Pantauan detikJateng, bekas rel kereta api di Desa Guyangan Kecamatan Winong masih digunakan warga untuk jembatan, Sabtu (2/12). Terlihat jembatan itu memiliki panjang sekitar 50 meter dengan lebar 50 sentimeter.
Di atas bekas rel itu terpasang papan kayu yang ditumpuk. Mirisnya kayu itu ada yang terlihat sudah lapuk. Di sisi kanan kiri jembatan tidak ada pengamannya. Sementara di bawahnya ada Sungai Cabean tingginya sekitar 50 meter.
Meskipun kondisinya seadanya, warga menggunakan untuk aktivitas sehari-hari. Mulai dari ke sawah hingga menjadi jalur alternatif warga Desa Watesaji dan Guyangan untuk menuju kota Pati.
Warga Pucakwangi, Sutrisno (43) terpaksa menggunakan bekas rel kereta api itu karena jalur utama menuju Kota jaraknya jauh. Ia mengaku sering melintas jembatan itu untuk sekadar pergi ke Pasar Winong.
"Ini dari Winong tembus Pucakwangi atau sebaliknya, ke (dari Winong) menuju Dukuh Morotoko Desa Watesaji Kecamatan Pucakwangi," jelas Trisno kepada detikJateng ditemui di lokasi, Sabtu (2/12/2023).
![]() |
Bekas Rel KA Jadi Jembatan Alternatif
Ia mengatakan jalur tersebut hanya bisa dilewati dengan kendaraan sepeda motor. Mereka yang melintas pun harus bergantian. Apalagi kondisi jembatan yang tidak ada pengaman di sampingnya.
"Ini menjadi alternatif warga, tapi memang kondisinya rusak, kalau motor saat ini setelah hujan jalannya becek," ungkapnya.
Warga Desa Guyangan, Kusno (50) mengatakan jembatan itu dikenal dengan sebutan Kedung Banteng. Konon jembatan bekas rel itu peninggalan penjajah Bangsa Belanda.
"Kalau warga sini dia mengatakan Jembatan Kedung Banteng, ya sejarahnya kurang jelas, tapi jembatan ini merupakan peninggalan penjajah Bangsa Belanda, sudah lama," ungkap Kusno ditemui di lokasi.
Jembatan itu kata dia menjadi jalur alternatif bagi warga Dukuh Morotoko, Desa Watesaji, Kecamatan Pucakwangi menuju pasar atau ke Kota Pati. Sebab jika melewati jalur utama jaraknya hampir separuhnya.
"Ini memang akses alternatif dari warga Morotoko, sebabnya warga kalau mau ke Kota Winong atau Pucakwangi jelas lebih dekat lewat jembatan ini," katanya.
"Kalau jalur utama jauh sekali, mutar dulu. Kalau ke lewat sini sekitar 18 kilometer, kalau lewat jalur utama bisa 30 kilometer," jelasnya.
Kusno mengaku ada beberapa pengguna jalan yang melintas di atas jembatan mengalami kecelakaan. Ada yang terperosok ke sungai. Sebab kondisi papan yang lapuk dan lebarnya hanya bisa dilewati satu kendaraan.
"Dulunya ini rel cuma orang mengatakan bantalan, hanya kayu, ini inisiatif masyarakat terus ini dikasih papan kayu. Warga tidak takut, karena sudah terbiasa," terang dia.
Maka dari itu, Kusno berharap agar pemerintah membantu warga. Ia meminta kepada pemerintah agar dibangunkan jembatan yang layak.
"Harapan sudah beberapa kali, bahwa jembatan mau dibangun tapi sampai sekarang tidak ada kabar. Ternyata terbengkalai sampai sekarang, memang harapan dari masyarakat harus memikirkan ini," harap Kusno.
Sudah Diusulkan Perbaikan
Dihubungi secara terpisah Kepala Desa Guyangan Jakem mengatakan jembatan bekas rel itu dulunya digunakan untuk memuat hasil tebangan dari hutan. Jembatan itu konon dibangun oleh Bangsa Belanda.
"Jembatan itu digunakan untuk kayu hasil tebangan hutan. Jembatan ini sementara digunakan untuk warga, sebelah timur ke arah Dukuh Morotoko ikut Desa Watesaji, Kecamatan Pucakwangi, kalau mau ada kepentingan ke Winong ke Cabean satu-satunya jalur alternatif ke situ," jelas Jakem lewat sambungan telepon.
Jakem mengaku sudah beberapa kali mengusulkan adanya perbaikan jembatan yang layak bagi warganya. Namun hingga kini belum ada perbaikan jembatan. Ia berharap agar pemkab kembali menganggarkan perbaikan jembatan tersebut.
"Itu dulunya sudah saya usulkan pada tahun 2018, itu sudah masuk ke delegasi Musrenbang Kecamatan, jadi diangkat ke Kabupaten Pati disetujui pak Bupati diagendakan dibangun tahun 2020, kebetulan anggaran tahun 2020 alasannya ada wadah pandemi jadi akhirnya tertunda, setelah itu belum ada kabar lagi," ungkap Jakem.
(apu/aku)