Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas buka suara mengenai diharamkannya karmin sebagai bahan makanan atau minuman oleh PW Lembaga Bahtsul Masail (LBM) NU Jawa Timur. Yaqut menyebut pihaknya akan melakukan pembahasan lebih lanjut mengenai itu.
"Itu kan ada dua versi fatwa (tentang karmin), nanti dulu, lihat dulu. Nanti kita bahas dulu, santai," kata Yaqut saat ditemui di Hotel Alila, Solo, Jumat (29/9/2023).
Yaqut menjelaskan, dua versi fatwa itu yakni dari MUI dan PWNU Jawa Timur. Untuk itu Kemenag akan mempelajari kedua fatwa itu terlebih dahulu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ya kan MUI versi Bahtsul Masail (LBM) NU Jatim yang mengatakan karmin itu haram. Ada fatwa dari MUI yang menyatakan bahwa karmin sebangsa serangga sehingga halal, ada dua versi fatwa. Dari Kemenag kita pelajari dulu, santai," pungkasnya.
Dilansir detikJatim, Rabu (27/9), PW Lembaga Bahtsul Masail (LBM) NU Jawa Timur mengeluarkan sejumlah keputusan bahtsul masail. Salah satunya mengharamkan penggunaan karmin sebagai bahan makanan atau minuman. Karmin ini biasanya banyak ditemukan di yoghurt yang umumnya berwarna merah.
Ketua Lembaga Bahtsul Masail NU Jawa Timur, KH Asyhar Shofwan menyatakan keputusan ini dikeluarkan sejak 29 Agustus 2023. Saat ini banyak makanan atau minuman yang menggunakan bahan karmin, termasuk yoghurt. Dengan tegas, ia menyebut yoghurt berbahan baku karmin ini haram dan tidak boleh dikonsumsi.
"Kami merekomendasikan penggunaan karmin dilarang dan haram," kata Asyhar dalam keterangannya, Rabu (27/9).
"Adapun penggunaan karmin untuk keperluan selain konsumsi semisal untuk lipstik menurut Jumhur Syafi'iyyah tidak diperbolehkan karena dihukumi najis. Sedangkan menurut Imam Qoffal, Imam Malik, dan Imam Abi hanifah dihukumi suci sehingga diperbolehkan karena serangga tidak mempunyai darah, itu yang membuat bangkainya tidak bisa membusuk," ujar Asyhar.
Penjelasan MUI Jatim
Sementara itu Ketua Komisi Fatwa MUI Jatim, KH Ma'ruf Khozin menyatakan bahwa MUI sejak 2011 lalu sudah membuat fatwa terkait penggunaan karmin sebagai salah satu bahan pembuat makanan/minuman. MUI sampai hari ini memperbolehkan penggunaan karmin.
"Jadi MUI sudah memutuskan lebih lama. Tahun 2011. Dan MUI sudah memutuskan halal penggunaan karmin," kata Ma'ruf Khozin saat dikonfirmasi detikJatim, Rabu (27/9).
Ma'ruf menyatakan bahwa MUI kala itu memutuskan karmin boleh dipakai sebagai bahan makanan/minuman setelah menghadirkan ahli dari dokter hewan hingga LBPOM.
Selengkapnya di halaman selanjutnya.
"Pertimbangannya setelah menghadirkan dokter hewan sama LBPOM, ternyata serangga itu nggak berbahaya dan tidak ada efeknya. Karena faktor itu difatwakan boleh. Kecuali dari ahli bidang dokter hewan menyatakan ada bahayanya, maka MUI akan memilih larangan atau memilih haram," ujarnya.
"Karena tidak ada, ya diperbolehkan (penggunaan karmin)," lanjutnya.
Ma'ruf mengaku sudah berkomunikasi dengan LBM NU Jatim terkait larangan karmin di bahan makanan/minuman. Menurut Ma'ruf, LBM NU Jatim menggunakan pandangan Mazhab Syafi'i.
"Saya konfirmasi ke LBM NU, saya tanya latar belakangnya bagaimana? Ternyata murni karena faktor pandangan Mazhab Syafi'i. Jadi di Indonesia orang NU itu kan secara fikihnya Mazhab Syafi'i," jelasnya.
"Dalam Mahzab Syafi'i, serangga tergolong binatang yang menjijikkan. Sehingga tidak boleh, baik dikonsumsi atau di luar makanan. Misalnya kosmetik, untuk gincu, tetap tidak boleh dalam Mazhab Syafi'i," tambahnya.
Ma'ruf menyatakan MUI masih tetap membolehkan penggunaan karmin. Lagipula, Ma'ruf melihat dalam hasil bahtsul masail NU Jatim masih menyelipkan pandangan ulama yang membolehkan penggunaan karmin.
"Tapi di keputusan bahtsul masail itu masih mentolerir, masih menyampaikan pendapat ulama Malikiyah yang membolehkan. Jadi sebenarnya ada ruang bahtsul masail untuk memperbolehkan, tapi memang Ketua PWNU Jatim di video yang viral menyampaikan yang haram saja," jelasnya.
"Intinya masih diakomodir dan dipertemukan dan tidak perlu diperdebatkan lebih jauh," tandasnya.