Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia (AIPKI) buka suara terkait pemberhentian Prodi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi dan Reanimasi, dan pemberhentian aktivitas klinik Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (FK Undip), dr Yan Wisnu Prajokon. AIPKI meminta PPDS dan dr Yan Wisnu kembali aktif.
Diketahui, seorang mahasiswi PPDS ditemukan meninggal di kosnya daerah Lempongsari pada 12 Agustus lalu. Polisi turun tangan untuk mendalami dugaan bunuh diri dan perundungan yang dialami korban. Pihak keluarga membantah korban bunuh diri, sedangkan Undip sudah membantah soal perundungan. Hingga kini penanganan masih dilakukan dengan kerja sama Kemenkes dan kepolisian.
Kemenkes sudah menyebutkan beberapa aksi perundungan yang dialami korban. Kasus itu juga berbuntut pada penghentian aktivitas klinis dekan FK Undip, Dr dr Yan Wisnu Prajoko.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menanggapi hal itu, AIPKI menyatakan sikap yang dituangkan dalam lima poin. Ketua AIPKI Prof Budi Santoso saat dimintai konfirmasi detikJateng mempersilakan untuk mengutipnya. Dia menyebutkan pernyataan itu sudah dikirim ke tiga kementerian.
"Boleh (dikutip), sudah kita kirim official ke Kemendikbud, Kemenkes dan Kementerian PMK," kata Budi dihubungi detikJateng, Senin (2/9/2024).
Pernyataan sikap pada poin pertama yaitu AIPKI menolak segala bentuk bullying dalam pendidikan kedokteran. Mereka juga menyatakan komitmen menciptakan lingkungan pendidikan yang aman, mendukung perkembangan akademik, dan menjunjung tinggi profesionalisme.
"AIPKI, sebagai organisasi yang bergerak di bidang pendidikan kedokteran di Indonesia, tidak mentolerir tindakan bullying dalam bentuk apa pun di lingkungan pendidikan kedokteran, baik di tingkat Sarjana (S1) Kedokteran, Program Profesi Dokter, maupun Program Pendidikan Dokter Spesialis 1 dan 2 (PPDS)," tulis AIPKI pada pernyataannya.
Pernyataan sikap kedua yaitu komitmen terhadap pengusutan kasus dengan prinsip keadilan dan transparansi. Mereka berharap kasus kematian seorang dokter yang juga mahasiswi PPDS Undip diusut berimbang dan diawasi ketat oleh berbagai pihak terkait, secara objektif, transparan, dan adil.
"AIPKI mendukung keterbukaan Undip terhadap hasil investigasi pihak luar, termasuk dari kepolisian dan Kementerian Kesehatan, dalam upaya mendapatkan kebenaran yang sejati," tegasnya.
Di poin ketiga, AIPKI menyinggung penghentian kegiatan PPDS Anestesi dan Reanimasi FK Undip di RSUP dr. Kariadi oleh Kementerian Kesehatan. Mereka meminta semua pihak agar menghormati proses investigasi yang sedang berlangsung dan menghindari tindakan penghakiman secara dini.
"Kami sangat menyesalkan dilaksanakannya hukuman atau tindakan sebelum proses investigasi selesai, karena berpotensi merugikan individu yang diduga terlibat dan seluruh komunitas akademik serta masyarakat luas. Pemberhentian program studi PPDS Anestesi dan Reanimasi FK Undip di RSUP dr. Kariadi oleh Kementerian Kesehatan sebelum adanya keputusan final dari investigasi berdampak negatif pada mahasiswa dan pelayanan kesehatan masyarakat," jelasnya.
Berikutnya, AIPKI menyatakan dukungan kepada Dekan FK Undip, dr. Yang Wisnu Prajoko yang dihentikan aktivitas kliniknya. Mereka menyesalkan tindakan pemberhentian itu karena menurut mereka Wisnu sudah menunjukkan integritas dan dedikasi tinggi dalam menjalankan tugasnya.
"AIPKI mengharapkan agar tindakan seperti ini tidak menjadi preseden yang merusak iklim akademik dan profesionalisme di lingkungan pendidikan kedokteran," tegasnya.
Terakhir, AIPKI meminta Program PPDS Anastesi dan Reanimasi Undip diaktifkan lagi dan dr. Yang Wisnu juga kembali menjalankan aktivitas kliniknya.
"AIPKI mengimbau agar program PPDS Anestesi dan Reanimasi dapat berjalan kembali di RSUP dr. Kariadi dan Dr. dr. Yan Wisnu Prajoko, M.Kes., Sp.B., Subsp.Onk(K) dapat melanjutkan aktivitas klinik sesuai dengan keahlian subspesialisasinya yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat," katanya.
Pernyataan Warek IV Undip dan Kabiro Komunikasi Kemenkes di halaman selanjutnya
Pernyataan Wakil Rektor IV Undip
Diberitakan sebelumnya, Wakil Rektor IV Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Wijayanto berharap agar investigasi dugaan perundungan atau bullying dalam Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) bisa mengungkap akar struktural dan sistemik dalam kasus ini.
"Peristiwa ini ibarat puncak gunung es. Undip mendorong agar investigasi dilakukan secara tuntas agar terungkap akar struktural dan sistemik dari keadaan ini sebagai modal pembenahan ke depan," kata Wijayanto dalam keterangan tertulis, Minggu (1/9/2024).
Wijayanto mengatakan, kasus dugaan perundungan dalam PPDS itu membuat semua mata tertuju pada Undip. Padahal, menurut dia, ada hal-hal yang merupakan kebijakan dari rumah sakit mitra, di antaranya soal jam kerja dokter residen.
"Semuanya tertuju pada Undip dan hanya Undip. Bahkan meskipun pada kenyataannya, seperti jelas dalam berbagai dialog, jam kerja yang overload itu adalah kebijakan rumah sakit dan ini adalah ranah kebijakan Kementerian Kesehatan (Kemenkes)," ujar Wijayanto dalam keterangannya.
"Mahasiswa PPDS belajar dengan cara yang tidak biasa, learning by doing dengan langsung praktik di rumah sakit. Seorang residen, julukan untuk mahasiswa PPDS yang tengah belajar di rumah sakit, mesti bekerja rata-rata lebih dari 80 jam seminggu. Tidur hanya 2-3 jam setiap hari. Kadang mesti bekerja hingga 24 jam alias sama sekali tidak tidur," sambung dia.
Wijayanto menambahkan, hingga kini Undip sudah menerima dua hukuman dari Kemenkes. Pertama ialah penghentian program PPDS di RSUP Kariadi. Kedua, Dekan Fakultas Kedokteran (FK) Undip, Yan Wisnu Prajoko, kini ditangguhkan aktivitas klinisnya.
"Jumat kemarin, bahkan sebelum hasil investigasi keluar, dia sudah terlebih dulu diberhentikan praktiknya dari RSUP Dr Kariadi. Yang melakukan pemberhentian itu adalah Direktur Rumah Sakit. Kita mendengar Pak Dirut mendapat tekanan luar biasa dari Kementerian Kesehatan sehingga mengeluarkan keputusan itu," kata Wijayanto.
Dia berharap pihak berwenang mengusut kasus ini secara tuntas. "Agar Undip tidak terus-terusan menjadi sitting duck yang dihujani hukuman tanpa bukti dan tanpa pengadilan," ujar Wijayanto.
Penjelasan Pihak Kemenkes
Saat dimintai konfirmasi mengenai pernyataan Wakil Rektor IV Undip Semarang, Wijayanto, Kabiro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes Siti Nadia Tarmizi memberi jawaban singkat.
"Kalau selama ini pengaturan PPDS itu dari FK-nya ya," kata Siti kepada wartawan melalui pesan singkat, Minggu (1/9) malam.
Saat ditanya soal kabar Kemenkes melakukan pemotongan gaji terhadap karyawan dan dokter berstatus PNS di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dokter Kariadi Semarang sebagai imbas dari praktek palsu beberapa dokter yang digantikan oleh juniornya, yakni dokter residen dari Universitas Diponegoro (Undip), Siti mengatakan akan melakukan pengecekan.
"Kami cek dulu ini," pungkas Siti.
Simak Video "Video: Menkes Sebut Kasus Bullying PPDS Undip Dokter Aulia Sudah P21"
[Gambas:Video 20detik]
(rih/dil)

Koleksi Pilihan
Kumpulan artikel pilihan oleh redaksi detikjateng