Sejarah Wonosobo yang Tak Lepas dari Kisah 3 Pengembara

Sejarah Wonosobo yang Tak Lepas dari Kisah 3 Pengembara

Tim detikJateng - detikJateng
Sabtu, 10 Sep 2022 00:01 WIB
WONOSOBO, INDONESIA - SEPTEMBER 04: Participants prepare hot air balloons to fly during the Java Balloon attraction on the sidelines of the Dieng Culture Festival at Kalianget Park on September 04, 2022 in Wonosobo, East Java, Indonesia. The Dieng Culture Festival is an annual event presenting a variety of Javanese traditional arts and culture, culminating with a hair trimming ritual ceremony of dreadlocked children, known as the Ruwatan Rambut Gimbal. (Photo by Robertus Pudyanto/Getty Images)
Meriah Festival Balon Udara di Wonosobo, 4 September 2022. Foto: Getty Images/Robertus Pudyanto
Solo -

Sejarah Wonosobo, kabupaten di Jawa Tengah yang terkenal oleh dataran tinggi Dieng, tak bisa lepas dari kisah tiga pengembara, yang masuk ke wilayah ini pada awal abad ke-17. Tiga pengembara itu ialah Kyai Kolodete, Kyai Karim, dan Kyai Walik. Berikut kisahnya.

Dilansir laman resmi Pemkab Wonosobo, tiga pengembara itu kemudian berpisah dan menempati wilayah yang berbeda. Kyai Kolodete membuka permukiman di Dataran Tinggi Dieng, Kyai Karim di sekitar Kalibeber, dan Kyai Walik memilih wilayah yang kini menjadi Kota Wonosobo.

Dari tiga pengembara itu lahirlah anak keturunan mereka yang kemudian menjadi para penguasa di seputar Wonosobo. Seperti salah seorang cucu Kyai Karim, yang sering juga disebut Ki Singowedono.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Setelah mendapat hadiah dari Keraton Mataram berupa sebuah wilayah di Selomerto, Ki Singowedono kemudian bergelar Tumenggung Jogonegoro. Jejak Tumenggung Jogonegoro dapat ditemukan di makamnya, di Desa Pakuncen, Selomerto.

Dari Selomerto sejarah asal kata Wonosobo diyakini bermula. Banyak pihak meyakini, kata Wonosobo berasal dari sebuah dusun di Desa Polobangan, Selomerto. Dusun bernama Wanasaba tersebut didirikan Kyai Wanasaba. Dusun itu hingga kini masih ada dan banyak dikunjungi para peziarah, yang ingin berdoa di makam Kyai Wanasaba, Kyai Goplem, Kyai Putih, dan Kyai Wan Haji.

ADVERTISEMENT

Masa Perang Diponegoro

Sejarah Kabupaten Wonosobo juga berkaitan erat dengan masa perang Diponegoro. Pada tahun 1825-1830, wilayah Wonosobo menjadi salah satu basis pertahanan pasukan pendukung Pangeran Diponegoro.

Bersama Imam Misbach yang dikenal dengan nama Tumenggung Kertosinuwun, Tumenggung Mangkunegaran, dan Gajah Permodo, Kyai Muhammad Ngarpah berjuang melawan pendudukan Belanda di wilayah Wonosobo.

Dalam sebuah pertempuran, Kyai Muhammad Ngarpah berhasil meraih kemenangan pertama, sehingga kemudian diberikan gelar Tumenggung Setjonegoro.

Setelah menjadi Bupati pertama Wonosobo, Tumenggung Setjonegoro yang mengawali kekuasaannya di Ledok, Selomerto, lalu memindahkan pusat pemerintahan ke kawasan Kota Wonosobo sekarang. Pemindahan pusat pemerintahan tersebut diyakini terjadi pada tanggal 24 Juli 1825.

Penemuan tanggal 24 Juli 1825 itu merupakan hasil kajian Tim Peneliti dari Fakultas Sastra Universitas Gajah Mada (UGM) bersama Musyawarah Pimpinan Daerah (Muspida), para sesepuh dan beberapa tokoh, termasuk pimpinan dewan perwakilan rakyat, dalam sebuah seminar pada 28 April 1994. Sampai sekarang, 24 Juli 1825 diperingati sebagai Hari Jadi Kabupaten Wonosobo.




(dil/sip)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads