Tentang Fenomena Pareidolia di Balik Heboh Awan Panas Merapi Mirip Petruk

Tentang Fenomena Pareidolia di Balik Heboh Awan Panas Merapi Mirip Petruk

Tim detikInet - detikJateng
Selasa, 14 Mar 2023 06:30 WIB
Asap yang dihasilkan dari erupsi Merapi, Minggu (12/3/2023).
Asap yang dihasilkan dari erupsi Merapi, Minggu (12/3/2023). (Foto: Dok Tangkapan Layar @merapi_uncover)
Solo -

Asap dari erupsi Gunung Merapi yang muncul disebut netizen berbentuk Petruk hingga membuat heboh. Ternyata hal itu merupakan fenomena psikologi yang disebut Pareidolia.

Selain bentuk Petruk, netizen juga banyak yang mengaku melihat bentuk Semar, Petruk, abdi dalem, aparat, bahkan Sirkuit Mandalika.

Dikutip dari detikInet, Senin (13/3/2023), fenomena itulah yang disebut dengan Pareidoila yaitu melihat bentuk atau pola yang familiar dari sebuah objek yang acak atau tidak berkaitan. Manusia ternyata punya tendensi untuk mencari pola dari sebuah informasi yang acak.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pareidolia terhadap fenomena langit yang sering muncul misalnya melihat bentuk tertentu di permukaan Bulan, melihat bentuk pada awan atau formasi batuan. Dalam kehidupan modern, Pareidolia muncul pada hasil jepretan fotografi atau perabotan modern di rumah.

Dikutip dari Live Science, fenomena Pareidolia sudah dimulai sejak Leonardo Da Vinci sampai Carl Sagan. Bagi Da Vinci, fenomena ini menjadi alat bantu artistik bagi seniman mengembangkan imajinasinya. Sedangkan menurut Carl Sagan Pareidolia adalah naluri survival manusia.

ADVERTISEMENT

Menurut Sagan, kemampuan mengenali wajah dari jarak jauh dengan visibilitas rendah adalah teknis bertahan hidup yang penting. Insting manusia adalah ingin langsung mengenali wajah sebagai kawan atau lawan.

"Hasilnya adalah misinterpretasi gambar atau pola acak dari cahaya dan bayangan, yang dikenali sebagai wajah," ungkapnya.

Kesimpulannya, kasus asap Merapi yang terlihat menyerupai sesuatu adalah sebuah fenomena psikologi bernama Pareidolia yang umum terjadi. Hal itu dinilai baik untuk melatih imajinasi manusia, selama tidak diyakini secara berlebihan.

Artikel ini sebelumnya ditayangkan di detikInet dan ditulis ulang oleh Agustin Tri Wardani peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.




(aku/ams)


Hide Ads