Sistem Komandante Tuai Kritik, PDIP Jateng: Kita Transparan

Sistem Komandante Tuai Kritik, PDIP Jateng: Kita Transparan

Afzal Nur Iman - detikJateng
Selasa, 04 Jun 2024 17:46 WIB
Sekretaris DPD PDIP Sumanto. Foto diambil Selasa (4/6/2024)
Sekretaris DPD PDIP Jateng Sumanto (Foto: Afzal Nur Iman/detikJateng)
Semarang -

Sejumlah pakar mengkritik sistem komandante PDIP Jawa Tengah yang membuat sejumlah caleg terpilih harus diganti. Sekretaris DPD PDIP Jateng Sumanto menjelaskan partainya transparan dalam melakukan penghitungan.

"(Penghitungan) Transparan, kalau mereka dalam satu dapil by name terbanyak, ini dalam suatu wilayah yang sudah ada SK-nya (Partai)," kata Sumanto saat ditemui wartawan di Gedung DPRD Jateng, Semarang, Selasa (4/6/2024).

Dia membantah jika sistem tersebut memungkinkan caleg terpilih bisa diganti atas dasar kedekatan. Menurutnya, sistem komandante hanya perbedaan cara penghitungan.

"Oh nggak bisa malah, ini fair, ini fair loh itu ada cara menghitungnya. Kan di dapil itu ada beberapa kecamatan ini kabupaten loh ya, kemudian ada beberapa desa, kalau dulu mereka bertempur di dalam satu kecamatan ini idealnya dibatasi aja, nggak ada rekayasa ini, cuma cara menghitungnya saja," jelasnya.

Sumanto menegaskan sistem komandante merupakan cara partainya bergotong royong untuk memenangkan dapil. Pembagian wilayah juga sudah ditentukan jauh hari sebelum pencoblosan.

"Sudah ada aturannya sudah disosialisasikan beberapa tahun, sudah lama," tambahnya.

Seperti diketahui, sistem komandante yang digunakan PDIP membuat sejumlah caleg harus diganti. Termasuk enam caleg terpilih di DPRD Jateng.

Sejumlah pakar mengkritik sistem tersebut. Salah satunya, pakar politik UGM Arya Budi yang menilai hal itu tidak sehat.

"Itu tidak sehat menurut saya, karena kita tidak tahu performa caleg terpilih sebelum menjabat. Meskipun partai punya logikanya sendiri untuk bekerja," kata Arya saat dihubungi detikJogja, Kamis (30/5).

Mundurnya para caleg terpilih itu, lanjut Arya, bisa jadi untuk mengakomodir caleg jagoan PDIP yang gagal melenggang ke gedung dewan.

"Mungkin saja. Saya nggak tahu, tapi partai punya nalarnya sendiri. Contoh, caleg terpilih itu ternyata caleg baru di PDIP dianggap tidak berdarah-darah, sementara ada caleg lain yang sudah lama dianggap membesarkan sehingga pantas mewakili partai, itu mungkin saja," ujarnya.




(ams/rih)


Hide Ads