Peserta seleksi perangkat desa di Desa Kenaiban, Kecamatan Juwiring, Klaten, Jawa Tengah mendatangi Polres Klaten. Peserta tersebut mengadu soal dipungut uang Rp 50 ribu saat pendaftaran.
"Saat itu kita dikumpulkan satu forum karena ada pembekalan. Tidak ada pemberitahuan tapi di akhir acara peserta diminta mengumpulkan uang Rp 50 ribu," kata Indah Tri Hapsari, peserta seleksi di Desa Kenaiban, Kecamatan Juwiring, kepada detikJateng di Mapolres Klaten, Senin (29/8/2022).
Indah menjelaskan, oleh Ketua Tim Pengisian Perangkat Desa (TP3D), uang itu disebutkan untuk pembuatan kartu peserta. Uang saat itu juga harus dibayarkan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dan saat itu juga uang harus dibayarkan. Saya awalnya keberatan, keberatan bukan karena nominalnya tapi karena tiba-tiba," tutur Indah.
Oleh TP3D, lanjut Indah, dijelaskan jika peserta tidak ikhlas maka uang akan dikembalikan, tetapi tidak dapat kartu peserta dan tidak bisa ikut ujian.
"Pihak TP3D bilang, silakan kalau tidak ikhlas uang akan dikembalikan. Tapi tidak dapat kartu peserta sehingga tidak bisa masuk ikut ujian dan uang diserahkan ke Ketua TP3D disaksikan para anggota," ungkap Indah.
Di kesempatan yang sama, penasihat hukum Indah, Prapto Wibowo, menyebut uang itu untuk membuat kartu peserta. Meski katanya sukarela tetapi jika tidak bayar maka tidak dapat kartu peserta.
"Peserta diminta uang Rp 50 ribu padahal setahu saya ada anggaran dari Desa. Katanya sukarela tapi kalau tidak bayar tidak dapat kartu peserta, artinya tidak bisa ikut seleksi," ungkap Prapto kepada detikJateng.
Selain masalah kartu, jelas Prapto, kliennya ke Polres melaporkan dugaan SK palsu yang digunakan salah satu peserta saat seleksi. SK pengabdian itu digunakan peserta yang lolos kursi Kadus.
"SK tersebut dari Kepala Desa sebagai Satgas Jogo Tonggo COVID. Saat kami cek ke Satgas lain, ternyata tidak pernah sebagai Satgas Jogo Tonggo," imbuh Prapto.
Terpisah, Sekretaris TP3D Desa Kenaiban, M Rais, mengaku tidak tahu-menahu soal pungutan Rp 50 ribu tiap peserta. Sementara soal SK pengabdian dalam pengecekan dilakukan Ketua TP3D. Dirinya hanya menginput data saja.
"Saya hanya menginput data. Soal uang Rp 50 ribu saya tidak tahu, pegang uang juga tidak," ungkap Rais kepada detikJateng.
Selengkapnya di halaman selanjutnya...
Selain dari Desa Kenaiban, peserta dari Desa Bogem, Kecamatan Bayat, yang mencurigai ada SK pengabdian palsu juga melapor ke Polres Klaten. Pelapor atas nama Kusmiati.
"Kita mengadukan dugaan penggunaan surat palsu sesuai Pasal 263 KUHP. Kita mendampingi klien kita dari jam 15.00-22.00 WIB kemarin," ungkap Indra Wiyana, selaku kuasa hukum dari Kusmiati.
Indra menjelaskan dirinya mendampingi kliennya itu sambil membawa beberapa alat bukti. Antara lain SK pengabdian dari Kepala Desa.
"Kita lampirkan bukti yang diajukan peserta ranking I saudara EW untuk dapat nilai pengabdian 15. SK dari Kepala Desa nomor 04/2020. Kita bawa SK pembanding SK RT RW nomor 05/2020 di mana tidak ada nama EW di situ," jelas Indra.
Saat dimintai konfirmasi, Kasi Humas Polres Klaten Iptu Abdillah menjelaskan sudah ada laporan tanggal 28 Agustus. Pelapor atas nama Kusmiati.
"Ada laporan tanggal 28 Agustus atas pelapor nama Kusmiati. Pelapor datang ke Satreskrim jam 11.00 WIB," jelas Abdillah.