Hari Anti Hukuman Mati Sedunia 10 Oktober 2022, Bagaimana di Indonesia?

Hari Anti Hukuman Mati Sedunia 10 Oktober 2022, Bagaimana di Indonesia?

Tim detikJateng - detikJateng
Senin, 10 Okt 2022 15:07 WIB
Ilustrasi Eksekusi Mati
Foto: Ilustrasi oleh Andhika Akbarayansyah
Solo -

Setiap tanggal 10 Oktober diperingati sebagai Hari Anti Hukuman Mati Sedunia. Tahun ini merupakan peringatan yang ke-20.

Tahukah kamu mengapa hukuman mati harus ditentang, dan bagaimana hukum mati di Indonesia saat ini? Simak selengkapnya di bawah ini ya!

Hukuman Mati di Indonesia

Menurut Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Penerapan hukuman mati di Indonesia selalu menjadi isu yang belum tuntas. Efektivitas Hukuman mati juga dipertanyakan karena tidak relevan dengan konstitusi di Indonesia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ada apa dengan Indonesia? Di saat 109 negara dari total 144 negara anggota PBB menghapus hukuman mati, kita malah menjatuhkan vonis hukuman mati," kata Komisioner Komnas HAM RI Sandra Moniaga dalam National Conference: Analyzing the Death Penalty Threat to Vulnerable Groups yang diselenggarakan oleh KontraS secara hybrid dari Mercure Hotel Jakarta, dikutip dari komnasham.go.id, Rabu (3/11/2021).

Sandra mengatakan, UUD 1945 mengakui adanya hak hidup sebagai hak yang tidak dapat dikurangi (non-derogable rights). Pasal 28 huruf A UUD 1945 menyatakan, setiap warga negara memiliki hak untuk hidup, mempertahankan hidup dan kehidupannya.

ADVERTISEMENT

Adapun pasal 28 huruf G ayat (2) menetapkan setiap orang memilki hak untuk bebas dari penyiksaan (torture) dan bebas dari perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia.

Komisioner Pengkajian dan Penelitian itu juga mengatakan, Dewan Hak Asasi Manusia PBB menyatakan hak hidup adalah supreme human rights yang jika tidak dipenuhi, maka hak asasi lain tidak akan terpenuhi. Hukuman mati juga merupakan bentuk hukuman yang keji dan tidak manusiawi yang tercantum dalam Kovenan Internasional Anti Penyiksaan dan Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik.

Menurut dia, Indonesia seharusnya menghapuskan hukuman mati secara total. Jika hukuman mati tetap diterapkan, harus disertai sejumlah pembatasan. Dia lalu mencontohkan misalnya khusus pada kasus kejahatan yang paling serius seperti pembunuhan yang terencana, sistematis, dan meluas. Dengan catatan itu harus dijamin dengan pemeriksaan dan proses hukum yang adil.

"Hukuman mati merupakan bentuk pemidanaan yang inkonstitusional. Menurut konstitusi, hak hidup merupakan salah satu hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun," kata Sandra.

"Sempat ada pemantauan berkala atas kondisi para terpidana mati. Pada tahun 2016, Sidang Paripurna Komnas HAM RI memutuskan sikap kelembagaan Komnas HAM RI menolak hukuman mati," imbuh Sandra.

Tentang nasib 404 terpidana mati di Indonesia tahun 2022 ada di halaman selanjutnya...

Upaya Pencegahan Penyiksaan

Tahun 2016, Komnas HAM RI mulai bekerja sama dengan Komnas Perempuan, KPAI, ORI dan LPSK, yang tergabung dalam Kerjasama untuk Pencegahan Penyiksaan (KuPP). Kerja sama itu bertujuan menghapuskan penyiksaan dan perbuatan merendahkan martabat di Indonesia, termasuk yang dialami para terpidana mati, dengan fokus pada tahanan dan tempat-tempat serupa.

Pada 2019 dan 2020, KuPP bekerja sama dengan ICJR (Institute For Criminal Justice Reform) untuk melakukan asesmen yang dituangkan dalam salah satu Kertas Kebijakan KuPP berjudul "Fenomena Deret Tunggu dan Rekomendasi Komutasi Hukuman Mati" yang diterbitkan pada 2020.

Sandra menjelaskan, ada 30 jenis kejahatan yang dapat diancam hukuman mati. Berdasarkan data dari Komnas Perempuan, hingga Mei 2021, terdapat 386 terpidana mati, dan dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen Pas) per 18 Oktober 2021 mencapai 420 terpidana mati.

3 Napi Dieksekusi Mati

Sementara itu, menurut catatan detikNews, eksekusi mati di Indonesia terakhir kali dilakukan terhadap empat narapidana pada Jumat dini hari, 29 Juli 2016. Mereka adalah Freddy Budiman, Michael Titus Igweh (Nigeria), Humprey Ejike (Nigeria), dan Gajetan Acena Seck Osmane (Afrika Selatan). Setelah itu, eksekusi mati tidak ada lagi.

Meski begitu, pihak Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM (Ditjen PAS Kemenkumham) pada 31 Januari 2022 menyatakan ada 404 terpidana mati di Indonesia.

"Tersebar di beberapa lapas di Indonesia, termasuk Nusakambangan. (Soal kapan akan dieksekusi) Itu kewenangan dari kejaksaan sebagai eksekutor. 404 adalah terpidana mati sesuai putusan pengadilan," ujar Kabag Humas dan Protokol Ditjen PAS, Rika Aprianti, Senin (31/1/2022), dikutip dari detikNews.

Bagaimana nasib 404 terpidana mati tersebut? Yang jelas, para terpidana mati itu tidak akan mendapatkan remisi atau pengurangan hukuman. Hal ini mengacu pada UU Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan yang diteken Presiden Jokowi.

Undang Undang itu salah satunya mengatur tentang remisi yang tidak bisa diberikan kepada terpidana penjara seumur hidup dan mati. "Pemberian hak sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tidak berlaku bagi narapidana yang dijatuhi pidana penjara seumur hidup dan terpidana mati," demikian bunyi Pasal 10 ayat 4 UU No 22 Tahun 2022.

Halaman 2 dari 2
(dil/ams)


Hide Ads