Sejumlah mahasiswa berdemo di depan Kantor Bupati Pati. Mereka menuntut agar pelaksanaan pengisian perangkat desa yang tengah berlangsung digelar secara transparan. Demo itu sempat diwarnai aksi saling dorong antara massa dengan petugas kepolisian.
Pantauan detikJateng, massa demo itu gabungan dari Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama, dan Himpunan Mahasiswa Islam Pati.
Sekitar pukul 10.00 WIB, Jumat (25/10), massa langsung menuju ke pintu masuk Pendopo Kabupaten Pati. Massa membawa spanduk dengan beragam tulisan yang mempertanyakan soal pengisian perangkat desa. Salah satu tulisannya, 'Ada apa dengan rekrutmen perangkat desa?'
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski sempat saling dorong dengan polisi saat massa hendak masuk menemui Pj Bupati Pati Sujarwanto Dwiatmoko, situasi segera kembali kondusif.
Massa kemudian menunggu sampai 1 jam, tapi Pj Bupati tidak menemui mereka. Massa kemudian ditemui Kepala Satpol PP Pati, Sugiyono.
Koordinator aksi, Arifin, mengatakan ada 125 desa di Pati yang saat ini tengah melaksanakan rekrutmen pengisian perangkat desa. Menurutnya, ada beberapa kejanggalan saat pengisian perangkat desa.
"Memang rekrutmen pengisian perangkat desa ini dilaksanakan saat tahapan Pilkada 2024 berlangsung," kata Arifin kepada wartawan di lokasi, Jumat (25/10/2024).
"Jadi seakan-akan pilkada adalah pengalihan isu, kita fokus pilkada, (lalu) pengisian perangkat desa ini dilaksanakan untuk mengisi perangkat-perangkat desa tersebut," sambungnya.
Arifin mengatakan, pelaksanaan tes perangkat desa dinilai mundur. Semula tes pengisian perangkat desa menggunakan sistem Computer Asisten Test (CAT), tapi sekarang menggunakan Lembar Jawab Komputer (LKJ).
"Kami sangat menyayangkan kemunduran demokrasi ada di Pati. Dulu perangkat desa menggunakan sistem CAT, tapi sekarang menggunakan LJK," ujar dia.
"Informasi yang kami himpun juga bahwa yang menyelenggarakan adalah kampus besar dan kita sangat menyayangkan hal ini. Kenapa sekelas kampus sebesar itu menggunakan LJK, sedangkan LJK itu sangat rawan dilakukan manipulasi," Arifin melanjutkan.
Arifin menambahkan, juga ada dugaan suap untuk memuluskan menjadi perangkat desa. Namun mengenai dugaan itu, dia belum menyampaikan secara detail.
"Kita terima (informasi) minimal Rp 65 juta, informasi yang kita terima, tapi belum kita sampaikan ke media sampai aksi kita ditanggapi oleh pemerintah daerah. Kemungkinan kita akan mengadakan aksi lagi," ucap dia.
Sementara itu Kepala Satpol PP Pati, Sugiyono, menyatakan pihaknya telah menerima aspirasi dari mahasiswa dan akan disampaikan ke Pj Bupati Pati. Dia meminta waktu tiga hari untuk memberikan tanggapan terkait tuntutan dari massa.
"Jadi kami menerima audiensi dari mahasiswa dan tuntutan sudah dibacakan, dan akan kami teruskan kepada pimpinan untuk ditindaklanjuti," kata Sugiyono di lokasi.
"3x24 jam, harus segera mendapatkan tanggapan, di antaranya tidak setuju adanya nepotisme, tidak ada jual beli jabatan, dan juga tidak setuju dengan adanya ujian melalui LJK," lanjut dia.
(dil/afn)