Sulami, wanita asal Sragen yang mendapat julukan sebagai 'manusia kayu' meninggal dunia, 12 Juni lalu. Sulami meninggal dunia usai bertahun-tahun menderita penyakit langka yang membuat tubuhnya tak bisa digerakkan.
"Mbak Sulami sebelum meninggal muntah satu malam, pada akhirnya kemarin jam 10.00 WIB bilang nggak kuat minta dibawa ke RS. Belum sempat dibawa Mbak Sulami sudah nggak ada," ujar adik Sulami, Susilowati, dihubungi detikJateng, Selasa (13/6/2023).
Susilowati menyebut usai Lebaran, Sulami mengeluhkan sakit yang sama. Kala itu, Sulami sempat dibawa ke Puskesmas Kedawung.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Seharusnya dirujuk ke rumah sakit Sragen tapi nggak mau. Alasannya karena nggak ada yang nunggu, karena mikir saya masih punya anak kecil, nggak bisa nunggu," ucapnya.
Setelah dibawa ke Puskesmas beberapa hari, Sulami akhirnya dibawa pulang hingga akhirnya tutup usia di kediamannya. Sulami dimakamkan di TPU yang tidak jauh dari rumahnya di Kedawung, Sragen.
Pesan Terakhir Sulami
Sebelum meninggal dunia, Sulami sempat memberikan pesan terakhir kepada keluarga dan tetangga. Ada sejumlah pesan yang ia sampaikan, salah satunya ingin meninggal dunia di rumah.
"Dibawa ke puskesmas beberapa hari minta pulang katanya mau mati di rumah," Susilowati kepada detikJetang, Selasa (13/6).
Selain itu, kata Susilowati, Sulami berpesan kepada tetangga bahwa saat meninggal dirinya tidak mau bajunya langsung dibuka. Sulami juga berpesan, ingin dimakamkan di samping neneknya dan juga kembarannya.
"Ya pesannya mau dimakamkan di samping nenek dan kembarannya," ucapnya.
Sakit Sejak Kelas 4 SD
Sulami menderita penyakit langka yang membuat hampir seluruh persendian tulangnya kaku sehingga tak bisa digerakkan. Dia pun lebih banyak menghabiskan hidup di ranjang sederhana di rumah neneknya, Ginem, di Dusun Selorejo, Desa Mojokerto, Kedawung, Kabupaten Sragen.
Saat ditemui detikNews di rumahnya pada awal 2017, Ginem menceritakan Sulami mengalami persoalan pada punggungnya ketika masih kelas 4 SD. Semula problemnya hanya berupa benjolan. Namun seiring berjalannya waktu, persendian Sulami tak bisa digerakkan.
Jika ingin mandi atau makan, Sulami dibangunkan dengan diangkat. Selanjutnya dia berjalan tertatih ditopang sebatang tongkat. Setelah selesai dengan urusannya, Sulami kembali ke kamar untuk kembali berbaring.
Dia membantingkan tubuhnya untuk bisa telentang. Lalu ada kerabat yang meletakkan posisi tidurnya. Dia mengisi hari-harinya dengan mengaji, mendengarkan radio, atau merangkai manik-manik plastik untuk dijadikan gelang.
Sulami lahir sebagai anak kembar. Saudara kembarnya, Paniyem, juga mengalami penyakit serupa sejak kecil. Paniyem meninggal pada 2013.
Menurut Kepala Desa Mojokerto, Sunarto, keluarga Sulami berada di bawah garis kemiskinan. Bahkan rumahnya pernah hampir roboh sehingga pemerintah desa bersama warga berinisiatif memperbaikinya agar lebih layak huni.
Sakit Sulami Belum Ada Obatnya
Menurut ahli kedokteran tulang, belum ada obat yang secara khusus bisa menyembuhkan penyakit yang diderita Sulami.
Dokter spesialis ortopedi traumatologi dari Rumah Sakit Ortopedi (RSO) Prof Dr Soeharso, Solo, Pamudji Utomo, mengatakan Sulami menderita ankilosing spodilitis, yaitu kekakuan yang dimulai dari tulang belakang kemudian bisa menjalar ke sendi sekitar panggul lalu sendi bahu, sendi lutut, tangan, maupun kaki.
Penyakit itu disebut bamboo spine. Simak di halaman selanjutnya.
Secara umum penyakit itu disebut bamboo spine karena tulang belakang mengeras kaku seperti bambu.
"Semula dimulai rasa kaku di pagi hari, kemudian akan merasakan nyeri, dan keterbatasan pada gerak kemudian. Penyebabnya secara jelas belum diketahui. Namun ada faktor genetis dan faktor keturunan. Biasanya orang tuanya yang terkena kemungkinan menurun, tapi juga ada beberapa yang tidak menurun," jelas Pamudji saat ditemui detikNews, Senin (23/1/2017).
Sulami pernah dirujuk ke RS dr Moewardi, Solo, pada Rabu (25/1/2017). Anggota tim yang menangani Sulami, dr Rieva Ermawan SpOT, mengatakan Sulami mengalami mixed tissue connective disorder. Bukan hanya tulang yang bermasalah, tapi juga ada kelainan tulang lunak beserta penyangganya seperti otot.
"Tim dokter mendiagnosis itu sebagai penyakit bawaan atau genetis. Sulami menderita autoimun, daya tahan ini justru menyerang dirinya. Berbeda dengan manusia normal, autoimun melindungi tubuh dari serangan penyakit," jelas Rieva, Jumat (3/2/2017), dikutip dari detikNews.
Rieva menambahkan otot Sulami yang seharusnya bergerak ternyata diam seperti tulang. Jika terbentuk menahun, otot tersebut bisa menjadi tulang. Otot-otot itu bisa tumbuh tidak pada tempatnya.
"Ada tulang-tulang baru. Ini disebut splinting atau mengkakukan sendi yang seharusnya bergerak," kata Rieva. Tim medis berupaya mengurangi derita Sulami. Salah satunya dengan terapi sendi.
Hingga akhir hayatnya, Sulami dikenal sebagai pribadi yang ikhlas dan pantang menyerah. Meski menjalani hari-hari penuh rasa sakit, Sulami tak pernah mengeluh.
Rasa ikhlas ini diungkapkan Sulami saat ditemui detikNews pada 23 Januari 2017. Sulami meyakini ada kehidupan yang lebih baik di alam berikutnya.
"Saya sudah ikhlas. Kalau memang tidak akan mendapatkan kesembuhan di dunia ini, saya yakin ada balasan kehidupan yang lebih baik di alam berikutnya nanti," kata dia.
Simak Video "Video: 36 Biksu Thudong yang Jalan Kaki dari Thailand Telah Sampai di Borobudur"
[Gambas:Video 20detik]
(aku/aku)