk bersama dalam satu forum pada Jumat (13/9/2024).

"Kami menyadari sepenuhnya, kami menyampaikan, dan kami mengakui bahwa di dalam sistem pendidikan dokter spesialis di internal kami terjadi praktik-praktik atau kasus-kasus perundungan dalam berbagai bentuk, dalam berbagai derajat, dalam berbagai hal," kata Yan Wisnu di Aula FK Undip.

Momen Dekan FK Undip Yan Wisnu Prakojo dan Direktur Layanan Operasional RS Kariadi Mahabara Yang Putra duduk bersama akui ada perundungan di PPDS, Jumat (13/9/2024).Momen Dekan FK Undip Yan Wisnu Prakojo dan Direktur Layanan Operasional RS Kariadi Mahabara Yang Putra duduk bersama akui ada perundungan di PPDS, Jumat (13/9/2024). Foto: Afzal Nur Iman/detikJateng

Yan Wisnu mengakui adanya iuran Rp 20-40 juta perbulan selama enam bulan pertama untuk PPDS Anestesi Undip yang dikelola secara mandiri oleh dokter residen. Dia berjanji akan menghapus itu.

"Lebih kurang Rp 20 sampai Rp 40 juta per bulan untuk 6 bulan pertama. Majority makan, mungkin 2/3-nya, kan tadi sampai bapak ibu tahu, mereka loading kerjanya berat kan kita makan tiga kali. Jadi mereka kan memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Mereka bagi-bagi sendiri. Mereka menyampaikan (soal jumlah iuran) ke tim investigasi," jelas dia.

Senada, Direktur Layanan Operasional RS Kariadi Mahabara Yang Putra juga mengakui bahwa RS Kariadi ikut bertanggung jawab dalam perundungan yang terjadi.

"Kami sebagai wahana RS pendidikan tidak lepas dari kekurangan dan kealpaan ketika terjadi perundungan, kami mengatakan bahwa turut bertanggung jawab dalam proses pendidikan dokter spesialis tersebut," ungkapnya.

Mahabara juga memohon maaf kepada publik atas segala sesuatu yang terjadi di RS Kariadi. Dia menyebut, sorotan terkait bullying di PPDS tersebut bisa menjadi momentum untuk melakukan perbaikan.

"Hal ini bisa menjadi momentum RS Kariadi sebagai salah satu wahana dokter spesialis yang ke depannya menjadi momentum untuk kita bisa bertanggung jawab lebih, mengevaluasi, dan menjadikan hal ini tonggak sejarah agar kita bisa mencetak generasi-generasi dalam tenaga kesehatan lebih baik. Segala kekurangan dan sebetulnya terjadi belum bisa mencapai ekspektasi kita sebagai wahana RS pendidikan turut bersimpati dan juga mohon maaf harapannya ke depan menjadi lebih baik," tambahnya.

Namun, di sana RSUP dr Kariadi membantah bahwa jam kerja dokter residen menjadi kewenangannya. Hal itu kemudian disoroti oleh Anggota Komisi IX DPR RI, Irma Suryani Chaniago. Irma bahkan menyebut bahwa sudah jamak dokter residen menggantikan praktik dokter spesialis.

"Betul yang melayani itu dokter yang bersangkutan tapi saya juga mengkritisi Pak Abba, saya melihat dengan mata kepala saya sendiri juga di rumah sakit itu banyak yang melakukan tindakan-tindakan kalau dokternya nggak dateng itu ya PPDS. Mohon maaf nih ya, jadi dokter-dokter itu tergantung banget dengan PPDS, memang dia dokternya tapi saya pasien loh pernah mengalami yang merawat saya itu PPDS dokternya visit 2 menit pulang, yang banyak bekerja itu PPDS itu harus dipahami juga" ujar Irma.

Proses Hukum Terus Berjalan

Meski sudah ada pengakuan dan permohonan maaf dari Undip dan RSUP Kariadi, polisi masih mengusut kasus dugaan perundungan terhadap dr Aulia Risma. Per tanggal 7 Oktober kasus tersebut sudah naik ke tahap penyidikan.

Penyidikan itu berdasar laporan yang diterima dari orang tua korban terkait dengan perbuatan tidak menyenangkan, penghinaan, kemudian juga ada pemerasan, atau Pasal 310, Pasal 311, Pasal 335, dan Pasal 368 KUHP.

Setidaknya sudah puluhan orang mulai dari keluarga korban, teman-teman sesame dokter residen, dosen, dokter, dan ahli diperiksa dalam kasus ini. Namun, hingga kini polisi belum mengumumkan adanya tersangka.

"Saya informasikan bahwa seminggu yang lalu pada tanggal 7 Oktober 2024 Polda Jawa Tengah dalam hal ini Direktorat Reserse Kriminal Umum sudah menaikkan status kasus perundungan tersebut menjadi proses penyidikan," kata Kabid Humas Polda Jateng Kombes Artanto, kepada detikJateng, Selasa (15/10/2024).

Kaprodi-Senior Jadi Tersangka

Polisi, baru mengumumkan penetapan tersangka kasus tersebut pada akhir tahun. Total, ada tiga orang yang dijadikan tersangka terkait kasus bullying terhadap dr Aulia dan dijerat pasal pemerasan.

Kabid Humas Polda Jawa Tengah, Kombes Artanto mengatakan tiga tersangka yaitu TE (Kaprodi Anestesiologi Undip), SM (kepala staf medis kependidikan prodi PPDS Anestesiologi), dan Z (dokter senior). Ketiganya saat ini belum ditahan.

Mereka dijerat Pasal 368 ayat 1 KUHP tentang pemerasan, Pasal 378 KUHP tentang penipuan dan atau tindak pidana penipuan sebagaimana dimaksud Pasal 378 KUHP dan atau secara melawan hukum memaksa orang lain melakukan atau tidak melakukan sesuatu sebagaimana dimaksud dalam pasal 335 ayat 1 butir 1 KUHP.

"Ancaman hukumannya maksimal sembilan tahun," ujarnya di Mapolda Jateng, Semarang, Selasa (24/12/2024).

Dari informasi di lapangan, diketahui bahwa tersangka TE memanfaatkan kesenioritasannya di kalangan PPDS dan meminta uang yang tidak diatur akademik dan ikut menikmati. Kemudian SM juga turut serta meminta uang dan meminta langsung ke korban yang bertugas sebagai bendahara, sementara Z merupakan mahasiswa senior yang paling aktif memberi doktrin dan kerap memaki-maki ke juniornya termasuk korban. Hal itu tidak dibantah oleh Artanto.

"Sudah saya jelaskan nanti rekan-rekan bisa melihat perkembangan. (Seniornya?) Ya, kurang lebih demikian. (Tersangka) Satu laki-laki, dua perempuan," katanya.

Halaman 2 dari 3
(afn/ahr)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads