Wakil Rektor IV Universitas Diponegoro (Undip) Wijayanto berharap Kemenkes melakukan investigasi menyeluruh terkait kasus dugaan bullying mahasiswi pendidikan dokter spesialis (PPDS) berinisial ARL. Menurutnya, masalah ini juga berkaitan dengan jam kerja berlebih.
"Kita ingin investigasi itu sampai ke akar strukturalnya, akar sistemnya. Sebenernya akarnya kan ada kebijakan dari Kariadi yang juga kebijakan Kemenkes sebenarnya bahwa jam kerja itu minimal 80 jam seminggu. Jadi bisa luar biasa berlebihan, bisa seorang dokter itu bekerja 24 jam sehari," kata Wijayanto di FK Undip, Tembalang, Semarang, Senin (2/9/2024).
Hal itulah yang menurutnya membuat dokter di sana mengalami tekanan, termasuk dokter residen atau mahasiswa PPDS.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Praktik itu yang membuat siapa pun yang ada di sana, mau dokter PPDS, mau dokter senior, semua akan mengalami bekerja dalam tekanan yang luar biasa," ujarnya.
Menurutnya, jam kerja berlebih itu juga harus dievaluasi. Tak hanya Undip, menurutnya, hal yang sama juga terjadi di sejumlah PPDS universitas lain.
"Saat ini seakan akan hanya Undip yang bersalah, satu-satunya. Apapun hasil investigasi, kita akan support, tapi ketika akar strukturalnya, yaitu jam kerja luar biasa yg berlebihan, yang itu sebenarnya kebijakan dari rumah sakit dan mengikuti Kemenkes, maka selama itu belum dipecahkan, ini akan menjadi masalah seluruh FK-FK yang ada di Indonesia," jelasnya.
Undip Kaji Kerja Sama dengan RS Kariadi
Kini, pihaknya tengah membahas secara serius kerja sama antara FK Undip dan RSUP dr Kariadi. Pihaknya juga masih menunggu hasil investigasi dari Kemenkes dan polisi terkait dugaan bullying itu.
"Sekarang sedang kita lakukan evaluasi memang, sekarang sedang diskusi serius di Rektorat, bagaimana sikap kita ke depan. Tapi yang mau kita lakukan sekarang adalah kita menghargai ini negara hukum, kita menunggu hasil investigasi keluar sampai tuntas," ungkapnya.
Wijayanto juga belum mau mengungkap terkait peluang memutus kerja sama dengan RS Kariadi. Dia menilai FK Undip dan RS Kariadi memiliki sejarah panjang dalam pendidikan.
"Ya kan kita punya rumah sakit sendiri, yang juga bagus banget sebenernya. Kita bisa gunakan itu. Tapi kan ini masalahnya adalah hubungan kesejarahan dengan Kariadi, yang itu menurut saya tidak bisa diputus begitu saja saja," jelasnya.
"Bagaimanapun FK Undip lah yang membesarkan RS Kariadi dan sebaliknya, RS Kariadi lah yang memberikan ruang FK Undip dan itu sudah sejak dulu," tambahnya.
RS Kariadi Sebut Jam Kerja PPDS Diatur FK Undip
Manajer Hukum dan Humas RS Kariadi, Vivi Vira Virdianti ikut buka suara terkait jam kerja berlebih. Secara umum, dia menyebut jam kerja dokter di RS Kariadi sudah diatur secara proporsional.
"Kalau jam kerja overload itu sebenarnya tidak, RS Kariadi apalagi operasinya itu misalnya sito itu segera dan darurat, IGD itu 24 jam, lihat dong masyarakat kalau ada kegawatan ke mana, operasi pun sama ada yang buka 24 jam, jadi bukan overload ya," jelas Vivi.
"Rumah sakit ini menyediakan operasi-operasi yang gawat darurat 24 jam. Itu sebenarnya yang diuntungkan masyarakat kita RS Kariadi melayani masyarakat luas dalam bidang pelayanan kesehatan," sambung dia.
Dia menyampaikan jam kerja mahasiswa PPDS diatur oleh FK Undip. Pihaknya hanya menyediakan lahan sebagai sarana pendidikan.
"Kami menyediakan lahan, lahan pendidikan, wahana pendidikan, kita rumah sakit pendidikan wajib memberikan wahana pendidikan bagi calon-calon dokter spesialis tapi tidak hanya dokter spesialis, bidan, apotek juga praktik di sini, belajar di sini. Kalau teknis (termasuk jadwal jam kerja) di pendidikan ya, kan beliau-beliau juga ada di sini," pungkasnya.
(ams/rih)