Kisah Oey Tambah Sia, Pria Flamboyan yang Berakhir di Tiang Gantung Batavia

Kisah Oey Tambah Sia, Pria Flamboyan yang Berakhir di Tiang Gantung Batavia

Robby Bernardi - detikJateng
Sabtu, 08 Okt 2022 14:26 WIB
Kali Loji dan kampung Pecinan Kota Pekalongan, 29 September 2022.
Kali Loji dan kampung Pecinan Kota Pekalongan, 29 September 2022. Foto: Robby Bernardi/detikJateng
Pekalongan -

Berbeda dengan Giacomo Girolamo Casanova (1725-1798), pria flamboyan asal Venesia yang bikin heboh Eropa karena petualangan cintanya, Oey Tambah Sia tak sempat menulis kisah hidupnya yang singkat, glamor, dan bengal. Dia dihukum mati di tiang gantungan di Balai Kota Batavia sekitar tahun 1856. Saat itu usianya baru 29 tahun.

Oey Tambah Sia hidup pada masa seabad setelah Giacomo Casanova, yang nama belakangnya kini menjadi julukan untuk pria yang suka gonta-ganti pasangan atau punya banyak pasangan sekaligus.

Hampir sama dengan Casanova, Oey Tambah Sia juga disebut melakoni kehidupan serupa pada masa mudanya. Bedanya, Oey Tambah Sia 'beraksi' di Batavia. Bahkan, Oey Tambah Sia juga dikaitkan dengan legenda Si Manis Jembatan Ancol.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Cerita Si Manis Jembatan Ancol juga santer atas perbuatannya. Seorang gadis remaja yang melarikan diri dari rumahnya karena kawin paksa bertemu dengan Oey Tambah Sia dan menjadi korbannya," kata sejarawan Pantura Jawa Tengah asal Kabupaten Brebes, Wijanarto, kepada detikJateng, Kamis (29/9/2022).

Kali Loji dan kampung Pecinan Kota Pekalongan, 29 September 2022.Kampung Pecinan Kota Pekalongan, 29 September 2022. Foto: Robby Bernardi/detikJateng

Zaman dulu, Oey Tambah Sia dikenal sebagai pria kaya dan tampan yang lahir di Pekalongan sekitar tahun 1827. Ayahnya, Oey Yi Bu, adalah perantau asal Tiongkok Daratan. Sedangkan ibunya adalah wanita pribumi Pekalongan.

ADVERTISEMENT

Semasa remaja di Batavia, Oey Tambah Sia diceritakan mendapat warisan dari ayahnya sebesar 2 juta golden. Dengan warisan itu, dia dikisahkan hidup mewah, suka berfoya-foya, dan suka bergonta-ganti pasangan, termasuk dengan cara melanggar hukum.

Meski berkali-kali lolos dari jeratan hukum karena ayahnya semasa hidup dengan pejabat masa itu, perjalanan Oey Tambah Sia akhirnya berujung di tiang gantung.

"Kemudian sampai terjadi pembunuhan gundiknya, yang kemudian berakhir di tali gantungan," ujar Wijanarto.

Mengenai warisan Oey Tambah Sia, hal itu tak lepas dari kisah ayahnya yang menemukan surat berharga semacam obligasi milik pasukan Prancis-Belanda yang hilang di Tanjung, Brebes. Saat itu pasukan Prancis-Belanda dalam perjalanan ke Semarang usai digempur pasukan Inggris dalam pertempuran laut di Batavia pada 1811.

Menelusuri Jejak Oey Tambah Sia di Pekalongan

Dalam 'Statistik Hukum' era Hindia Belanda tahun 1854-1855, namanya tertulis sebagai Oeij Tamba. Di Pekalongan, tanah kelahirannya, belum ditemukan catatan bersejarah tentang Oey Tambah Sia. Siapa ibunya dan tahun berapa dia tinggal Pekalongan, masih menjadi misteri.

Sejarah Oey Tambah Sia selanjutnya di halaman berikutnya...

detikJateng mencoba menelusuri sosok Oey Tambah Sia di Kota Pekalongan. Di perkampungan Pecinan dekat Sungai Loji atau sungai Kupang, tidak banyak yang mengetahuinya.

Kompleks Pecinan yang saat ini berubah menjadi pertokoan ini dulunya merupakan permukiman warga Tionghoa yang sukses. Karena keindahannya. pada masa kolonial Belanda, Sungai Loji disebut sebagai Venesia Van Java.

Sejumlah warga Peranakan Tionghoa di ruas Jalan Blimbing, Jalan Mangga, dan sekitarnya, di belakang kompleks eks Pasar Banjarsari, mengaku tidak mengenal atau mendengar nama Oey Tambah Sia.

"Nggak tahu. Malah baru mendengarnya. Orang tua kami tidak pernah cerita soal itu. Hanya menang dulu di sini, perkampungan Pecinan sebelum menjadi pertokoan ini," kata Susanti (54), salah satu warga setempat, saat ditemui detikJateng, akhir September 2022.

Tak hanya Susanti, sejumlah warga keturunan Tionghoa di kawasan itu juga mengaku tak pernah mendengar cerita tentang Oey Tambah Sia.

"Lokasi itu memang dari dulu kampung Pecinan, permukiman warga peranakan Tionghoa yang sukses. Kini menjadi pertokoan. Tetapi kalau menggali cerita soal Oey Tamba Sia, kebanyakan tidak tahu. Minim literasi juga soal itu di Pekalongan," kata pegiat sejarah Kota Pekalongan, Arief Dirhamzah, kepada detikJateng.

Menurut Wijanarto, ayah Oey Tambah Sia, Oey Yi Bu, mendarat di Batavia lalu melanjutkan perjalanan ke Brebes. Setelah menemukan surat berharga itu dan menggunakannya setelah situasi normal usai perang, Oey Yi Bu muda membuka bisnis hasil bumi termasuk tembakau.

"Dulu tembakau ada di sini (Brebes). Tapi kemudian diganti tanaman teh," ucap Wijanarto. Setelah kaya, Oey Yi Bu punya banyak istri. Dari Brebes, Oey Yi Bu kemudian pindah ke Pekalongan.

"Sebelum ke Batavia, Oey Yi Bu ke Pekalongan dan nikah dengan orang pribumi dan melahirkan Oey Tambah Sia," terang Wijanarto. Di Batavia, usaha Oey Yi Bu kian sukses.

"Di Batavia (Jakarta) kekayaannya bertambah. Konon dia dianggap sebagai donatur pembangunan kelenteng terbesar di Batavia. Orangnya dermawan, baik hati, dikenal di kalangan pemerintah," jelasnya.

Oey Yi Bu meninggal di Batavia pada 1838. Hartanya diwariskan kepada Oey Tambah Sia yang masih remaja.

"Jadi di Pantura itu sepak terjang perjuangan ayahnya dari nol menjadi kaya raya. Sedangkan perilaku buruk anaknya, Oey Tambah Sia, dikenal di Jakarta," ujar Wijanarto.



Hide Ads