Berikut ini ragam tanggapan perguruan tinggi di Jawa Tengah.
Undip
Rektor Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Yos Johan Utama mengatakan pihaknya akan menyesuaikan kebijakan baru tersebut. Namun saat ini Undip masih menunggu petunjuk teknis dari Kemendikbudristek.
"Undip InsyaAllah akan menyesuaikan. Nunggu petunjuk kementerian," kata Yos Johan lewat pesan singkat kepada detikJateng, Rabu (30/8/2023).
Sementara itu dosen sekaligus Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan FISIP Undip, Teguh Yuwono, merespons positif kebijakan skripsi tidak wajib untuk syarat kelulusan.
"Kebijakan tanpa skripsi itu sebuah kebijakan yang cukup bagus ya memberikan keleluasaan kepada siswa, mahasiswa, untuk melakukan proses pembelajaran secara lebih cepat," kata Teguh kepada wartawan.
Namun implementasi kebijakan Mendikbudristek Nadiem Makarim tersebut harus dengan persiapan agar bisa berjalan dengan baik.
Ia menjelaskan saat ini memang sudah ada yang menjalankan lulus tanpa skripsi dengan syarat khusus, ia berharap ke depannya hal itu tetap bisa meningkatkan kompetensi dari para mahasiswa.
UNS
Rektor Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Jamal Wiwoho menjelaskan bahwa tugas akhir (TA) dan skripsi itu berbeda. Menurutnya, TA bisa berbentuk prototipe, projek, maupun bentuk sejenis lainnya. Sedangkan skripsi berbentuk disertasi.
"Dulu TA itu skripsi, maka sekarang tidak hanya skripsi. Artinya ada alternatif, jika punya prototipe, projek, atau bentuk lainnya yang bisa disamakan dengan skripsi, tidak perlu (skripsi). Tapi jika belum punya prototipe, projek, atau bentuk lainnya, ya wajib skripsi," kata Jamal, Rabu (30/8).
Terkait dengan kebijakan Kemendikbudristek, Jamal menyatakan UNS sudah siap menerapkannya. Namun pihaknya harus melakukan penataan ulang untuk menyesuaikan dengan Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023.
"Sudah siap. TA itu kan tidak mungkin sama dengan skripsi. TA itu bentuknya macam-macam, tidak harus skripsi. Tapi secara umum banyak yang (menganggap) TA itu ya skripsi," ucap Jamal.
"Permendikbudristek 53 ini mendorong agar perguruan tinggi bisa melakukan inovasi dalam menjalankan Kampus Merdeka dan berbagai projek inovasi pelaksanaan Tridama Perguruan Tinggi," sambungnya.
Untidar
Sejumlah dosen di Universitas Tidar (Untidar) Magelang mengaku mendukung program baru Kemendikbudristek itu.
Salah satu dosen Fakultas Hukum Untidar, Rani Pajrin menyebut kebijakan itu menjadi sebuah tantangan di dunia pendidikan tinggi.
"Saya melihat ini challenge. Tantangan baru di dunia pendidikan kita yang selama ini sering didengung-dengungkan link and match. Kan bagaimana perguruan tinggi juga menge-link-an dan menyinkronkan antara lulusan dengan dunia kerja," kata Rani Pajrin saat ditemui, Rabu (30/8).
Dengan keluarnya Permendikbud Ristek No 53/2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi, kata dia, mahasiswa tidak wajib skripsi sehingga ada pilihan atau ada kebebasan. Di mana ada pilihan atau kebebasan mahasiswa bisa lulus tanpa skripsi.
Dia menyebut kebijakan itu merupakan terobosan untuk mahasiswa-mahasiswa yang memang punya keahlian, minat, bakat tertentu.
Sementara itu, Dekan Fisip Untidar, Sri Mulyani mengatakan saat ini banyak mahasiswa yang memang sudah takut dalam menghadapi skripsi. Kebijakan tersebut diharapkan membuat kuliah tidak lagi menjadi hal yang menakutkan.
"Kalau menurut saya nggak papa (tanpa skripsi), karena itu tadi ketakutan orang itu pada skripsi, jadi penggantinya itu sebenarnya mempunyai tingkat kompetensi yang sama. Seperti kita tahu sekarang ujian nasional dihapuskan, kan tidak mengurangi kompetensi siswa," ujarnya.
Tanggapan dari Unnes dan UMK, di halaman selanjutnya
Unnes
Universitas Negeri Semarang (Unnes) menganggap kebijakan Kemendikbudristek lebih efisien.
Rektor Unnes, S Martono mengatakan secara keseluruhan dari kebijakan Merdeka Belajar episode 26 memuat dua hal penting yang sangat relevan dengan kebutuhan masyarakat perguruan tinggi yaitu perubahan Standar Nasional Pendidikan Tinggi dan perubahan Sistem Akreditasi Pendidikan Tinggi.
"Unnes menyambut baik kebijakan ini karena sangat relevan dengan kebutuhan perguruan tinggi. Kebijakan ini membuat perguruan tinggi lebih fleksibel dan efisien dalam menggunakan sumber daya yang ada," kata Martono dalam keterangannya, Rabu (30/8).
Wakil Rektor Bidang Riset, Inovasi dan Sistem Informasi Unnes, Ngabiyanto mengatakan pada kebijakan tersebut, penyederhanaan dalam standar dan akreditasi sesuai dengan kebutuhan aktual masyarakat perguruan tinggi. Jika kelulusan tidak lagi wajib skripsi atau tugas akhir, harusnya bisa menyesuaikan dengan kebutuhan prodi.
"Tugas akhir dalam bentuk lain tidak menurunkan kualitas karena TA (tugas akhir) disesuaikan dengan kebutuhan prodi, dapat berbentuk projek, atau prototipe. Unnes pada dasarnya telah memulai pada prodi seni rupa berupa pameran dan Prodi Tata Busana berupa gelar karya," jelas Ngabiyanto.
Diwawancara terpisah, dosen Bahasa Indonesia Unnes, Diyamon Prasandha, mengatakan dengan kebijakan baru itu diharapkan lulusan akan lebih baik. Sebab, basisnya ada pada kepakaran prodi masing-masing.
"Kalau saya pribadi mendukung. Jadi basisnya itu kepakaran prodi, tidak hanya skripsi. Misal proyek, lihat prodinya, nanti jadi produk luaran mahasiswa itu," ujar Diyamon.
UMK
Universitas Muria Kudus (UMK) masih menunggu terkait dengan petunjuk teknis aturan baru itu.
"UMK masih menunggu juknis (petunjuk teknis) pelaksanaannya," kata Rektor UMK, Darsono dalam keterangan tertulis kepada wartawan, Rabu (30/8).
Darsono mengatakan menanggapi kebijakan tersebut, kampusnya juga menerbitkan dua regulasi. Pertama regulasi konversi akademik dan rekognisi akademik.
"Artinya ada penyesuaian terhadap nilai mata kuliah dengan prestasi atau aktivitas mahasiswa pada program studi mereka. Kita juga berikan pengakuan terhadap kegiatan belajar mengajar mahasiswa di luar kampus dan menyetarakan dengan SKS mata kuliah dalam kurikulum program studi," ungkap Darsono.
"Hal ini guna mempercepat masa studi mahasiswa dengan tetap mengindahkan kualitas," dia melanjutkan.
Plt Wakil Rektor I UMK Bidang Akademik, Achmad Hilal Madjdi menyambut baik adanya kebijakan soal penulisan skripsi bukan syarat kelulusan mahasiswa S1. Menurutnya kemampuan analitik mahasiswa dibangun bukan dari penulisan skripsi saja. Akan tetapi juga kompetisi lainnya di kampus.
"Secara akademis, penulisan skripsi sebenarnya untuk membangun kemampuan analitik mahasiswa. Akan tetapi, kompetensi analitik ini juga bisa dibangun dengan tugas-tugas lain," ujarnya.
"Sehingga dalam konteks peraturan terbaru Kemendikbudristek kita akan lebih intens mengkaji sambil menunggu teknis detail dari kemendikbud," dia melanjutkan.
Mahasiswa S1 dan D4 Tidak Wajib Skripsi
Untuk diketahui, dikutip dari detikEdu, syarat skripsi tidak lagi wajib untuk S1 atau D4 yaitu prodi mahasiswa bersangkutan sudah menerapkan kurikulum berbasis proyek maupun bentuk lain yang sejenis. Sedangkan bagi mahasiswa yang belum menjalani kurikulum berbasis proyek, maka syarat lulus kuliahnya yaitu tugas akhir yang juga tidak harus berbentuk skripsi.
Bentuk lainnya yaitu prototipe, proyek, maupun bentuk sejenis lainnya. Tugas akhir ini juga dapat dikerjakan secara individu maupun berkelompok. Aturan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) No 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi.
"Tugas akhir bisa berbentuk macam-macam. Bisa berbentuk prototipe. Bisa berbentuk proyek. Bisa berbentuk lainnya. Tidak hanya skripsi atau disertasi. Bukan berarti tidak bisa tesis atau disertasi, tetapi keputusan ini ada di masing-masing perguruan tinggi," kata Nadiem, Selasa (29/8).
(rih/rih)