Ada sejumlah item yang disepakati pemerintah dan DPR untuk dimasukkan dalam Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP). Termasuk soal penghapusan pasal pencemaran nama baik di UU ITE. Hal itu diungkapkan Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej (Eddy Hiariej).
Dilansir detikNews, item pertama yang masuk dalam daftar inventarisasi masalah (DIM) itu ialah perihal living law atau hukum yang hidup dalam masyarakat. Eddy mengatakan, DPR meminta ada pasal yang bisa menjadi pedoman untuk penyusunan peraturan daerah atau perda.
"Fraksi-fraksi DPR meminta agar ada peraturan pemerintah yang jadi pedoman untuk penyusunan perda terkait dengan living law itu," kata Eddy usai rapat bersama Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Kompleks Istana Kepresidenan, Senin (28/11/2022), dikutip dari detikNews.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Item kedua yaitu pasal mengenai pidana mati. Dalam RKUHP, Edy berujar, hakim tidak bisa langsung memvonis pidana mati.
"Perkembangan sangat berarti bagi HAM yaitu pidana mati, jadi dengan diberlakukan KUHP baru, pidana mati selalu dijatuhkan secara alternatif dengan percobaan, artinya hakim tak bisa langsung memutuskan pidana mati, tapi pidana mati itu dengan percobaan 10 tahun," ujar Edy.
"Jika dengan jangka waktu 10 tahun terpidana berkelakuan baik, maka pidana mati diubah pidana seumur hidup, atau pidana 20 tahun," imbuh dia.
Pasal lain yang juga disepakati yaitu soal penghinaan terhadap pemerintah dan lembaga negara. Eddy mengatakan, pasal penghinaan terhadap pemerintah menjadi delik aduan.
Pemerintah yang dimaksud ialah presiden dan wakil presiden. Adapun lembaga negara yang dimaksud yaitu DPR, MPR, dan DPD, serta MA dan MK.
"Hal lain yang penting diketahui, pasal penghinaan terhadap kekuasaan umum itu dihapuskan, itu kemudian kami tambahkan ada pasal 240 RKUHP terkait penghinaan terhadap pemerintah, yang itu juga sangat dibatasi, bahwa pemerintah di sini adalah lembaga kepresidenan," kata Edy.
"Sementara penghinaan terhadap lembaga negara itu, terbatas legislatif yaitu DPR MPR DPD, sementara terhadap yudikatif hanya dibatasi untuk MA dan MK, dan itu delik aduan," sambung dia.
Eddy melanjutkan, Pemerintah dan DPR juga sepakat menghapus pasal-pasal terkait pencemaran nama baik dan penghinaan yang ada dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Selengkapnya baca di halaman selanjutnya...
"Yang terakhir yaitu KUHP ini dia menghapus pasal-pasal terkait pencemaran nama baik dan penghinaan yang ada di dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Jadi saya kira ini suatu kabar baik bagi iklim demokrasi dan kebebasan berekspresi," ungkap Edy.
"Karena saya tahu persis terutama teman-teman media selalu mengkritik bahwa teman-teman aparat penegak hukum mengundangkan Undang-Undang ITE untuk melakukan penangkapan dan penahanan dan lain sebagainya," beber dia.
"Untuk tidak terjadi disparitas dan gap maka ketentuan-ketentuan di dalam itu kami masukkan ke dalam RKUHP tentunya dengan penyesuaian-penyesuaian yang dengan sendirinya mencabut ketentuan-ketentuan pidana khususnya pasal 27 dan pasal 28 yang ada dalam Undang-Undang ITE," imbuhnya.
Mengenai kejahatan narkotika, RKUHP tidak secara khusus mengaturnya. Hal itu secara khusus akan diatur dalam UU Narkotika yang kini sedang dalam pembahasan di DPR.
Eddy menambahkan, pemerintah sudah mengakomodasi aspirasi dari masyarakat. Pemerintah dan fraksi-fraksi di DPR juga sudah berdiskusi dengan Koalisi Masyarakat Sipil.
"Kami informasikan bahwa teman-teman ICJR yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil itu aktif sekali melakukan diskusi dengan kami tim pemerintah maupun dengan fraksi-fraksi di DPR," ujar Eddy.
Guru Besar Hukum Pidana Universitas Gadjah Mada, Marcus Priyo Gunarto mengatakan saat ini ada 624 pasal yang diatur dalam 43 bab di RKUHP.
"Jadi posisi terakhir dari RKUHP itu yang semula itu adalah 628 pasal, sekarang posisi di terakhir itu tinggal 624 pasal, karena ada beberapa pasal yang kita drop yang kemudian itu nanti diatur di dalam 43 bab," papar Marcus.