Biografi Pramodhawardhani, Ratu Mataram Kuno di Balik Megahnya Borobudur

Biografi Pramodhawardhani, Ratu Mataram Kuno di Balik Megahnya Borobudur

Anandio Januar - detikJateng
Rabu, 01 Nov 2023 16:13 WIB
Candi Borobudur
Biografi Pramodhawardhani, Ratu Mataram Kuno di Balik Megahnya Borobudur. Foto: Freepik
Solo - Pramodhawardhani adalah salah satu tokoh wanita yang sempat menjadi Ratu Kerajaan Medang atau Kerajaan Mataram Kuno pada tahun 840-an. Berikut kisah Pramodhawardhani yang banyak berkontribusi bagi rakyat-rakyatnya.

Sosok Pramodhawardhani menjadi salah satu contoh bahwa kaum wanita di zaman dahulu dapat ikut berpartisipasi dalam mengurus pemerintahan. Berbagai peninggalan yang masih tersimpan hingga saat ini menjadi salah satu bukti kekuasaan Pramodhawardhani sebagai permaisuri dari Rakai Pikatan, Raja Kerajaan Medang sekitar tahun 840-an.

Lantas, siapakah sebenarnya sosok Pramodhawardhani ini dan peran apa saja yang pernah ia berikan? Berikut ini rangkuman detikJateng mengenai biografi Pramodhawardhani.

Biografi Pramodhawardhani

Putri Mahkota Wangsa Sailendra

Dikutip dari laman resmi Kemdikbud RI, Maharatu Pramodhawardhani adalah putri dari Rakai Warak Dyah Manara yang dikenal sebagai Raja Samaratungga dan berasal dari wangsa beragama Buddha yakni Wangsa Sailendra. Namanya ditemukan dalam prasasti Kayumwungan tanggal 26 Maret 824 yang menerangkan bahwa ia merupakan putri Maharaja Samaratungga.

Pramodhawardhani menjadi permaisuri dari Rakai Pikatan dari wangsa yang beragama Hindu pada tahun 832 M. Setahun kemudian, dia memperoleh kekuasaan di Jawa setelah berhasil memenangkan pertarungan untuk penguasaan dengan Balaputradewa. Pramodhawardhani pun berkuasa bersama Rakai Pikatan sejak 833-856 M.

Wakil Perdana Menteri Qatar Hamad Bin Abdulaziz al-Kawari (kedua kiri) bersama Duta Besar Qatar untuk Indonesia Fawziya Edrees Salman Al-Sulaiti (kiri) dan Direktur Timur Tengah dari Direktorat Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Kemenlu Bagus Hendraning Kobarsyih (kanan) mengalungkan medali kepada pesepeda Culturide Qatar-Indonesia 2023 ketika mencapai garis finis di Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah.Wakil Perdana Menteri Qatar Hamad Bin Abdulaziz al-Kawari (kedua kiri) bersama Duta Besar Qatar untuk Indonesia Fawziya Edrees Salman Al-Sulaiti (kiri) dan Direktur Timur Tengah dari Direktorat Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Kemenlu Bagus Hendraning Kobarsyih (kanan) mengalungkan medali kepada pesepeda Culturide Qatar-Indonesia 2023 ketika mencapai garis finis di Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah. Foto: (ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha)

Menikah dengan Raja Mataram Kuno yang Beda Agama

Dalam sejarah kuno Indonesia, perkawinan Maharatu Pramodhawardhani sering dianggap sebagai salah satu contoh awal dari perkawinan lintas agama antara raja dan ratu yang memiliki penuh kekuasaan atas sebuah kerajaan.

Dikutip dari buku 'Asal-usul & sejarah orang Jawa' karya Sri Wintala Achmad (2017), saat Pramodhawardhani menjadi ratu, banyak orang Jawa yang menganut agama Buddha karena menganggapnya sebagai panutan. Meski saat itu banyak juga masyarakat yang menganut agama Hindu, mereka tidak saling berselisih paham dan berperang.

Pernikahan Pramodhawardhani yang beragama Buddha dan Rakai Pikatan yang beragama Hindu menjadi salah satu bukti dapat terciptanya kerukunan dan kedamaian antar masyarakat yang hidup berdampingan.

Hubungan Keluarga dengan Balaputradewa

Pramodhawardhani memiliki hubungan keluarga dengan Balaputradewa yang merupakan raja Kerajaan Sriwijaya. Dikutip dari buku 'Dieng: Antara Mitos dan Informasi Kesejarahan' yang ditulis Otto Sukatno (2023), Balaputradewa adalah adik tiri dari Pramodhawardhani tepatnya dari ibu yang berbeda.

Balaputradewa sempat tidak menyetujui perkawinan Pramodhawardhani dengan Rakai Pikatan yang menyebabkan kembalinya kekuasaan wangsa Sanjaya. Namun, Balaputradewa kalah dan akhirnya menyingkir ke Kerajaan Sriwijaya untuk menjadi raja berdasarkan garis keturunan ibunya.

Berdasarkan catatan lainnya juga mengatakan Balaputradewa adalah paman Pramodhawardhani. Balaputradewa merasa berhak menjadi pewaris kekuasaan Samaratungga sehingga terjadi perselisihan dan kian memanas ketika ada konflik wangsa Sanjaya dan Syailendra. Akan tetapi informasi tersebut banyak juga yang membantah sehingga terkait kepastiannya masih menjadi perdebatan.

Turut Membangun dan Meresmikan Candi Borobudur

Masih dikutip dari buku yang sama, pernikahan Pramodhawardhani dengan Rakai Pikatan membuat bersatunya wangsa Syailendra dan Sanjaya. Akan tetapi, kekuasaan lebih condong ke wangsa Sanjaya.

Meskipun demikian, Pramodhawardhani masih meneruskan pembangunan candi-candi Buddha seperti Candi Plaosan Lor. Selain itu, candi besar yang telah dibangun sejak masa Raja Samaratungga bernama 'kamulan i bhumi sambhara bhudara' yang dikenal Candi Borobudur juga selesai dibangun pada masa Pramodhawardhani.

Berdasarkan prasasti Sri Kahulunan berangka 842 M di daerah Kedu tertulis bahwa Pramodhawardhani meresmikan pemberian tanah untuk pemeliharaan Candi Borobudur yang sudah dibangun sejak masa pemerintahan Samaratungga.

Bergelar Sri Kahulunan

Pramodhawardhani memiliki julukan Sri Kahulunan. Berdasarkan prasasti Tri Tepusan atau Sri Kahulunan yang tertulis tanggal 11 November 842 menyebutkan adanya tokoh bergelar Sri Kahulunan yang memberikan sima (daerah bebas pajak) di daerah Kamulan Bhumisambhara atau Candi Borobudur.

Sejarawan Dr. De Casparis mengartikan Sri Kahulunan sebagai permaisuri karena Pramodhawardhani adalah seorang istri dari Rakai Pikatan yang sudah menjadi raja.

Ada pula pendapat dari Drs. Boechari yang mengartikan Sri Kahulunan sebagai ibu suri. Hanya saja menurut pendapatnya, ibu suri merujuk pada ibu dari Pramodhawardhani yaitu istri dari Raja Samaratungga.

Artikel ini ditulis oleh Anandio Januar Peserta program magang bersertifikat kampus merdeka di detikcom


(dil/ams)


Hide Ads