Wacana Baju Adat Siswa SD-SMP di Semarang Tuai Pro-Kontra Ortu

Wacana Baju Adat Siswa SD-SMP di Semarang Tuai Pro-Kontra Ortu

Angling Adhitya Purbaya - detikJateng
Kamis, 10 Agu 2023 20:10 WIB
Ilustrasi Seragam Sekolah SD
Ilustrasi siswa SD. Foto: iStock
Semarang -

Siswa SD dan SMP di Kota Semarang rencananya bakal memakai baju adat pada Kamis pekan pertama setiap bulan. Berbagai respons muncul terkait rencana tersebut, terutama dari pihak orang tua siswa. Berikut di antaranya.

Salah satunya Icha, ibu rumah tangga di Pedurungan yang anaknya baru masuk SD. Meski belum ada aturan pasti soal pakaian adat yang dimaksud, namun berkaca pada suaminya yang juga harus memakai baju adat sekali sebulan, ia membayangkan betapa tidak nyamannya anak saat di sekolah.

"Bayangin aja, belajar pakai baju ribet kayak gitu plus di ruangan juga nggak semua kelas ada AC-nya, beda kayak kantor, pasti pada cranky dong," kata Icha saat dihubungi, Kamis (10/8/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Belum lagi kalau anaknya yang aktif apa nggak robek dan sebagainya baju-baju adat kayak gitu. Iya, kalau dia punya sendiri. Terus kalau sewa, anak-anak nggak bisa dikondisikan di sekolah bisa anteng apa nggak," sambungnya.

Icha juga menyebut tidak semua orang tua siswa mampu secara finansial. Menurutnya, baju adat sebaiknya dipakai saat acara khusus saja seperti momen Hari Kartini.

ADVERTISEMENT

"Nggak semua mampu buat beli atau sewa baju adat. Sewa aja mungkin satu baju bisa puluhan-ratusan ribu. Bagi yang menengah ke bawah uangnya pasti eman-eman (sayang). Padahal niat sekolah khususnya negeri kan untuk pemerataan. Seragam aja kadang sudah memberatkan, apalagi ditambah wacana pakai baju adat segala," ujarnya.

Sementara itu orang tua siswa bernama Noni mengaku tidak masalah jika anaknya yang sekolah di SMP Negeri di Semarang harus memakai baju adat sebulan sekali.

"Pemakaian baju adat menurut saya penting, bisa untuk menanamkan kecintaan budaya pada pelajar di tengah gempuran budaya asing yang mulai tertanam pada anak-anak sekarang, semua mulai berkiblat ala-ala Korea, kan, termasuk anak saya sendiri," kata Noni.

Orang tua siswa lainnya, Adri juga menyatakan tidak masalah karena anaknya yang sekarang kelas 2 SD sudah memakai baju adat sebulan sekali sejak kelas 1 SD. Ia hanya menyiapkan satu setel pakaian berupa blangkon, lurik, dan jarik model celana agar tidak ribet.

"Menurut saya seru pakai baju adat. Mengenalkan ke anak sejak dini. Pakainya yang praktis," ucap Adri.

Selengkapnya di halaman selanjutnya.

Diberitakan sebelumnya, sesuai dengan kebijakan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) soal seragam, sempat disinggung soal baju adat yang aturannya diserahkan kepada masing-masing perintah daerah.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pendidikan Kota Semarang, Bambang Pramusinto mengatakan sedang membahas aturan adat untuk siswa SD-SMP. Namun ia menegaskan jika itu dilaksanakan, diharapkan tidak membebani siswa.

"Kita juga membuat edaran untuk tidak mengoordinir seragam siswa dari sekolah. Kecuali ada seragam khusus seperti batik dan olahraga, itu pun kami juga sekolah tidak boleh memaksa. Kalau orang tuanya baru punya uang ya baru beli. Kalau perlu bisa dicicil," kata Bambang kepada wartawan di TBRS Semarang, Rabu (9/8).

"Jangan sampai ada kewajiban yang memberatkan orang tua murid yang tidak mampu. Untuk pakaian adat nanti juga tidak dibeli di sekolah. Kalau orang tua belum mampu beli pakaian Semarangan ya jangan ditegur. Kita luwes saja," pungkasnya.

Halaman 2 dari 2
(dil/ams)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads