Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Boyolali mengkritik hasil seleksi Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Pemilu 2024 yang diselenggarakan KPU setempat. Mereka menyebut KPU Boyolali tidak sensitif gender dan inklusif.
"Kami mempertanyakan kepada KPU Boyolali tentang hasil seleksi (PPK) yang tidak sensitif gender dan inklusif," kata Koordinator KIPP Boyolali, Andi Sarjono, dalam keterangannya yang diterima detikJateng, Jumat (16/12/2022).
Tak sensitive gender dan inklusif itu, menurut Andi, terlihat dari beberapa hal. Yaitu tidak terpenuhinya kuota minimal 30% persen perempuan. Dari total anggota 110 PPK di 22 Kecamatan, hanya 27 perempuan atau setara dengan 25%.
"Hal ini tentu bertolak belakang dari mewujudkan demokrasi yang adil gender. Yang lebih parah lagi, 0% perempuan PPK di 3 kecamatan yaitu Wonosamodro, Sambi dan Selo. Hal ini menegaskan bahwa tidak ada pertimbangan keadilan gender saat tim seleksi memutuskan anggota PPK terpilih," ungkap dia.
Andi juga menuding, seleksi PPK kurang sosialisasi dan merata ke semua lapisan masyarakat Boyolali. Hal ini terlihat tidak adanya pendaftar dari kalangan difabel. Padahal di Boyolali ada sekitar 8.000 penyandang disabilitas.
Minimnya keterlibatan perempuan dan penyandang disabilitas dalam PPK yang ditetapkan KPU Boyolali itu, lanjut Andi, dikhawatirkan berdampak pada mundurnya semangat untuk memajukan kesetaraan gender dalam demokrasi terutama penyelenggaraan Pemilu.
Dia juga menilai penyelenggara Pemilu gagal menjadi contoh penerapan keadilan gender dalam penyelenggaraan pemilu, sehingga ini akan mengancam terpenuhinya keterwakilan perempuan dalam proses pemilihan wakil rakyat.
"Bagaimana KPU akan mengawal agar partai politik memenuhi 30% keterwakilan perempuan jika KPU sendiri memilih abai dalam dan tidak sensitif gender," imbuh dia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu Komisioner KPU Boyolali, Muhammad Rohani, mengakui memang ada tiga kecamatan di Boyolali yang keanggotaan PPK Pemilu 2024 nihil perempuan. Yaitu Kecamatan Selo, Sambi dan Wonosamodro.
Tidak adanya keterwakilan perempuan sebagai anggota PPK di Kecamatan itu, menurut Rohani, karena tak lolos dalam seleksinya. Untuk pendaftarnya, sebenarnya ada yang dari perempuan.
"Iya betul (karena dari hasil seleksi tak lolos). Dari seleksi CAT yang hasilnya bisa langsung diketahui itu kan ada yang lolos dan tidak lolos. Yang lolos seleksi tertulis, kemudian ada seleksi wawancara. Dari situ kemudian dipilih 5 yang terpilih dan 5 yang untuk nanti jika terjadi PAW (pengganti antar waktu)," kata Rohani.
(ahr/aku)