Tawaran lain datang dari rekan kantor Ana. Temannya itu memberikan nomor ponsel seorang calo yang dapat menyediakan tiket, bahkan yang telah habis di berbagai aplikasi resmi. Ana mencobanya karena hampir mustahil mendapatkan tiket dengan cara biasa.
Untuk prosedur pembeliannya, Ana harus menyerahkan nomor induk kependudukan (NIK) dan nama lengkap. Setelah NIK dan namanya diserahkan, tak berselang lama, tiket dapat diterima dan bisa langsung dicetak di stasiun. Untuk tiap tiketnya, Ana harus menambah sekitar Rp 50 ribu dari harga asli yang tertera di aplikasi resmi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya mau pulang, tapi yang bikin saya kecewa kok jadi pengeluarannya lebih gede. Sedangkan kita yang mau pulang niatnya kan mau menghemat biaya gitu. Uangnya banyak buat di kampung. Saya kecewanya tuh kalau memang benar orang KAI terlibat percaloan," ujarnya.
Dimintai konfirmasi, Kepala Humas PT KAI Daop 1 Jakarta Eva Chairunisa meragukan adanya calo yang masih beroperasi saat ini. Menurutnya, sangat mustahil melakukan praktik percaloan karena semua pembelian harus melalui aplikasi dengan menyertakan identitas pribadi penumpang.
"Penjualan tiket kami bekerja sama bersama agen-agen perjalanan resmi ya, seperti Traveloka, Indomaret, Alfamart, atau Tiket.com. Nah, kemudian kalau misalnya untuk terkait tiket itu kan sudah sistem online ya, jadi memang tidak bisa diperjualbelikan di luar sistem," kata Eva kepada reporter detikX.
Eva juga menjelaskan tidak ada yang namanya 'tiket jatah pegawai'. Hal itu karena selama ini para pegawai PT KAI juga harus melakukan pemesanan sesuai prosedur dengan mengisi data diri di sistem. Di luar jalur resmi, menurutnya, mustahil tiket dapat diperjualbelikan.
(aku/apl)