Sekretaris DPD PDIP Jawa Tengah, Sumanto mengungkap latar belakang lahirnya sistem komandante yang diterapkan di Pileg 2024. Dia menyebut sistem itu lahir untuk meminimalisir pertarungan antarcaleg PDIP di dapil masing-masing.
"(Awalnya) Kan diskusi kan namanya partai. Itu kan sama ini mengurangi benturan antarpartai, antar-anggota," ujar Sumanto saat ditemui di Kantor DPRD Jateng, Jalan Pahlawan, Semarang, Selasa (4/6/2024).
Sumanto menyebut dengan sistem pemilihan terbuka para caleg bakal dipertarungkan dengan sesama caleg dalam suatu dapil, meski dari satu partai yang sama. Oleh karena itu, PDIP membagi lagi wilayah dapil itu dengan wilayah tempur.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi kamu dan saya di wilayah satu dapil kabupaten kan ada beberapa, kamu berapa desa sudah disepakati begitu juga saya. Mereka melakukan kampanye di situ saja, nah itu yang dihitung suara mereka sendiri by name, suara partai sendiri, suara orang yang nyoblos di situ atau caleg-caleg yang menjadi kuota kursi itu milik mereka, (pembagian wilayah) sudah ada SK-nya juga," ujarnya.
"Ini adalah gotong royong kita supaya tidak terjadi yang namanya pemilu terbuka ini kan, jeruk makan jeruk nah kita menghindari," sambungnya.
Sistem tersebut diterapkan di seluruh Jateng kecuali Boyolali dan Solo. Dia menyebut penghitungan itu dilakukan dengan transparan.
"Itu ada cara menghitungnya, kan di dapil itu ada beberapa kecamatan ini kabupaten loh ya, kemudian ada beberapa desa, kalau dulu mereka bertempur di dalam satu kecamatan ini idealnya dibatasi aja, nggak ada rekayasa ini, cuma cara menghitungnya saja. (Penghitungan) Transparan, kalau mereka dalam satu dapil by name terbanyak, ini dalam suatu wilayah yang sudah ada SK-nya," kata Sumanto.
Dia menyebut sosialisasi terkait hal itu sudah dilakukan jauh-jauh hari. Bahkan, para caleg disebut sudah membuat surat pengunduran diri jauh-jauh hari.
"Sudah sebelum pemilu, setelah SK itu turun kita buat, saya juga buat," jelas dia.
(ams/rih)