Cerita dari Desa Long Alango: Biaya Perjalanan Rp 4 Juta, BBM Rp 50 Ribu/Liter

Cerita dari Desa Long Alango: Biaya Perjalanan Rp 4 Juta, BBM Rp 50 Ribu/Liter

Oktavian Balang - detikKalimantan
Rabu, 14 Mei 2025 10:30 WIB
Desa Long Alango di Kabupaten Malinau.
Desa Long Alango di Kabupaten Malinau. Foto: Dok. Istimewa
Malinau -

Jauh di ujung perbatasan Kalimantan Utara, Desa Long Alango, Kecamatan Bahau Hulu, Kabupaten Malinau, menyimpan cerita pilu tentang keterbatasan akses dan fasilitas. Roni Manan, seorang konten kreator yang dikenal sebagai "Anak Alam Ujung Negeri", kerap membagikan kondisi memprihatinkan desanya melalui media sosial.

Desa Long Alango terletak jauh dari ibu kota Kabupaten Malinau. Untuk mencapai desa ini, warga harus menempuh perjalanan melalui sungai menggunakan perahu longboat, melewati Sungai Kayan dan Sungai Bahau.

"Kalau musim kemarau, perjalanan bisa 3-4 hari karena air surut. Kalau banjir sedang, 1-2 hari," cerita Roni kepada detikKalimantan, Rabu (14/5/2025).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Alternatif lain adalah jalur udara dengan pesawat kecil jenis Pilatus dari maskapai yang mendapat subsidi pemerintah. Namun, penerbangan ini hanya tersedia empat kali seminggu dari Malinau. Untuk ke Malinau, warga harus ke Tanjung Selor terlebih dahulu menggunakan long boat.

Biaya Perjalanan Selangit

Biaya perjalanan menjadi beban berat bagi warga. Menggunakan perahu long boat dari Tanjung Selor ke Kecamatan Pujungan memakan biaya Rp 800.000-Rp 1 juta per orang.

Jika air surut, perahu besar tak bisa mencapai Long Alango, sehingga warga harus menyewa perahu ketinting kecil dari Pujungan dengan biaya Rp 3 juta hingga Rp 3,5 juta untuk dua orang. Total satu orang bisa menghabiskan hingga Rp 4 juta sekali jalan.

"Kalau air kecil, longboat cuma sampai Pujungan. Dari situ, ketinting kecil yang muat dua orang. Kalau kongsi, bisa bagi dua, tapi tetap mahal," jelas Roni.

Minimnya Akses Layanan Kesehatan

Akses yang terbatas ini juga berpengaruh ke fasilitas kesehatan di Long Alango yang sangat minim. Puskesmas tak memiliki dokter, hanya bidan yang menangani kasus sederhana.

"Kalau ada ibu hamil atau pasien kritis, harus dirujuk ke Malinau. Tapi malam hari tak bisa, karena transportasi terbatas," ungkap Roni.

Ada bandara kecil di Long Alango. Namun, landasannya tak bisa digunakan pesawat besar. Pasien yang membutuhkan pun harus diangkut ke bandara di Kecamatan Pujungan melalui perahu ketinting, memakan waktu 2-3 jam di tengah arus giram sungai.

Harga BBM Bisa Tembus Rp 50 Ribu/Liter

Harga BBM di Long Alango sangat tinggi, mencapai Rp 20.000 sampai Rp 30.000 per liter. Harganya bisa melonjak sampai Rp 50.000 saat kemarau karena sulitnya akses akibat air sungai surut.

"Di sini, Rp 20 ribu sudah terasa mahal, tapi tak ada pilihan lain," ujar Roni.

Sebanyak 70 persen warga Long Alango adalah petani ladang tahunan, seperti kakao, kopi, dan lada. Namun, hasil panen sulit dijual karena keterbatasan transportasi, membuat warga hanya bertani untuk kebutuhan sendiri.




(des/des)
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads