Bencana tanah bergerak ini mengakibatkan 65 rumah warga rusak berat dan harus dibongkar total. Sebagian warga terpaksa mengungsi ke tempat yang aman.
Kepala Desa Sridadi, Sudiryo, mengatakan bencana tanah gerak terjadi terus menerus sejak 2020 dan kondisinya kian parah. Saat ini ada 65 rumah, 1 masjid, dan1 mushola yang rusak berat.
"Sebenarnya sudah lama, sejak 2020. Kemudian sekarang musim hujan datang, kondisinya semakin parah. Semua bangunan rumah warga dan tempat ibadah rusak berat, bahkan ada yang sudah roboh," kata Sudiryo, Minggu (6/11/2022).
Menurut Sudiryo, ada 185 kepala keluarga (KK) atau 767 jiwa yang terdampak bencana ini. Sebanyak 53 jiwa di antaranya balita, 49 pelajar, dan tiga ibu hamil.
![]() |
"Ada 16 KK yang sudah mengungsi sementara (ke rumah saudaranya), yang lainnya masih bertahan karena belum ada tempat mengungsi," ujar Sudiryo.
Kini pihak desa bersama instansi terkait telah menyiapkan tempat pengungsian sementara di gedung Pondok Pesantren Al-Insaniyah Kaligiri. Warga akan mengungsi sementara di ponpes tersebut, sementara menunggu pembangunan tempat hunian sementara.
Sementara itu, guna menghindari jatuhnya korban, rumah warga yang rusak berat mulai dibongkar. Material bekasnya akan digunakan untuk membuat hunian sementara (huntara) di tanah bengkok desa.
"Kondisinya sudah sangat membahayakan dan harus dikosongkan dan dibongkar, selanjutnya harus membuat Huntara," kata Sudiryo.
Pantauan detikJateng, ratusan relawan gabungan turut membantu korban bencana alam tanah bergerak di Dukuh Karanganyar, Sridadi, Sirampog.
Koordinator relawan BPBD Brebes, Budi Sujatmiko mengatakan ada 300 relawan yang membantu membongkar rumah-rumah warga yang rusak untuk dipindahkan ke lokasi aman.
"Kondisi pergerakan tanah sangat parah sehingga seluruh bangunan rumah harus dirobohkan dan dipindah ke lokasi huntara," terang Budi.
(dil/dil)