Organisasi profesi guru dan madrasah diniyah di Provinsi Jawa Tengah menolak rencana penghapusan anggaran insentif guru keagamaan. Mereka meminta agar anggaran tersebut, beserta bantuan operasional sekolah daerah tidak dihapus dari Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Jateng Tahun 2024.
Diketahui selain Forum Komunikasi Diniyah Takmiliyah (FKDT) Jateng, sejumlah organisasi profesi guru juga menolak realokasi insentif guru keagamaan, antara lain Forum Kepala Sekolah Swasta (FKSS), Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu), Persatuan Guru Seluruh Indonesia (PGSI), dan Forum Komunikasi Pondok Pesantren (FKPP).
"Kami memohon agar dana insentif guru keagamaan itu dipertahankan dan tidak dihapus karena sangat membantu meski nilainya tidak begitu banyak," kata Ketua FKDT Provinsi Jateng Kiai Haji Abdurrahman dalam keterangan tertulis, Kamis (23/11/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menyebut insentif guru keagamaan yang besarannya hanya Rp 100 ribu per bulan sangat membantu meringankan beban para guru madin dan TPQ.
"Kalau sampai dihapus alangkah kasihannya guru madin dan TPQ, baru berjalan lima tahun sudah dihapus, mungkin nanti akibatnya jadi tidak baik bagi guru-guru madin," ujarnya.
Ia menekankan sikap pihaknya yang menolak realokasi insentif guru keagamaan telah dikomunikasikan dengan jajaran FKDT Jateng dengan anggota sekitar 80 ribu orang. Hal tersebut juga sudah diteruskan ke jajaran Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) DPRD Jateng.
"Sangat membantu meski nilainya tidak begitu banyak. Dana insentif ini juga sangat berguna kepada pendidikan islam di Jateng," katanya.
Di sisi lain, Ahmad Nasihin yang merupakan Pergunu Jateng juga memohon kepada FPKB DPRD Jateng agar memperjuangkan keberadaan anggaran insentif guru keagamaan. Menurutnya guru agama mengemban tugas mulia untuk mencerdaskan anak bangsa. Sehingga insentif guru keagamaan harus dipertahankan, bila perlu ditambah.
"Jangan dihapus dan bila memungkinkan justru ditambah karena guru mempunyai tugas mulia, guru mendidik moral anak bangsa ben apik. Ini yang seharusnya difasilitasi pemerintah karena pemerintah tidak mampu menyelenggarakan sendiri. Lha ini kok malah dihapuskan insentif guru dan bantuan operasional daerah," ujarnya.
Menanggapi hal tersebut, Fraksi PKB DPRD Jateng menegaskan dalam posisi bersama-sama dengan organisasi guru madin dan TPQ yakni menolak rencana realokasi anggaran.
"PKB berusaha semaksimal mungkin agar dana insentif dan Bosda swasta tersebut dipertahankan, bahkan bila memungkinkan ada pergeseran anggaran untuk ditambah, dari semula Rp 100 ribu menjadi Rp 200 ribu per bulan," katanya.
Diketahui sebelumnya Pemprov Jateng berencana merealokasi beberapa anggaran pada Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) RAPBD Jateng tahun 2024. Hal ini guna mendukung pelaksanaan 10 Program Prioritas Penjabat Gubernur Jateng Nana Sudjana.
Adapun anggaran yang akan direalokasi Pemprov Jateng antara lain, anggaran insentif guru keagamaan sebesar Rp 247,2 miliar, anggaran penanggulangan kemiskinan ekstrem sebanyak Rp 243,4 miliar, dan anggaran bantuan operasional sekolah daerah Rp142,8 miliar. Di samping itu anggaran Bina Marga Rp 200 miliar dan anggaran rumah tidak layak huni (RTLH) sebesar Rp 80 miliar. Hingga saat ini rencana realokasi anggaran tersebut masih dalam proses pembahasan antara DPRD Jateng dengan Pemprov Jateng.
Seperti diketahui, program insentif guru keagamaan merupakan program Ganjar Pranowo dan Taj Yasin Maimoen yang diluncurkan sejak 2019. Program ini merupakan bentuk kepedulian Ganjar terhadap para guru agama non formal selaku tenaga pendidik yang manfaatnya dirasakan betul ratusan ribu tenaga pengajar.
Hingga 2023 tercatat insentif guru agama nonformal telah tersalurkan sebesar Rp 1,2 triliun. Setiap tahun jumlah guru penerima yang berasal dari lintas agama terus meningkat, dari awalnya pada 2019 berjumlah 171.131 orang meningkat menjadi 230.830 orang.
(akn/ega)