Seorang perempuan Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal Purworejo, Jawa Tengah, ditahan oleh majikannya di Malaysia selama 17 tahun tanpa digaji. Beruntung, setelah dibantu oleh Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI), akhirnya ia bisa bebas dan pulang ke kampung halaman.
Diketahui, PMI tersebut bernama Meri Hapsari (32) yang merupakan warga Dusun Krajan, Desa Jetis, Kecamatan Loano, Purworejo. Yang bersangkutan telah bekerja di wilayah Sibu, Sarawak, Malaysia sejak tahun 2005 hingga 2022.
Namun selama 17 tahun bekerja sebagai asisten rumah tangga, ia tidak pernah digaji dan tak diizinkan pulang oleh majikannya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pihak keluarga yang telah berusaha mencari informasi keberadaan Meri akhirnya membuahkan hasil dan meminta bantuan KJRI Kuching untuk menyelesaikan masalah yang ada.
Pihak KJRI kemudian berkomunikasi dengan kepolisian Malaysia dan memanggil sang majikan hingga akhirnya Meri dibebaskan.
Meri akhirnya bisa pulang ke Indonesia dan tiba di kampung halaman pada Kamis (6/10) kemarin. Sebelumnya, ia dijemput di Yogyakarta International Airport (Bandara YIA) oleh Ketua DPRD Purworejo Dion Agasi, Wakil Ketua DPRD Purworejo Kelik Susilo Ardani dan Frans Suharmaji yang kemudian menyerahkan kepada pihak keluarga.
Pihak DPRD Purworejo yang juga ikut membantu dan berkomunikasi langsung dengan KJRI mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam penyelesaian masalah tersebut.
"Dulu saya berangkat ke Malaysia pas umur 15 tahun. Kerja di sana tidak ada (gaji) katanya kalau saya mau pulang ke Indonesia baru dibayar semua, tapi nggak boleh pulang," kata Meri Hapsari saat ditemui detikJateng di kediamannya, Jumat (7/10/2022).
Sejak awal, Meri mengaku sudah punya niatan untuk bekerja hanya selama dua tahun. Namun oleh majikannya, ia selalu ditahan dan tidak boleh pulang dengan alasan tak jelas. Bahkan, paspor miliknya juga ditahan oleh majikan agar ia tidak kabur.
"Awalnya saya mau kerja dua tahun saja, tapi tak tahu lah majikan saya tak mengizinkan saya pulang. Selalu ditahan agar saya tidak pulang ke negara saya. Ada (penahanan paspor), memang dia simpan. Dia bilangnya hanya takut nanti hilang kalau saya simpan sendiri," imbuhnya.
Sebelum pulang ke Indonesia, pihak KJRI Kuching meminta pihak majikan agar memenuhi hak-hak keuangan atau gaji Meri Hapsari. Beruntung, sang majikan akhirnya bersedia memberikan gaji selama 17 tahun kepada Meri.
Selama bekerja dengan majikannya, anak keempat dari lima bersaudara pasangan Suwarti (65) dan almarhum Suripto itu mengaku tidak mendapat kekerasan dari majikannya. Kini, ia merasa lega dan senang karena sudah bisa berkumpul kembali bersama keluarga.
"Alhamdulillah kemarin (gaji) dapat dibayar semua. Alhamdulillah senang bisa ketemu lagi sama keluarga, kangen. Saya ucapkan terima kasih yang sudah membantu saya sehingga pulang ke Indonesia," lanjutnya.
![]() |
Haru keluarga bertemu dengan Meri, simak di halaman selanjutnya...
Sementara itu, ibunda Meri, Suwarti (65) merasa sangat bersyukur anak kesayangannya yang pernah dianggap sudah hilang kini bisa kembali ke pelukan. Dengan raut wajah gembira bercampur haru, ia menceritakan kisah pilunya ketika ia melarang Meri untuk merantau ke Malaysia namun tetap tak digubris.
"Pamitan pas adiknya ini sunatan, Mak saya mau ke Malaysia. Terus saya jawab 'ra usah adoh-adoh cedek wae nek kerjo' (nggak usah jauh-jauh yang dekat saja kalau kerja). Lima tahun awal tidak ada komunikasi dan sudah saya anggap hilang," ucap Suwarti dengan mata berkaca-kaca.
Lima tahun berlalu, akhirnya Meri mengirim surat kepada keluarga untuk memberikan kabar. Mengetahui kabar dari Meri, pihak keluarga merasa senang. Namun, kesenangan itu tak berlangsung lama ketika mengetahui keadaan Meri yang tak bisa pulang dan tak digaji oleh majikannya.
Komunikasi lewat surat menyurat pun berlangsung selama bertahun-tahun lantaran sang majikan melarang ia berkomunikasi menggunakan handphone. Belasan tahun tak ada kepastian Meri bisa pulang, membuat pihak keluarga cemas dan sedih.
"Sedih, mumet (pusing) kadang nggak bisa tidur teringat terus, kangen. Rasanya nggak karu-karuan," tutur Suwarti.
Kini, Meri sudah kembali ke kampung halaman dan bisa berkumpul bersama keluarga. Sang ibu dengan tegas melarang Meri untuk pergi jauh terlebih merantau.
"Sekarang saya sudah senang. Kulo pun mboten angsal Meri kesah-kesah malih (saya sudah tidak bolehkan Meri pergi lagi)," pungkasnya.