Makam panjang enam meter tetenger Desa Tridonorejo, Kecamatan Bonang, Demak, berada di kawasan penemuan batu bata peninggalan abad 6-10 Masehi. Penelitian arkeolog pada tahun 2019 menyebutkan wilayah tersebut merupakan kawasan bangunan rumah.
Pemandu Museum Glagahwangi Dindikbud Demak, Ahmad Widodo mengatakan penemuan batu bata tersebut tidak hanya pada satu titik lokasi. Melainkan berada di sejumlah sawah bengkok Desa Tridonorejo dan Jatirogo, Kecamatan Bonang.
"Sudah diteliti oleh tim arkeolog bahwa di situ betul adalah peninggalan zaman agama Buddha, periode 6 sampai 10 Masehi," kata Widodo saat ditemui di Museum Glagahwangi, Selasa (24/1/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dan batu tersebut tidak hanya satu lokasi. Beberapa petak lokasi di antaranya Tridonorejo berdampingan di daerah Jatirogo," sambungnya.
Ia menyebut hampir keseluruhan sawah di Desa Jatirogo terdapat temuan batu bata berukuran tak lazim. Bentuknya lebih besar dan panjang dibandingkan bentuk batu bata saat ini.
Ia menyebut bobotnya ringan lantaran mengandung sekam di dalamnya. Kendati demikian, ia menerangkan penemuan batu bata tersebut bentuk besar kecilnya bervariatif.
![]() |
"Jelas lebih besar (dibanding batu bata saat ini). Bentuknya berbeda sesuai masing-masing pola, tebalnya pun beda. Ada yang ketebalan 6 cm ada yang 10 cm. Ada yang lebarnya 16 cm, 15 cm, 12 cm. Dan ada yang panjangnya 20-40 cm," terangnya.
"Kalau Buddha ini polanya banyak. Karena Buddha identik dengan pola melengkung, kalau Hindu pola bangunannya segi empat. Besar kecilnya menyesuaikan pola," sambungnya.
Ia menjelaskan penemuan batu bata di kawasan dua desa tersebut sangat banyak. Bahkan sebelum adanya undang-undang perlindungan benda cagar budaya, warga setempat membangun tembok masjid menggunakan batu bata tersebut.
"Sebelum ada undang-undang orang desa itu setiap mendapatkan itu terus wara-wara. Setelah diumumkan pak kiai menyuruh untuk mengambili untuk membangun masjid. Di antaranya masjid di Jatirogo itu ada masjid. Tembok pembangunannya dari batu bata itu. Dindingnya ada. Memang diperlihatkan," ujarnya.
Selain itu, lanjutnya, pada kawasan sawah penemuan batu bata tersebut terdapat banyak kulit kerang turut tertanam dalam tanah. Ia menyebut bukan wilayah pesisir namun sampah rumah tangga pada zaman itu.
"Dan di situ ada kerang kerang banyak itu, itu sebenarnya sampah. Memang makannya itu, lauknya itu. Jadi tidak heran di sana banyak sampah semacam itu," ujarnya.
Selengkapnya di halaman selanjutnya.