BEM KM Universitas Negeri Semarang (Unnes) dengan tegas menolak kenaikan Pajak Pertambahan Nasional (PPN) hingga 12 persen pada 2025 mendatang. Kebijakan itu dinilai tak berpihak pada rakyat kecil.
Menko Sosial Politik BEM KM Universitas Negeri Semarang (Unnes), Abdul Rozaq Salis mengatakan, mahasiswa Unnes telah melakukan konsolidasi guna membahas dampak PPN 12 persen yang dinilai mencekik masyarakat Indonesia. Mereka juga berencana menggelar aksi unjuk rasa.
"Itu sudah jadi topik pembahasan di kalangan teman-teman mahasiswa. Bagaimana hari ini kita bisa melihat kebijakan negara yang bisa kita katakan merampok rakyat kecil, dengan naiknya PPN ini," kata Salis saat dihubungi detikJateng, Senin (23/12/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, aksi tolak kenaikan PPN menjadi 12 persen ini menjadi penting untuk menyadarkan masyarakat soal pengaruh kenaikan itu. Hal itu juga menjadi bentuk mahasiswa mendesak pemerintah untuk mempertimbangkan lagi kebijakan yang rencananya diterapkan mulai 2025.
"Itu juga jadi upaya mengaktifkan propaganda agar seluruh masyarakat tahu bahwasanya kebijakan ini jelas tidak berpihak terhadap rakyat kecil," tuturnya.
Ia memperkirakan, dalam waktu dekat akan ada konsolidasi lanjutan yang juga diikuti mahasiswa-mahasiswa lainnya di Kota Semarang. Konsolidasi akbar akan dilakukan untuk membahas demonstrasi tolak PPN 12 persen di Kota Semarang.
"Unnes sendiri hari ini juga sudah ada pembahasan, mengenai konsolidasi. Kemungkinan segera akan ada konsolidasi akbar, jadi tidak hanya teman Unnes (yang demo), tapi secara lebih luas lagi," jelasnya.
"Dirasa teman-teman secara nasional juga sudah melakukan konsolidasi dan beberapa juga sudah akan melakukan aksi demonstrasi menolak kenaikan PPN 12 persen," imbuhnya.
Aksi tersebut, kata Salis, juga akan diikuti elemen masyarakat lainnya. Ia menilai kenaikan PPN menjadi 12 persen dirasa sangat merugikan masyarakat, khususnya masyarakat kelas menengah dan masyarakat kelas bawah.
"Pemerintah sudah mengutarakan bahwasanya hanya terkhusus untuk barang mewah. Tapi barang mewah bisa cukup berdampak banyak untuk mahasiswa, seperti kuota yang akan melonjak," tuturnya.
"Padahal hari ini pendidikan masih belum merata, kemudian cenderung pajak dinaikkan saat ekonomi kita belum stabil dan minat belanja cukup menurun," lanjutnya.
Menurutnya, rencana kenaikan PPN menjadi 12 persen harus terus dikawal untuk memperjuangkan agar kebijakan itu bisa kembali dipertimbangkan. Terlebih, kini penolakan penolakan kenaikan PPN menjadi 12 persen sudah cukup masif di tengah masyarakat.
"Pemerintah pasti akan menyiapkan alasan kenapa PPN dinaikkan, karena kebijakan ini banyak menuai pro kontra. Jelas pemerintah akan menyiapkan dalih, tapi kita harus ikut andil," pungkasnya.
(afn/ahr)