Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas mengingatkan kepada umat Buddha agar melihat rekam jejak calon presiden (capres) pada Pilpres 2024. Menag mengingatkan jangan memilih pemimpin secara asal-asalan.
Hal itu disampaikan Menag dalam sambutannya saat menghadiri acara doa bersama Wahana Nagara Rahaja di Hotel Alila, Solo. Acara itu diikuti umat Buddha.
Awalnya, Menang mengatakan bahwa Indonesia pada 2024 memasuki tahun politik. Menurutnya, umat beragama seharusnya menyadari bahwa pemilu hanyalah mekanisme untuk menemukan siapa yang akan memimpin Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tidak boleh umat beragama kita semua ini menjadi bagian dari yang salah dalam mekanisme itu, dianggap bahwa pemilu ini urusan hidup mati, saling memusuhi, saling menghinakan satu dengan yang lain tidak boleh," kata Yaqut, Jumat (29/9/2023).
Menurutnya, untuk memilih pemimpin negara tidak boleh secara asal-asalan. Sebagai umat yang beragama, lanjut dia, masyarakat mempunyai kewajiban memilih pemimpin yang tepat.
"Agar agama yang kita yakini, agama yang kita pegang erat, keyakinan kita ini, keyakinan pada kita ini bisa tetap terjaga bisa tetap terjamin keberlangsungannya terjamin umatnya untuk melaksanakan ibadah tanpa ada gangguan apa pun," ujarnya.
Untuk itu, dirinya mengajak untuk memilih pemimpin yang tidak hanya pandai dalam berbicara dan mempunyai mulut yang manis. Ia mengajak untuk melihat rekam jejak para capres.
"Oleh karena itu bapak ibu sekalian, saya berharap nanti bapak ibu sekalian dalam memilih pemimpin negeri ini untuk 2024-2029 benar-benar dilihat rekam jejaknya. Jangan karena bicaranya enak, mulutnya manis, mukanya ganteng itu dipilih, jangan asal begitu, harus dilihat dulu track record-nya," jelasnya.
"Track record-nya bagus syukur, mukanya ganteng syukur, bicaranya manis, itu dipilih. Kalau nggak ya jangan, jangan pertaruhkan negeri ini kepada orang yang tidak memiliki perhatian kepada kita semua, cek track record-nya," lanjut Menag.
Lebih lanjut, Menag mengingatkan agar tidak memilih pemimpin yang menggunakan agama sebagai kepentingan politik. Meskipun, dirinya meyakini bahwa politik tidak bisa lepas dari agama.
"Agama dan politik tidak bisa dipisahkan tetapi agama tidak boleh digunakan sebagai alat politik untuk memenuhi nafsu kekuasaan, ini berbeda," bebernya.
"Jadi ini berbeda agama, pasti berhubungan dengan politik dan sebaliknya tetapi jangan gunakan agama untuk memenuhi keinginan merebut kekuasaan, tidak boleh karena berbeda pilihan kemudian yang beda itu dikafir-kafirkan," tegasnya.
Menag mengungkit pada Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017 serta Pemilu 2014 dan 2019 yang dinilai menggunakan agama dalam politik.
Selengkapnya di halaman selanjutnya
"Kita masih ingat, kita punya sejarah yang tidak baik atas politik penggunaan agama dalam politik, kita punya sejarah tidak baik beberapa waktu yang lalu ketika pemilihan Gubernur DKI Jakarta kemudian dua Pilpres terakhir, agama masih terlihat digunakan sebagai alat untuk mencapai kepentingan kekuasaan," tegas Yaqut.
Dirinya pun meminta kepada umat Buddha agar agama tidak digunakan untuk kepentingan-kepentingan.
"Di kesempatan yang baik ini mari sama-sama kita jaga agama yang kita yakini ini agama yang kita pegang teguh di dalam hati kita, kita jaga agar tidak digunakan untuk kepentingan-kepentingan memperebutkan posisi kekuasaan, jangan mau agama dirusak," pungkasnya.
Sebelumnya, Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas meminta masyarakat untuk mengecek rekam jejak calon presiden (capres) yang akan dipilih di Pilpres 2024. Jika ada capres yang pernah memecah belah, Yaqut meminta agar jangan dipilih.
"Harus dicek betul. Pernah nggak calon pemimpin kita, calon presiden kita ini, memecah-belah umat. Kalau pernah, jangan dipilih," ujar Yaqut dalam keterangannya yang dilansir Kemenag.go.id, Senin (4/9) dilansir detikNews.
Yaqut juga mengingatkan masyarakat tidak memilih calon pemimpin yang menggunakan agama sebagai alat politik untuk memperoleh kekuasaan.
"Agama seharusnya dapat melindungi kepentingan seluruh umat, masyarakat. Umat Islam diajarkan agar menebarkan Islam sebagai rahmat, rahmatan lil 'alamin, rahmat untuk semesta alam. Bukan rahmatan lil islami, tok," jelasnya. Yaqut mengatakan hal ini di acara Tablig Akbar Idul Khotmi Nasional Thoriqoh Tijaniyah ke-231 di Pondok Pesantren Az-Zawiyah, Tanjung Anom, Garut, Jawa Barat.