Truk trailer pengangkut besi yang menabrak tujuh kendaraan di KM 478+600 jalan tol Semarang-Solo diduga mengalami rem blong. Ternyata ruas jalan tol di wilayah Boyolali, memang rawan terjadi rem blong, khususnya bagi kendaraan besar.
Fakta itu ditemukan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), yang melakukan investigasi kecelakaan di KM 478+600. Kecelakaan beruntun itu melibatkan delapan kendaraan itu merenggut nyawa delapan orang.
Selama dua hari kemarin, tim KNKT telah melakukan penyelidikan di lokasi. Tim KNKT memeriksa kondisi kendaraan khususnya truk trailer muatan besi yang diduga menjadi penyebab kecelakaan maut itu. Juga meneliti kondisi jalan tol Semarang-Solo, mulai dari Salatiga hingga mendekati simpang susun exit tol Colomadu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketua Sub Komite investigasi Kecelakaan Lalu Lintas Angkutan Jalan, KNKT, Wildan, mengemukakan pihaknya mengkaji jalan tol itu dari elemen geometrik. Ada tiga elemen geometrik, yaitu penampang melintang jalan, lengkung horizontal dan alignment vertical.
"Pertama, penampang melintang jalan. Yaitu mengenai jumlah jalur, jumlah lajur, lebar bahu jalan. Semua standar, tidak ada masalah di sana," kata Ketua Sub Komite investigasi Kecelakaan Lalu Lintas Angkutan Jalan, KNKT, Wildan, di Boyolali, Rabu (19/4/2023).
Kedua, lanjut dia, yakni lengkung horizontal. Pada elemen ini juga masih standar. Jari-jari tikungannya berkisar sekitar 2.100 meter dan itu normal.
"Ketiga, di (elemen) alignment vertical, untuk slope maksimal juga masih standar, masih di bawah ambang batas yang ditentukan," jelasnya.
Namun, Wildan mewanti-wanti hal yang perlu diwaspadai yakni beda ketinggian. Dari hasil penyelidikan, tim KNKT menemukan adanya beda ketinggian di interchange exit tol Salatiga sampai di dekat simpang susun exit tol Colomadu.
"Ada perbedaan tinggi sekitar 487 meter pada jarak sekitar 27 kilometer," terang Wildan.
Kondisi jalan dari Salatiga hingga mendekati exit tol Colomadu itu menurun sepanjang 27 km. Panjang landai kritis yang sepanjang itu disebut akan memantik energi potensial atau gaya dorong yang besar terhadap kendaraan yang melintas di jalur itu.
Di ruas jalan itu, risiko kendaraan terjadi rem blong pun tinggi. Terutama kendaraan besar yang menggunakan gigi tinggi dan muatannya banyak. Wildan menyebut jika kendaraan besar bermuatan penuh, dan memakai gigi tinggi akan lebih berisiko didorong gaya gravitasi.
Dalam hal ini akan memaksa pengemudi melakukan pengereman panjang dan berulang. Hal inilah yang bisa memicu rem blong.
"Ketika menggunakan gigi tinggi, gaya gravitasinya besar pengemudi akhirnya untuk menghentikan kendaraan melakukan pengereman panjang berulang, sehingga terjadi rem blong. Itu sangat memungkinkan terjadi di jalan yang panjang landai kritisnya tadi panjang seperti di tol (wilayah Boyolali) ini," ungkap Wildan.
Selanjutnya rekomendasi KNKT
"Sehingga nanti mungkin dari Polres bisa mengusulkan kepada teman-teman BUJT untuk menambah jalur penyelamat, karena di situ risiko rem blong tinggi," jelasnya.
"Karena panjang landai kritisnya cukup panjang. Dari interchange exit tol Salatiga sampai Colomadu itu turun terus sepanjang sekitar 27 km dengan beda tinggi sekitar 487 meter," imbuh Wildan.
Dia berharap ada tiga hingga empat jalur penyelamat di ruas Tol Boyolali. Hal ini untuk mengantisipasi kecelakaan yang dipicu rem blong.
"Kalau saran saya antara jalan itu dipasangi 3 atau 4 jalur penyelamat. Jadi sebanyak mungkin kita pasang itu lebih baik. Itu namanya for giving road, jalan yang memaafkan," pungkas dia.
Simak Video "Video Geger 4 Bocah Dirantai di Boyolali, Dititipkan ke Tersangka untuk Ngaji"
[Gambas:Video 20detik]
(ams/ams)