Undip Sebut Mahasiswa PPDS Terkadang Kerja di RS hingga 24 Jam

Undip Sebut Mahasiswa PPDS Terkadang Kerja di RS hingga 24 Jam

Afzal Nur Iman - detikJateng
Minggu, 01 Sep 2024 21:17 WIB
kampus undip semarang
Kampus Undip Semarang. Foto: Angling Adhitya Purbaya/detikJateng
Semarang -

Wakil Rektor IV Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Wijayanto, berharap agar investigasi dugaan perundungan atau bullying dalam Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) bisa mengungkap akar struktural dan sistemik dalam kasus ini.

"Peristiwa ini ibarat puncak gunung es. Undip mendorong agar investigasi dilakukan secara tuntas agar terungkap akar struktural dan sistemik dari keadaan ini sebagai modal pembenahan ke depan," kata Wijayanto dalam keterangan tertulis, Minggu (1/9/2024).

Wijayanto mengatakan, kasus dugaan perundungan dalam PPDS itu membuat semua mata tertuju pada Undip. Padahal, menurut dia, ada hal-hal yang merupakan kebijakan dari rumah sakit mitra, di antaranya soal jam kerja dokter residen.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Semuanya tertuju pada Undip dan hanya Undip. Bahkan meskipun pada kenyataannya, seperti jelas dalam berbagai dialog, jam kerja yang overload itu adalah kebijakan rumah sakit dan ini adalah ranah kebijakan Kementerian Kesehatan (Kemenkes)," ujar Wijayanto dalam keterangannya.

"Mahasiswa PPDS belajar dengan cara yang tidak biasa, learning by doing dengan langsung praktik di rumah sakit. Seorang residen, julukan untuk mahasiswa PPDS yang tengah belajar di rumah sakit, mesti bekerja rata-rata lebih dari 80 jam seminggu. Tidur hanya 2-3 jam setiap hari. Kadang mesti bekerja hingga 24 jam alias sama sekali tidak tidur," sambung dia.

ADVERTISEMENT

Wijayanto menambahkan, hingga kini Undip sudah menerima dua hukuman dari Kemenkes. Pertama ialah penghentian program PPDS di RSUP Kariadi. Kedua, Dekan Fakultas Kedokteran (FK) Undip, Yan Wisnu Prajoko, kini ditangguhkan aktivitas klinisnya.

"Jumat kemarin, bahkan sebelum hasil investigasi keluar, dia sudah terlebih dulu diberhentikan praktiknya dari RSUP Dr Kariadi. Yang melakukan pemberhentian itu adalah Direktur Rumah Sakit. Kita mendengar Pak Dirut mendapat tekanan luar biasa dari Kementerian Kesehatan sehingga mengeluarkan keputusan itu," kata Wijayanto.

Dia berharap pihak berwenang mengusut kasus ini secara tuntas. "Agar Undip tidak terus-terusan menjadi sitting duck yang dihujani hukuman tanpa bukti dan tanpa pengadilan," ujar Wijayanto.

Penjelasan Pihak Kemenkes

Saat dimintai konfirmasi mengenai pernyataan Wakil Rektor IV Undip Semarang, Wijayanto, Kabiro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes Siti Nadia Tarmizi memberi jawaban singkat.

"Kalau selama ini pengaturan PPDS itu dari FK-nya ya," kata Siti kepada wartawan melalui pesan singkat, Minggu (1/9) malam.

Saat ditanya soal kabar Kemenkes melakukan pemotongan gaji terhadap karyawan dan dokter berstatus PNS di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dokter Kariadi Semarang sebagai imbas dari praktek palsu beberapa dokter yang digantikan oleh juniornya, yakni dokter residen dari Universitas Diponegoro (Undip), Siti mengatakan akan melakukan pengecekan.

"Kami cek dulu ini," pungkas Siti.

Menkes Sebut Ada Bullying di Balik Tewasnya Mahasiswi PPDS Undip

Dilansir detikJogja, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin meyakini ada praktik bullying di balik meninggalnya dr ARL, residen PPDS anestesi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (FK Undip). Hal itu diketahui dari hasil investigasi internal yang dilakukan Kemenkes.

Budi mengatakan, dalam investigasi itu terdapat bukti chat WhasApp (WA), sejumlah catatan, dan rekaman yang menguatkan adanya praktik bullying.

"Kita sudah dapat semua WA-nya, catatannya, semua rekamannya. Itu kan para PPDS itu dipanggil, kemudian diarahkan, diintimidasi, harus begini-begini," kata Budi Gunadi ditemui wartawan di RSUP Dr Sardjito, Rabu (28/8/2024), dikutip dari detikJogja.

Namun Budi Gunadi tidak menjelaskan soal format rekaman yang didapatkan, apakah berupa video atau suara.

"Kan dapat juga kita rekamannya itu sudah ada semua. Jadi udah gamblang," ujarnya.

Seluruh bukti yang didapatkan itu telah diserahkan ke kepolisian. "(Hasil investigasi) Sudah kita berikan ke polisi," kata Budi Gunadi.

Budi Gunadi menambahkan, pihaknya juga telah menelusuri bentuk-bentuk bullying di PPDS.

"Saya sudah tahu semua kok berapa harus bayarnya, mereka praktiknya seperti apa, yang kerja di rumah sakit pendidikan itu sebenarnya hanya dokter-dokter PPDS saja yang lain nggak pernah kerja di sana. Kalau misalnya di ruang operasi PPDS yang juga ngerjain dokternya hanya 5 menit pertama ditinggalkan," katanya.

"Kalau kita masuk (rumah sakit) mesti izin. Kalau nggak (izin), nggak boleh masuk ke rumah sakit," imbuh dia.

Berkaca dari kasus ini, Budi Gunadi punya mimpi untuk menghapus bullying di lingkungan PPDS.

"Mudah-mudahan, mimpi kedua, saya bisa berhasil hilangkan praktik bullying yang sangat tidak manusiawi ini dalam pendidikan dokter spesialis di kita. Secepatnya," ucap Budi.

Diberitakan sebelumnya, seorang dokter yang merupakan mahasiswi PPDS Prodi Anestesi Undip ditemukan meninggal di kamar kos. Dia diduga bunuh diri dengan menyuntikkan obat penenang.

Dalam penanganan kasus tersebut, polisi menemukan buku harian yang menceritakan beratnya kuliah di tempat tersebut. Polisi mendalami kemungkinan adanya bullying dari para seniornya.




(dil/dil)

Koleksi Pilihan

Kumpulan artikel pilihan oleh redaksi detikjateng

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads